Thursday 16 December 2021

Alasan jurnal diskontinu dari SCopus

 

1. Metrics and benchmarks

Once a year, Scopus analyzes the performance of all journals in the database. All journals must meet the below three metrics and benchmarks in the table below. If a journal does not meet all of the three benchmarks for two consecutive years, it will be flagged for re-evaluation by the independent CSAB.



2. Publication concerns

A journal can also be flagged for Re-evaluation based on publication concerns at either the publisher or journal level. Concerns for such journals are identified by Scopus or flagged to Scopus by the research community. If the concern is legitimate, the title will be added to the Re-evaluation program and re-evaluated by the CSAB in the year of identification of the publication concern.

3. Radar

In 2017 the Radar tool was launched, which is a data analytics algorithm created by Elsevier Data Scientists to identify outlier journal behavior in the Scopus database. Outlier journal examples include rapid and unexplainable changes to number of articles published or unexplainable changes in geographical diversity of authors or affiliations. Other features that the algorithm considers are self-citation rate and publication concerns, amongst others. The tool improves continuously by incorporating new examples or rules. It runs quarterly checking the all Scopus journals for outlier behavior.

4. Continuous curation

Since the establishment of the CSAB in 2010, Scopus has continuously collected review data as part of the content curation process. For example, the CSAB can indicate whether any accepted title should be evaluated again in the future. This is an ongoing process and ensures continuous curation of Scopus content.

All titles identified for underperformance, publication standard concerns, outlier behavior, or during continuous content curation will be re-evaluated by the CSAB. The review criteria for re-evaluation are identical to the Scopus content selection criteria used for newly suggested titles. Upon completion of the re-evaluation process, the CSAB will decide to either continue a journal’s coverage or to discontinue the forward flow of the journal's coverage in Scopus (content covered in Scopus prior to the re-evaluation completion will remain in Scopus). Discontinued titles will only be considered for evaluation again 5 years after the discontinuation decision was made.


Sumber: https://www-elsevier-com.ezproxy.ugm.ac.id/solutions/scopus/how-scopus-works/content/content-policy-and-selection

Sunday 21 November 2021

Wajah Berkala Ilmu Perpustakaan UGM 2010-2021, ternyata.... (1)

Latar belakang

Belum ada riset yang menguak wajah publikasi atau paper yang terbit di Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan (BIP) UGM.

Pertanyaan penelitian

  1. Penulisnya kayak apa?
  2. Risetnya kayak apa?

Metode

Dataset diambil dari Crossref, menggunakan PoP, dengan kunci ISSN BIP yaitu 2477-0361. Sebagai perbandingan, nanti akan dicoba juga di GS melalui PoP.

Hasil

Diperoleh 200 paper yang terbit sejak 2010-2021 per 21 November 2021. Rekapnya silakan lihat gambar di bawah ini.


Nah, tu. Kelihatan, tho. Tapi ini dari crossref lho ya. Asal dan waktu ambil ini perlu dicatat sebagai batasan. Bisa jadi jumlah paper sebenarnya lebih dari 200.

Dari gambar di atas kelihatan bahwa selama 11 tahun, terdapat 15 sitasi. Wah, serius ini? Rata-rata setahun cuma 1.36? Cite per papernya 0.08. Juga, paper yang memiliki annual citation count >=1 hanya ada 1 paper.

Oke, kita lihat dahulu paper apa yang paling banyak dikutip.
Ternyata, paper terbanyak dikutip yaitu paper ini: Irawan dkk, tahun 2017 tentang Open Science, dengan DOI 10.22146/bip.17054. Paper ini dikutip 4x. Paper kedua masih Irawan dkk, tahun 2018 tentang open access, dengan DOI 10.22146/bip.32920 yang dikutip 2x.

Jika dilihat dari 2 paper ini, ternyata tidak ada pustakawan sebagai penulisnya. Gambar di bawah ini berisi daftar lengkapnya, saya salin langsung dari PoP. Biar lebih jelas, monggo dapat dilihat.


Dua paper Dasapta Erwin ditandai dengan huruf h di kolom cites (paling kiri). Ini menandakan BIP memiliki h-indeks 2. Ya, baru 2. Itupun ternyata kontribusinya dari 2 paper yang penulis pertamanya sama. ☺


----**----
Nah, ini beberapa data lebih detail tentang para penulisnya.


Penulis dengan artikel terbanyak yaitu Pergola Irianti. Saat ini, beliau sudah pensiun, namun ternyata meninggalkan jejak keren dalam jumlah publikasi di BIP. Peringkat kedua Janu Saptari, disusul Purwono, Maryono, Partini, Lasa, dan Maryatun.



Namun, ternyata jumlah artikel tidak berbanding dengan kekuatan link. Abraham Juneman, meski cuma 2 paper, namun jejaring kepenulisannya kuat. Di susul Dasapta Erwin, dan Multazam. Tiga nama ini ternyata bukan pustakawan.


Gambar di atas merupakan visualisasi jejaring antar penulis. Jika dicermati lebih dalam, bisa memperlihatkan pola-pola atau kecenderungan kolaborasi penulis di BIP. 

Kayaknya, kecenderungan kolab antar institusi belum begitu bagus. Kalau penulis pertama dari univ A, maka co-authornya juga dari Univ A. Ya, ada juga sih yang lintas institusi.  Ini kalau mau mencermati per-klaster akan kelihatan. Yakin.

Lho, kok ndak saya lakukan?

Ngantuk.



Gambar terakhir, timeline penerbitan penulis.
----**----

Bagaimana dengan isinya?

Lanjut di postingan berikutnya..... sudah mengantuk...

Sunday 10 October 2021

Juris: Zotero untuk referensi multilanguage dan dokumen legal

Pernah menemukan ketentuan penulisan referensi yang harus dilengkapi dengan translasi judul?

Jika anda tidak menemukan fitur ini di Mendeley atau Zotero, coba pakai Juris.

For reasons best known to history, legal research and multilingual scholarship have been left behind in the long arc of reference manager development. Jurism fills this gap in the research toolchest, with full-lifecycle support for managing materials in multiple languages and from multiple legal jurisdictions. (Sumber)






Selain itu, Juris juga mengaku menawarkan fitur penulisan dokumen legal.

