Thursday 22 September 2016

Ilmuwan (ilmu) Perpustakaan dan Informasi: laman profil dan karya intelektual mereka

S3 atau studi doktor merupakan jenjang pendidikan tertinggi.  Tidak semua orang dapat meraih  jenjang studi ini. Selain karena dana  dan kemampuan, juga bisa karena usia, maupun yang pasti suratan takdir.

Sebagai upaya berbagi kepada orang yang tidak dapat (atau belum dapat) mencerap jenjang pendidikan tersebut, sudah selayaknya jika para doktor ini berbagi kenikmatan ilmu yang dipelajarinya pada orang lain. Tentunya, dengan derajat doktor yang dipelajarinya, tulisan dan kajiannya akan memiliki bobot intelektual yang di atas rata-rata. Karena ini bidang perpustakaan, tentunya karya intelektual mereka memiliki kajian tajam pada bidang perpustakaan, yang dapat dijadikan pegangan dalam pengembangan perpustakaan.

Nama-nama yang saya temukan, sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Perannya terhadap perkembangan kepustakawanan di Indonesia, sudah tidak ada keraguan lagi. Berikut beberapa nama yang berhasil saya lacak, baik mahasiswa maupun sudah lulus, sekaligus tautan yang memperlihatkan karya-karya intelektual mereka.


Sri Rohyanti Zulaikha
Dosen IPI di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menyelesaikan S3 di UNY. Jejak karyanya dapat dilihat di:

Safirotu Khoir
Kesehariannya bekerja di Perpustakaan UGM.  Setelah tamat S2, mengabdi di UGM, menjadi pengurus FPPTI DIY, dan kemudian melanjutkan studi S3 di University of South Australia.

Jejak pemikirannya dapat dilacak lewat kumpulan tulisannya di

Bekti Mulatiningsih
Bekti Mulatiningsih is a PhD candidate at Queensland University of Technology (QUT). Her research focus lies within the domain of social media applications and the implications they can have on individuals and communities. Bekti is the recipient of the 2012 Australia Library and Information Association Student Award for her Master of Information Technology (Advanced) at QUT.
Ulasan di atas saya salin dari laman LinkedIn Bekti, yang beralamat di https://au.linkedin.com/in/bmulatiningsih. Jejak pemikirannya dapat dilacak melalui:
Disertasinya berjudul "LISprofessionals: Library and information science professionals' experience of social media" dapat diakses di https://eprints.qut.edu.au/112768/

Ida Fajar Priyanto
Pustakawan UGM, dan pernah menjadi kepala Perpustakaan UGM. Pak Ida juga mengajar di Pascasarjana UGM serta beberapa kampus lain. Selain itu juga pembicara di berbagai pertemuan ilmiah dalam dan luar negeri. Pak Ida menempuh S3 di North Texas University, Amerika.

Jejak tulisannya dapat di lihat di:

Purwani Istiana
Pustakawan UGM yang ditempatkan di Fakultas Geografi. Sedang menempuh S3 di UGM.

Herianto
I am a Higher Degree