Bacaan lebih lanjut:

 

Catatan Belajar Obsidian

Catatan dasar untuk belajar obsidian:

  1. Pastikan anda menentukan tempat untuk meletakkan/mengelompokkan file 
  2. Buat folder sesuai kebutuhan, dapat pula dibuat sesuai kaidah note taking: fleeting notes, literature notes, permanent notes.
  3. Pastikan anda menentukan tempat di mana new notes berada
  4. Pasang plugin dasar sesuai kebutuhan anda, misalnya: highlight, page preview, dataview, mindmap, kanban, Cmenu. Ingat sesuaikan dengan kebutuhan, setiap orang bisa berbeda
  5. Pasang core plugin sesuai kebutuhan, misalnya Tag
  6. Pasang theme favorit anda, misalnya Red Graphite
  7. Pastikan anda tahu perintah dasar Markdown. Misalnya: #, ##, ###, [[..]], ![[...^]]
  8. Pahami kapan harus pakai tag #, atau [[..]]
  9. Bisa juga digabungkan dengan sontekan ini: https://www.markdownguide.org/cheat-sheet/
  10. Baca juga: https://axle.design/an-integrated-qualitative-analysis-environment-with-obsidian






Tuesday 28 September 2021

[[ Logika ]]



Saya harus akui, bahwa dalam menanggapi dunia kepustakawanan saya tidak banyak baca teori. Bahkan, saya kesampingkan teori. Mengelola perpus itu tak perlu berteori, kalau toh perlu, sitik saja wis. Termasuk hal mendasar: filsafat kepustakawanan, atau filsafat informasi. Mungkin karena itulah, apa yang saya lontarkan kadang diangap liar.

Bahkan ora nggenah, tidak nyambung. Atau ada satu dua hal yang dianggap sama seperti yang sebelumnya dilontarkan tokoh lain. Untuk yang terakhir ini, jane saya rodo bisa nggaya sitik. Xixi. "Mengulang(i)", katanya. Sampai ada yang menyangka saya terpengaruh pikiran tokoh tersebut. Padahal, saya belum pernah membaca pikiran dan pendapat itu. 

---

Nah. Akhirnya saya mikir, "Apa gerangan sebabnya?"

Ingatan saya kembali ke 20 tahun lalu. Suatu malam, di sebuah gedung, di seputar jalan kaliurang. Saat itu digelar acara besar sebuah organisasi kemahasiswaan. Saya ikut jadi panitia, sambil mengikuti apa yang didiskusikan. Atau lebih tepatnya diperdebatkan.

Ya. Sama seperti organisasi mahasiswa lainnya. Dinamikanya bisa dibayangkan-lah. Gayeng.

Uniknya, di tengah perdebatan ada sebuah lontaran yang memecah sengitnya perdebatan. "Kita bisa berdebat, mengajukan teori dan semacamnya, tapi di sini yang berlaku logika XX," begitu kira-kira. XX ini merupakan identitas organisasi. Ndak usahlah saya sebut. Xixi.

Lontaran itu seolah merontokkan teori-teori yang dilontarkan dengan begitu bangganya. Kenapa? Karena yang bermain adalah logika yang dibangun saat argumen itu disampaikan, saat perdebatan itu. Bukan teori atau logika yang sudah ada sebelumnya. Seberapapun kerennya. Seberapapun kuatnya.

Wal hasil, jika toh mengajukan teori sebagai landasan perdebatan, maka teori itupun harus diperdebatkan.

Maka, di sini pemahaman si pengusung teori diuji. Dia sekedar mengutip, ngintil, atau paham dengan teori itu dan yakin dirinya mengikuti teori tersebut. Dia sekedar cari aman menyandarkan pada teori dan tokoh pengusungnya, atau dia yakin benar dengan pilihannya.

Dalam perdebatan malam itu, argumen "kata tokoh A, tokoh B" tidak laku. Ora payu. Logika XX-lah yang berlaku.

Monday 13 September 2021

Keren! Penulis ini dalam 1 tahun hasilkan 1,25 paper per pekan, semuanya terindeks Scopus

Suatu ketika, saya diberi URL ini. Setelah saya bukak, kaget. Saya takjub. Sebegitu produktifnya seorang peneliti, sampai ratusan paper dalam beberapa tahun. Tentu saja, produktifitas ini dapat menjadi penyemangat bagi para penulis lainnya.

Berikut saya potretkan salah satu bagian dari berita di atas.




Pada berita di atas, disebutkan bahwa si penulis masuk MURI. Untuk memastikan benar-benar masuk MURI, saya cari di web MURI. Ketemulah laman berikut ini.
Saya penasaran. Luar biasa sekali penulis ini hingga bisa menghasilkan 140 lebih tulisan di jurnal internasional dalam 3 tahun. Saya coba cek di database pengindeks jurnal internasional. Ketemulah profil ini.

Profil atasnama Agus Purwanto di Scopus

Sebelum lanjut, kita coba verifikasi profil di atas.

Pertama, profil di atas berafiliasi ke UPH. Klop!. Seperti yang ada di berita. Kedua, profil ini ada ORCID-nya. Berarti profil ini (diasumsikan) dipelihara oleh pemiliknya. 
Ketiga, ketika ditelusur ke ORCID, ditemukanlah laman profil di bawah ini.
Profil ORCID a.n. Agus Purwanto

Pada ORCID tertera Scopus ID yang ditautkan sama persis dengan Scopus ID pada gambar 1, yaitu 57215569034. Artinya klop juga.

Dengan tiga verifikasi tersebut, saya anggap saja profil Scopus itu valid dan dipelihara.

Kemudian jika dilihat paper sesuai ORCID ID kita bisa peroleh informasi ini.

Tampilan work dari ORCID a.n. Agus Purwanto


Luar biasa, ada 298 karya yang tercantum. Sayangnya, kita tidak bisa lihat sebaran tahun publikasi karya-karya ini.

*****

Kita kembali ke laman Scopus.
Laman dokumen dari profil ID Scopus 57215569034


Terdapat 73 paper di Scopus (sampai 4 Juli 2021) yang terkait dengan ID Scopus 57215569034. 

Ada yang unik pada distribusi tahunnya. Tahun 2008 hanya ada 1 paper, setelah itu vakum sampai 2018. Mulai lagi 2019 dengan 2 paper, kemudian 2020 mengalami kenaikan sampai ribuan persen, dengan jumlah total 65. Pada tahun berjalan 2021 sudah ada 5 paper. Jika dihitung tahun berurutan 2019-2021 maka ada 72 paper.

Khusus publikasi tahun 2020, jika dihitung per pekan, diperoleh angka 65/52 = 1,25. Ini berarti rata-rata 1,25 paper dihasilkan per pekan di tahun 2020.


Source type dari 65 publikasi 2020

Type dokumen dari 65 publikasi 2020

Sebenarnya ini biasa. Yang jadi luar biasa, 1,25 paper per pekan itu semuanya terbit. Dari 65 dokumen terbit di tahun 2020 tersebut, semuanya terbit di jurnal. Bentuknya pun 93% artikel, dan sisanya review (versi Scopus).

Tentu ini menambah luar biasa lagi.

*********

Angka total 73 paper di atas sebenarnya perlu divalidasi lagi, karena terkadang di Scopus ada paper yang keliru masuk ke profil yang bukan penulisnya, salah satunya karena nama penulisnya yang pasaran, maka perlu cek dahulu. Ya, meski sudah ada bantuan ORCID, sih. 

Mari kita periksa lagi kevalidan 65 dokumen yang terdeteksi terbit tahun 2020. Namun maaf, khusus pengecekan 65 dokumen ini, dilakukan berdasar data tanggal 13 September 2021.

Di bawah ini merupakan negara afiliasi penulis dari 65 paper tersebut. Ada 4 dokumen yang ditulis bersama penulis dari Malaysia. Angka 65 (sesuai dengan jumlah di tahun 2020) menunjukkan asal penulis dari Indonesia. Ini jadi filter pertama. Apakah 65 paper ini benar-benar berafiliasi sebagaimana penulis yang dimaksud?


Dokumen berdasar negara penulis

Untuk memastikan/memfilter hanya tulisan dari penulis yang dimaksud, yang berafiliasi ke UPH, maka kita coba filter berdasar affiiasi penulis. Afiliasi yang digunakan yaitu filter afiliasi yang ada di sisi kiri. Semua variasi nama UPH dipilih. Hasilnya seperti di bawah ini. Tetap 65 dokumen.

Artinya, 65 dokumen tersebut kemungkinan besar memang milik penulis yang dimaksud.

Filter berdasar UPH dalam  berbagai variasi


Sebagai tambahan validasi, kita coba cari laman profil di Sinta Ristekbrin. 
Laman Sinta ID 6706160 

Gambar di atas, berafiliasi ke UPH, dengan jumlah sebaran dokumen di Scopus yang mirip. Sepertinya memang valid.

****

Hasil filter berdasar UPH dalam berbagai variasi, pada bagian source title terlihat bahwa dari 65 dokumen, 40 diantaranya (61%) diterbitkan di jurnal Systematic Review in Pharmacy.

Hasil filter berdasar UPH

Paper penulis di Systematic Review in Pharmacy


Sayang sekali, ternyata jurnal ini sudah discontinued dari Scopus.
Status Jurnal SRP di SCopus

Ketika dipanggil dokumen dari jurnal ini, terlihat ada lebih dari 1000 paper di tahun 2020. Padahal di 2019 tidak/belum genap 100 paper. Cukup menarik statistik ini.

Sebaran paper di Systematic Review in Pharmacy



**********

Kita coba lebih fokus pada 65 dokumen yang terbit di tahun 2020.
sebaran keyword

Kata kunci terbanyak yaitu organizational learning, yang memiliki 7 dokumen dengan kekuatan link 28. 

Jumlah penulis unik


Total dari 65 dokumen publikasi memiliki 342 penulis unik. Artinya rata-rata ada 342/65 = 5,2 penulis unik pada 1 dokumen. Tentu, jika tidak dihitung uniknya nama penulis, maka rata-rata penulis per paper akan lebih banyak lagi.

Perbandingan kolaborasi internasional vs nasional

Gambar di atas menunjukkan bahwa dari 65 paper publikasi, hanya ada 4 yang ditulis berkolaborasi antar negara. Sisanya, 61 paper, hanya ditulis dengan kolaborasi penulis dari Indonesia saja. 

Frekuensi 1st author

Gambar di atas menunjukkan frekuensi nama-nama yang menjadi penulis pertama pada 65 dokumen yang terbit di tahun 2020. 

TreeMap berdasar author keywords


Tentu saja produktifitas menulis ini dapat menjadi penyemangat kita, dan kita semuanya bisa lebih produktif lagi dalam menulis juga menerapkan tulisan tersebut.




Sunday 15 August 2021

Pernyataan penulis berdasar CRediT

Kawan semuanya

Pernah menulis ilmiah? pernah kolaborasi?

Nah, setiap orang yang ikut kolaborasi pasti ada peran masing-masing. Benar, kan? Kecuali ada "tangan kuasa" yang nitip nama demi popularitas atau ingin meningkatkan indeks-nya. Cilakanya, anda tak punya kuasa menolaknya.

Nah, CRediT bisa jadi solusi menentukan peran masing-masing penulis.

Info tentang CRediT ada di https://casrai.org/credit/. CRediT sendiri kependekan dari (Contributor Roles Taxonomy). Saat saya menulis blog ini, CRediT memilah peran para kontributor dalam 14 peran.


Dalam proses penulisan paper, jurnal yang menerapkan CRediT akan meminta para penulis untuk menandatangi pernyatan yang menunjukkan peran masing-masing kontributor.

Peran dan nama kontributor kemudian ditulis pada bagian akhir paper. Contohnya di bawah ini, ditulis di atas references, di bawah Acknowledgments: 

Sumber paper https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003706


Nah, jadi jelas siapa melakukan apa.

Nah, jika ada yang mau nitip nama, sekarang bisa ditanya, "Mau ditulis sebagai apa, Tuan?"

Tuesday 20 July 2021

,

Vosviewer online: wajib anda pakai di paper bibliometrik

Kawan semuanya

Analisis bibliometrik sepertinya sedang digemari. Analisis yang konon diklaim miliknya pustakawan ini sudah melebar, dilakukan oleh siapapun yang berminat. Apalagi, saat ini alatnya semakin mudah digunakan. Tidak perlu manual mengumpulkan dan menghitung. 

Kasihan para pustakawan, ya. Lahannya tergerus. 😄

Salah satu alat yang dipakai yaitu Vosviewer. Nah, jika kita lakukan pencarian paper-paper dengan kata kunci, title, atau abstrak mengandung kata "vosviewer" pada databas Scopus, maka terlihat grafik di bawah ini.

Gambar 1: Grafik pertumbuhan paper "Vosviewer" di Scopus

Gambar di atas memperlihatkan pertumbuhan paper-paper analisis bibliometrik yang menggunakan Vosviewer sebagai alatnya. Tahun 2020 terdapat 495 paper, sementara itu tahun 2021 pertengahan sudah ada 494 paper. Artinya jika sampai akhir 2021 kemungkinan besar akan semakin banyak lagi.

****

Nah, visualisasi dataset menggunakan Vosviewer pada paper-paper tersebut masih berbentuk file statis. Tidak interaktif. Namun, mestinya sekarang tidak lagi.

Vosviewer telah memiliki versi online sebagai penyempurnaan versi online sebelumnya. Vosviewer online ini beralamat di https://app.vosviewer.com/. Panduan penggunaan, termasuk cara memanfaatkan fitur share dapat dilihat di https://app.vosviewer.com/docs/. Pokoknya lengkap di situ.

Ndak perlu saya ulangi lagi, ya.

Oia, saya pakai Simpan UGM untuk file json-nya, sehingga url Vosviewer online-nya akan seperti ini:

https://app.vosviewer.com/?json=URLSIMPANUGM&scale=1.5&curved_links=false

Berikut beberapa tampilan VV online dari dataset yang pernah saya buat.

Gambar 2: Visualisasi asal fakultas rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)  

Gambar 3: Visualisasi nama rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)

Sunday 13 June 2021

[[ bahasa ]]


Acara ini bagus. Tidak bisa dipungkiri. Kolaborasi dua universitas negeri, menyajikan materi tentang perpustakan, oleh para dosen ilmu perpustakaan. Dari nama-nama pemateri + titlenya, kualitasnya sudah pasti keren. Juga materinya yang kekinian.

Eh, adakah pustakawan yang jadi pemateri? Entah.

Mungkin ada, mungkin juga tidak. Kalau toh tidak, ya Ndak apa-apa. Tajuknya saja kuliah tamu prodi. Pustakawan bukan sivitas akademika. Jadi wajar jika tidak ada pustakawan dalam deretan nama ini.

*****

Ada hal lain yang membuat saya melipat kulit dahi.

Coba cermati. Ada beda penulisan materi di sisi kanan dan kiri.

Mayoritas di sisi kiri ditulis dengan bahasa Indonesia. Tentu ini keren. Menunjukkan kebanggaan sesuai identitas sesuai sumpah pemuda. Namun, ada dua topik yang mengurangi porsi kebanggaan ini, karena tidak menggunakan bahasa Indonesia. Pertama English for Librarian. Hmm. Okelah anggap saja ini wajar. Maklum, mereka ingin menunjukkan bahwa materinya memang bahasa Inggris. Ini usaha meyakinkan pembaca. Bisa dipahami, dan harus diapresiasi. Kita beri tepuk tangan meriah.

Nah, yang kedua ini aneh: Arabic for Librarian. Mau dari mana kita analisis? Jelas aneh. Kalau alasannya sebagaimana English for Librarian yang ingin menunjukkan materi, tentu tidak klop. Wong ini bahasa Arab. Kalau konsisten ya harusnya ditulis dalam huruf Arab, minimal lafalnya Arab. Piye nulisnya? Saya tidak tahu. Meski lulusan UIN, saya tidak pandai bahasa Arab. Nulis angka 1-9 saja tidak hafal. 😆😇

Oke, pindah ke sisi kanan. Kalau ini jelas! Maksudnya.... jelas beda dibanding yang sisi kiri. 😆 Seratus persen. Semuanya menggunakan bahasa Inggris. Mungkin mereka ingin mengingris. Atau, mungkin tidak yakin adanya istilah bahasa Indonesia untuk materi-materi itu. Padahal kesemuanya dari UIN. Kenapa menginggris? Harusnya kan mereka lebih dekat kepada mengarab. Entahlah.

Atau mungkin sisi kiri dan kanan punya kasta yang berbeda? Juga entahlah.

Saya bingung. Mungkin ini masalah literasi juga. Literasi bahasa. Tapi bukan di anda, melainkan di diri saya.

Oia, hampir lupa menyampaikan. Judul poster ini "Kuliah Tamu, Prodi Ilmu Perpustakaan". Ditulis dalam bahasa Indonesia. Bukan Inggris, bukan Arab.


****

Ikutlah! Siapa tahu dapat manfaat. Eh, maaf. Sudah telat, ding. Coba cari rekamannya di yutub. Mungkin ada.


Saturday 29 May 2021

Sertifikat

Si Sertifikat populer sejak pandemi. Barang lembaran itu jadi primadona, meskipun harga dirinya turun.

Ya. Pada masa pandemi yang memunculkan banyak seminar daring ini, nilai tawar sertifikat justru turun drastis. Dengan beberapa trik, nyaris tanpa usaha dan modal, orang mudah dapat sertifikat.

****

Kata “sertifikat” dituliskan di poster-poster, di teks WA berantai. Tambah sangar sudah jika ditambah “gratis”: GRATIS SERTIFIKAT. Apalagi dengan kuota tak terbatas: Free Seminar 1000 peserta -  Free sertifikat. Museum rekor pun mungkin kewalahan mencatatnya.

Namun, seksinya sertifikat itu ternyata juga membuat kepala pening. 

“Sebel saya kalau pas presentasi ada yang tanya: link sertifikatnya mana?”, kata Dr. Ciprut, dosen tersohor di kampusnya. Pertanyaan tentang sertifikat itu sebenarnya hanya di ruang obrolan pertemuan maya, namun tetap saja mengganggu. Bagaimana tidak, wong saat seminar luring ndak pernah ada peserta yang angkat tangan tanya sertifikat. Apalagi, Dr. Ciprut merupakan dosen senior, mana ada yang berani. Tentu ini perubahan yang ekstrim. 

Sama meski tidak persis, dengan yang dialami Dr. Kuprit. URL presensi seminar yang dikelolanya tersebar di berbagai grup WA. Presensi itu jadi dasar pembuatan sertifikat. Efeknya bisa ditebak. Banyak yang tidak hadir, namun mengisi presensi. Karena presensi ini diset otomatis ke sistem sertifikat, maka banyak gundul-gundul yang tidak hadir, tapi dapat sertifikat. Sindikat yang luar biasa, sistematis, masif dan terencana. Sekaligus mencermintakan  solidaritas yang tinggi. Top. Tapi tetap bikin pening.

“Lha, kok ya URL presensi disebar di grup WA. Harusnya kan hanya boleh di ruang seminar saja,” kata Dr. Kuprit sambil tertawa. Ngakak. Geli campur sedih. Mungkin juga marah. Karena geli, sedih, juga marah itu mungkin wajah inteleknya jadi berubah: imut dan lucu.

**********

Sore itu sehabis Magriban, Paijo makan malam bersama istrinya. Lesehan saja di rumah, dengan menu sebungkus nasi goreng ukuran jumbo.

Setelah acara makan bersama itu selesai, Paijo membuka obrolan. “Saya ndak habis pikir, Bu,” ucap Paijo. “Ada dosen yang marah-marah, gara-gara waktu presentasi di seminar online, pesertanya malah tanya link sertifikat,” lanjutnya.

“Ya wajar, tho,” istrinya menjawab. Pendek saja.


Paijo heran, kenapa jawaban istrinya cuma sependek itu. Malah dianggap wajar. “Ya wajar, wong tanyanya pas sedang presentasi, jadinya ya terganggu,” imbuh istri Paijo sebelum ditanya.

“Lho, ya ndak bisa begitu. Mosok yang disalahkan selalu pesertanya,” tanggap Paijo.

“Harusnya dosen itu juga introspeksi diri, bertanya pada dirinya sendiri tentang materi yang dia bawakan, mungkin tidak menarik. Atau mungkin peserta sudah bosan, dan semacamnya. Sebagai sesama pustakawan, jelas aku merasa tersinggung juga” tambah Paijo.

“Bentar, Kang. Itu jane dosen apa dan siapa pesertanya?”, tanya Istri Paijo.

“Yang presentasi dosen (ilmu) perpustakaan, pesertanya para pustakawan,” jawab Paijo.

“Wo. Pantes saja, kang,” kata istri Paijo sambil mberesi piring.

“Lho, pantas bagaimana tho, Bu?”, tanya Paijo.

“Itu sudah kodrat, Kang. Pustakawan itu yang memang mungkin levelnya baru segitu. Nyari sertifikat. Kudune dosen-dosen itu sadar juga, bahwa itulah realita dari para produknya sendiri, yang tentu saja mencerminkan kualitas produsennya. Wong dosen juga demikian. Sama saja, kok,” ungkap Istri Paijo.

“Memangnya dosen ilmu perpustakaan juga pada cari sertifikat?”, Paijo heran sambil bertanya.

“Iya. Tapi bentuknya beda. Kalau pustakawan itu kesempatannya ya berburu sertifikat, namun kalau dosen (ilmu) perpustakaan memburu sertifikat (si) + tunjangannya,” tegas Istri Paijo sambil membuka kran, lalu sibuk mencuci piring.

Paijo mlongo. Dia sadar. Ternyata memang sama saja. Podho wae. Ora bedo. Tidak pada rumangsa.

Pikirannya membuat kesimpulan. Sertifikat hanya jadi pemikat kehadiran di seminar, dikemas seksi agar menggoda orang mau gabung. Di pihak lain ada yang begitu getol mencari. Bahkan berburu. Klop.

Inilah masa, ketika sertifikat bukan menjadi bukti kualitas seseorang "setelah", namun menjadi penarik seseorang "sebelum" sebuah acara dimulai.

[[ tamat ]]

Sumber gambar: pixabay

Wednesday 26 May 2021

, ,

Inilah peta jejaring kabinet rektor UGM sejak 1998, prediksi rektor 2022, serta peluang hattrick FT UGM

Iseng saja, melihat peta kabinet rektor UGM sejak 1998-2021. Keisengan ini saya lakukan pas liburan, Rabu kemarin, tanggal 26 Mei 2021, atau 14 Sawal tahun 1954 Jimakir.

Pemetaan ini dilakukan untuk mendukung analisis koalisi dalam kabinet rektor di UGM, serta bagaimana kemungkinan kompetisi pilihan rektor (pilrek) periode berikutnya. Pemetaan ini menggunakan data kabinet rektor sejak 1998-2021, yang terdiri dari 6 rektor terpilih beserta para wakil/pembantu rektor yang ada pada masing-masing periode. Data diperoleh dari googling serta validasi menggunakan data dari rekan-rekan di kantor arsip UGM.

Tujuan utama dari pemetaan ini adalah sinau menggunakan Vosviewer. :)

Sebagai data awal, berikut merupakan data rektor UGM + pembantu/wakil rektor sejak 1998 berdasarkan fakultas.

(Tabel 1: data fakultas pada 6 periode rektor)

  1. 1998 - 2001: Fisipol, FE, FKU, FPn, FPt, FT, FTP
  2. 2002 - 2007: Fisipol, FE, FFa, FKH, FMIPA, FPn, FT
  3. 2007 - 2012: FT, FE, FFa
  4. 2012 - 2014: Fisipol, FE, FGeo, FT, FKU
  5. 2014 - 2017: FT, FE, FGeo, FH, FKU
  6. 2017 - 2022: FT, FE, FH, FKG, FTP
Koreksi:
Ada koreksi terkait asal Wakil Rektor pada periode nomor 1 dan 2. FTP seharusnya FPn, FKH seharusnya FPt. Saya belum bisa edit di sini, grafik perbaikan ada di sini.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, "kenapa sejak 1998?"

Jawabannya sederhana, karena saya masuk UGM pada 2001. Pada saat itu rektor yang sedang menjabat merupakan rektor periode 1998-2001. Atau bisa juga didasarkan bahwa pada masa-masa itulah perubahan model pilrek di UGM terjadi, seiring dengan berubahnya status menjadi BHMN. 😆

Oke, lanjut, ya. Data di atas diwadahi dalam software Zotero. Periode dipasang sebagai judul, nama orang (pejabat) pada masing-masing periode dipasang sebagai author, sementara asal fakultas dipasang sebagai tag. Kemudian data dialihkan dalam bentuk RIS, lalu divisualkan menggunakan Vosviewer berdasar nama pejabat yang ada di author,  serta visualisasi fakultas berdasarkan isian pada tag/kata kunci. 


Catatan: jika pada satu periode ada 2/lebih pejabat dari fakultas yang sama, maka nama fakultas hanya ditulis 1x saja.

Pola rektor sejak 1998
Sejak 1998, jabatan rektor di UGM hanya "dikuasai" oleh 2 fakultas saja, yaitu Fisipol dan FT. Dua fakultas ini berbagi rata. Dari 6 masa jabatan rektor, masing-masing menempatkan 3 rektor. Pola yang terbentuk: Fisipol, Fisipol, FT, Fisipol, FT, FT. Coba lihat polanya, rapih kan?.

Dua fakultas ini sama-sama memiliki 2 periode yang bersambung, serta 1 periode yang terhimpit fakultas lain. Namun, ada 1 catatan, yaitu salah satu dari 3 jabatan rektor yang ditempati FT hanya penyelesaian periode yang belum habis. Hal ini terjadi ketika Prof. Dwikorita (FT)  menggantikan Prof. Pratikno (Fisipol) yang diberi jabatan lebih tinggi: menteri. 

Catatan lain terkait pola rektor sejak 1998, yaitu meskipun ada fakultas yang bersambung pada 2 periode berturut-turut, namun jika acuannya nama rektor, maka belum pernah ada (baik dari FT maupun Fisipol) yang kadernya berhasil menduduki jabatan rektor pada 2 periode berturut-turut.

Apakah ada yang mencoba? Ada. Pada periode pemilihan 2002, menurut catatan Tempo, Prof. Ichlasul Amal mencoba ingin kembali menjabat rektor, namun gagal. Kemudian pada 2007, menurut catatan ini, Prof. Sofian juga hendak mencoba kembali menjabat rektor, namun gagal. Serta pada 2017, menurut catatan ini, Prof. Dwikorita juga berkeinginan menjabat rektor kembali, namun gagal.

Hal di atas bisa memiliki banyak tafsir. Misalnya tidak adanya rektor yang memiliki kinerja luar biasa sehingga memungkinkan terpilih kembali, atau selalu ada orang baru (pendatang) baru yang menawarkan harapan baru, atau bisa juga menunjukkan bahwa konstelasi "politik" kampus selalu dinamis.


Dominasi FT dan FE

Gambar 1: Kemunculan dan kekuatan jaringan

Gambar di atas menunjukkan kemunculan fakultas dalam jabatan rektor dan wakil rektor sejak 1998, serta kekuatan jaringannya. Terdapat 13 fakultas yang berkontribusi selama 6 periode rektor. Berarti ada 5 fakultas yang selama 6 periode ini tidak mendudukkan kadernya di jajaran rektor atau wakil/pembantu rektor, yaitu FIB, Filsafat, Psikologi, Biologi, Kehutanan. Ayo, terus berjuang!!

Berdasar gambar di atas, FT selama 6 periode rektor selalu ikut serta dalam kabinet. Rutin. Siapapun rektornya FT selalu ada. Ini juga berlaku untuk FE, bahkan meskipun FE belum pernah mendudukkan kadernya sebagai rektor pada 6 periode terakhir. Siapapun rektornya, FE juga selalu kebagian jatah wakil/pembantu rektor.

Lain halnya dengan Fisipol. Meski 3 dari 6 periode terakhir ini Fisipol berhasil mendudukkan kadernya sebagai rektor, namun peran di kabinet rektor ya hanya pada 3 periode rektor tersebut. Tidak ada kader Fisipol saat rektornya tidak dari Fisipol. Kenapa? ha embuh.

Kabinet FT dan Fisipol
Sebagai 2 fakultas yang mendominasi dalam mendudukkan kadernya sebagai rektor pada 6 periode terakhir, menarik untuk dilihat jejaring kabinetnya.

Namun, sebelum kita lihat kabinet dua fakultas ini, saya garis bawahi lagi fakta menarik, bahwa saat kader Fisipol menjadi rektor, selalu ada kader FT yang terlibat sebagai wakil/pembantu rektor. Namun saat kader FT menjadi rektor, kader Fisipol selalu tidak ada yang terlibat menjadi wakil/pembantu rektor.

Apakah hal tersebut karena Fisipol tidak mau, atau tidak ditawari/ajak, saya belum ada informasi. Anda punya?

Berikut gambar jejaring kabinetnya FT serta kabinetnya Fisipol.

Gambar 2: Jejaring kabinet FT 

Dalam menjalankan tugasnya sebagai rektor selama 3 periode, kader FT menempatkan wakil/pembantu rektor yang berasal dari fakultas teknik  dan fakultas lain. Terdapat 8 node (fakultas) jejaring, di antaranya FE, FFa, FGeo, FKU, FH, FTP, dan FKG.

Gambar 3: Jejaring kabinet Fisipol

Lain halnya dengan Fisipol. Meskipun sama-sama pernah menempatkan 3 kader sebagai rektor, namun berdasar gambar di atas, Fisipol lebih banyak memiliki jejaring fakultas yang ditempatkan sebagai wakil/pembantu rektor. Total ada 11 fakultas, yaitu Fisipol sendiri, kemudian FE, FKU, FPt, FTP, FGeo, FT, FPn, FFa, FKH, FMIPA. 

Bagaimana jika jejaring fakultas divisualkan secara keseluruhan? Hasilnya terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4: Jejaring kabinet rektor (keseluruhan)


Terlihat secara default visualisasi terbagi menjadi 2 kubu besar. Di kanan dimotori oleh Fisipol, sementara di sebelah kiri (merah) ada FE dan FT yang dominan. Meskipun dua fakultas ini ikut pada kelompok merah namun juga berada di tengah sebagai  jembatan antara kubu kanan (hijau) dan kiri (merah).

Tampak pula ada FPt yang menyendiri dengan warna biru. FPt (sesuai dengan gambar 1) hanya muncul 1x, namun jejaringnya agaknya imbang antara ke kubu hijau dan merah, sehingga membentuk warna sendiri. Hal ini berbeda dengan fakultas lain yang juga hanya muncul 1x, namun oleh Vosviewer dibaca kecenderungannya kuat ke kanan atau ke ke kiri.


Jejaring berdasarkan nama pejabat rektor atau wakil/pembantu rektor

Gambar 5: Jumlah keikutsertaan di kabinet rektor serta kekuatan jejaringnya

Nama pejabat rektor dan wakil rektor pada 6 periode terakhir, memiliki keterlibatan maksimal 2 kali pada kabinet rektor yang berbeda. Diantaranya Prof. Sudjarwadi, Prof. Retno Sunarminingsih, Prof. Didi Achjari, serta beberapa nama lainnya. Total ada 33 nama yang terlibat dalam kabinet rektor selama 6 periode terakhir. Data selengkapnya bisa dilihat pada gambar di atas.

Dari 33 nama pejabat rektorat pada 6 periode terakhir sejak 1998, jika divisualkan membentuk 3 kelompok jaringan, yang terdiri dari 5 klaster.
Gambar 6: Jejaring nama pejabat rektor/wakil rektor


Pada visual di atas terlihat tidak adanya jejaring dari klaster periode Prof. Ichlasul Amal dengan periode berikutnya. Jejaring pada periode Prof. Amal ini hanya sendirian. Ini berarti tidak ada pejabat pada periode ini yang ikut menjabat pada periode berikutnya.

Sementara itu, klaster Prof. Sofian Effendie dan Prof. Sudjarwadi membentuk satu kelompok. Hal ini berarti ada node (pejabat) yang turut serta pada 2 periode ini. Keturutsertaan satu atau lebih orang pada dua periode yang berurutan ini bisa dimaknai sebagai kemungkinan adanya potensi estafet ide (keberlanjutan ide) dari periode sebelumnya. 

Sayangnya, klaster Prof. Sofian dan Prof. Sudjarwadi tidak terhubung dengan klaster berikutnya.

Klaster setelah periode Prof. Sudjarwadi, yaitu klaster Prof. Pratikno, Prof. Dwikorita, dan Prof. Panut membentuk satu jaringan. Berarti pada 3 kelompok ini ada (minimal) 1 pejabat yang menjadi penghubung (bergabung dalam 2 kabinet berbeda), yang, seperti disebutkan sebelumnya, memungkinkan adanya kesinambungan ide antar periode. 


Bagaimana peluang pada pilrek 2022?
Jika melihat pola "Fisipol, Fisipol, FT, Fisipol, FT, FT" di atas, maka mestinya rektor periode berikutnya menjadi "jatah" Fisipol. Namun, karena rektor dipilih oleh MWA, maka kita wajib melihat komposisi MWA saat ini. Ya... sangat dimungkinkan, kan, hasrat-hasrat ingin menjabat rektor juga dimulai dari bagaimana penempatan para anggota MWA.  

😆

Dari informasi di sini, terlihat anggota Majelis Wali Amanat (MWA) 2021-2026 adalah sebagai berikut:
  1. Ir. Budi Karya Sumadi (Menteri Perhubungan) - FT
  2. Perry Warjiyo, S.E., M.Sc., Ph.D., (Gubernur Bank Indonesia) - FE
  3. Ir. Mochamad Basuki Hadimuljono, M.Sc., Ph.D., (Menteri PUPR) - FT
  4. Retno L.P Marsudi., S.IP., MA., (Menteri Luar Negeri) -  FISIPOL
  5. Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., (Mensesneg) - FISIPOL
  6. Ir. Agus Priyatno, IPU., (Direktur Umum Kaltim Methanol Indonesia) - FT
  7. Prof. Dr. Dato’ Sri Tahir, MBA., - Dr. (HC) bidang Kedokteran
  8. Ir. Ahmad Yuniarto (Dirut Pertamina Geothermal Energi) - FT
  9. Dr. Bagus Santoso, M.Soc.Sc. - FE
  10. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Psikolog. - FPsi
  11. Dr. dr. Rustamadji., M.Kes.  - FK
  12. Prof.dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.d. - FK
  13. Prof. Dr. Apt., Subagus Wahyuono, M.S.c. - FFa
  14. Prof. Dr. Chairil Anwar. - FMIPA
  15. Ade Agoes Kevin Dwi Kesuma Parta  - FH
  16. M. Nur Budiyanto. - Tendik bertugas di SV
MWA terdiri dari berbagai unsur. Dan, ternyata orang yang sudah menjabat menteri pun masih mau berkiprah di MWA. 

😊

Dari 16 nama di atas, jika difokuskan pada FT dan Fisipol yang pada 6 periode terakhir mendominasi posisi rektor, tampak komposisi anggota MWA yang memiliki pertalian dengan FT lebih banyak dari Fisipol, yaitu 4 orang. Sementara Fisipol ada 2 orang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa di atas kertas FT memiliki peluang lebih tinggi dari Fisipol.

Terkait pilihan rektor di UGM, kita tidak bisa melupakan Mendikbud. Lalu bagaimana peluang hinggapnya suara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat ini memang tidak berasal dari kampus. Namun, siapa orang yang berperan terkait perguruan tinggi di Kemdikbud? Jawabannya FT UGM. Hal ini bisa dilihat dari posisi Dirjen Dikti yang dijabat alumni FT UGM. Maka, sangat mungkin pandangan Dirjen ini akan menjadi salah satu dasar pilihan Mendikbud saat pilrek. Fakta ini bisa memperkuat posisi FT pada pilrek 2022. Atau dalam bahasa lainnya, calon dari FT punya kans besar untuk menjadi rektor kembali di 2022, sekaligus mencatatkan hattrick pertama kali sepanjang sejarah UGM.

Tentu saja, dengan catatan calon yang maju merupakan calon yang tepat. Selain memenuhi syarat, juga memiliki tingkat elektabilitas di kalangan MWA. Tidak mungkin juga MWA yang punya pertalian dengan FT akan memilih calon dari FT jika calon FT dirasa kurang memenuhi syarat.

Untuk visualisasi yang lebih interaktif, kami letakkan visualisasi di atas dalam VosViewer online di bawah ini: Gambar 7: Visualisasi asal fakultas rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)  

Gambar 8: Visualisasi nama rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)



Peluang di lapangan
Jika kita lihat data calon rektor 2017-2022 dari sini dan sini, rata-rata calon rektor atau orang yang mengajukan diri sebagai rektor merupakan dekan di fakultasnya masing-masing. 

Fisipol memiliki kader muda yang pada periode pilrek sebelumnya masuk 3 besar, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M. Si., yang semestinya bisa  menjadi calon potensial dari Fisipol pada periode 2022. Namun, saat ini, Prof.Erwan baru saja berpindah tugas sementara ke KEMENPAN.

Agaknya, karena pilrek kemungkinan diadakan di tahun 2022,  kecil kemungkinan Prof. Erwan untuk ikut nyalon. Atau mungkin beliau sudah melihat peta MWA, kemudian melihat tipisnya peluang Fisipol? Lalu memilih tugas ke KEMENPAN? Entahlah.

Semoga tetap muncul calon-calon potensial lainnya dari Fisipol.

Sementara itu, dari FT UGM, yang di atas kertas punya kans terbesar untuk 2022, selama ini dikenal memiliki banyak kader. Periode pemilihan 2017 saja terdapat 4 bakal calon, meskipun yang lolos hanya 3. Tentu saat ini pun cadangan kader itu masih ada, baik yang duduk di jajaran dekanat, maupun yang tidak. Jangan lupakan pula, FT punya kader yang saat ini ada di jajaran struktural UGM maupun pemerintahan. Siapa tau mereka kangen kampus, mau balik lagi. 😜

Bagaimana dengan fakultas lainnya?

Saya kira dan yakin banyak kader dari berbagai fakultas. Jika dilihat dari pencalonan periode 2017, ada nama Prof. Ali Agus, Prof. Mudrajat, Dr. Titi Savitri, Dr. Paripurna, yang pasti beberapa di antaranya secara usia masih memenuhi syarat. 

Semoga saja juga muncul nama-nama baru, yang lebih segar, fresh, visioner, punya keteguhan akademik, untuk memimpin UGM pada periode berikutnya. Juga lebih muda, idealis dan berani menegakkan muruah dunia akademik, perguruan tinggi dan para sivitas akademikanya. Serta mau dan mampu menempatkan pertimbangan benar-salah menjadi pertimbangan utama, bukan sekedar baik-buruk atau untung-rugi.

Kita perlu rektor yang ilmuwan benar-benar, bukan sekedar kepala administrasi

****

Beberapa catatan kesimpulan
  1. Sejak 1998, terdapat 6 kabinet rektor.
  2. Dari  6 kabinet itu, hanya ada 2 fakultas yang calonnya berhasil menjadi rektor: 3 dari Fisipol, 3 dari FT.
  3. Satu dari 3 yang dari FT "hanya" meneruskan jatah yang belum habis.
  4. Ketika Fisipol jadi rektor, FT selalu ikut ambil bagian sebagai wakil/pembantu rektor.
  5. Ketika FT jadi rektor, Fisipol selalu tidak ada dalam jajaran wakil/pembantu rektor.
  6. FT dan FE selalu mendapat peran dalam 6 kabinet rektor.
  7. Dari 6 periode kabinet rektor sejak 1998-2021, nama pejabat pada periode pertama membentuk 1 klaster terpisah. Periode 2 dan 3 saling terhubung; periode 4,5,6 juga saling terhubung.
  8. Dari catatan di atas kertas, FT punya peluang besar untuk jabatan rektor pada pilrek 2022, sekaligus peluang mencetak hattrick.
  9. Terkait dengan nomor 8, jika ingin mempertahankan trend serta "mengambil" jatah, FISIPOL harus mencari kader terbaik dengan tingkat popularitas dan keterpilihan tinggi. 
  10. Belum pernah ada rektor yang menjabat 2x berturut-turut.
  11. Meskipun yang berpeluang besar di tahun 2022 itu FT, saya kira agar sehat, harus ada pergantian rezim.
  12. FE, yang selama 6 periode selalu berkontribusi, mestinya punya modal sosial tinggi untuk menempatkan kadernya menjadi rektor.
  13. Pada 6 periode terakhir, terdapat 13 fakultas yang memiliki kader sebagai rektor maupun wakil/pembantu rektor; sedangkan 5 fakultas lain masih belum.

          Lalu, kalau anda, dari fakultas mana yang anda idamkan?
          Kalau saya, berharap rektor berikutnya giliran fakultas timur ja-kal. Syukur-syukur dari FIB, atau Filsafat. :)

          Kenapa? Menurut saya, UGM perlu mengalami dipimpin orang berjiwa sastra, atau juga filosof.  Serius!



          Sunday 9 May 2021

          Paijo ikut Konferensi IFLA

          Ketemu teman merupakan hal yang menyenangkan, juga berpotensi mengenyangkan. Bisa ngobrol ke sana dan ke sini. Ngobrolkan apa saja dan apa siji. Pokoke banyak. Hal ini juga berlaku di konferensi. Makanan pasti juga berlimpah.

          Hari ini, pada masa pandemi ini, Paijo dapat kesempatan tersebut. Dia pun serius mengikutinya. Tidak seperti umumnya konferensi yang dilakukan di gedung mewah, dengan biaya sak gajah, kali ini konferensi dilakukan di lapangan terbuka. Di tengah tegalan yang letaknya dekat sungai. Ndak perlu AC, karena sudah ada AA alias angin alami. Kadang juga ada AC, sih. Angin Conthong. Xixixi.

          Konsep acaranya jelas bukan lagi jalan-jalan yang dibungkus konferensi, seperti yang biasanya itu, tapi benar-benar full jalan-jalan. Tanpa tedeng aling-aling.

          Presenter yang mendapat undian pertama: Lek Was, petani brambang yang sudah beberapa kali panen.

          "Iki wis umur 48 hari," ucap Lek Was. Petani brambang itu sedang mempresentasikan tanamannya di depan Paijo dan Kang Supri. Menanggapi presentasi itu, keduanya manthuk-manthuk, lalu bertanya, "Kurang berapa hari lagi bisa panen?"

          "Ya, 12 hari lagi lah. Genap 60 hari, panen. Kemarin sudah ada PPL yang datang memeriksa. Katanya brambang ini bagus-bagus", ucap Lek Was mantap.

          Dia pun melanjutkan presentasinya tentang bagaimana strategi merawat tanaman brambang. Mulai dari pemupukan, penyemprotan, pengairan, dan semacamnya. "Pengairan juga dilakukan di malam hari," imbuhnya.

          We lha, elok tenan. Malam-malam masih saja berkutat dengan perbrambangan. "Kalau malam, di sini regeng. Banyak orang," katanya menceritakaan berkumpulkan para petani yang bertukar informasi sambil ngumpul di tegalan. Aspek gotong royong antar petani ini jadi kelebihan yang juga ditonjolkannya. Dia juga menunjukkan bagaimana cara membasmi ulat yang bersembunyi di dalam daun brambang. "Harus telaten," tegasnya.

          Presenter kedua, Kang Pri. Bukan brambang yang dia tanam, melainkan cabe hijau ukuran jumbo. Dia sengaja nanam yang jumbo. Harganya lebih bagus, demikian alasannya. Sudah 2 bulanan usianya. Daunnya sudah mulai lebat, bunga juga mulai muncul. Tanda-tanda kesuksesannya sudah di depan mata.

          "Ini, kalau bentuknya sudah seperti ini, sebentar lagi muncul cabenya," ucapnya penuh harap sambil menunjukkan salah satu batang cabe yang cukup subur. Senyum tersungging di bibirnya. Matanya berbinar. Ada harap yang begitu terasa, agar panenan kali ini benar-benar sukses.

          Paijo menarik nafas. Terkesima, nggumun. Ternyata rekan-rekannya sudah melesat jauh di depannya. Mereka tak lagi monoton dalam bertani. Tegalan yang dulu hanya ditanami PKK alias padi kacang ketela itu sekarang sudah bervariasi. Ada brambang, cabai, dan macam lainnya. Bahkan konon kabarnya ada tawaran nandur porang.

          "Pak Bupati sudah menawari, jika ada yang ada lahan dan mau, modal dan pemasaran siap", sela Kang Sunar, salah satu peserta yang datang terlambat. Berbeda dengan Lek Ran dan Kang Pri, Kang Sunar menanam kacang tanah. Beberapa contoh yang telah panen dia tunjukkan. Tampak biji kacang panenannya mentes dan gembodog. Gerr, cocok buat teman teh panas.

          "Nggowo wae, iso digodog," tawarnya pada Paijo, langsung diiyakan dengan wajah sumringah.

          ***

          Mendadak presentasi itu berhenti. Mobil angkutan barang lewat dengan terseok-seok karena beratnya muatan mencuri perhatian mereka.

          "Ngusung apa itu?" Paijo bertanya.

          "Melon. Total panen 18 ton"

          Paijo kaget. Elok tenan. Luar biasa. "Sedulurku wis literate babagan pertanian!"


          [[ selesai ]]

          IFLA: Imajiner Farm(er) Library(an) Associations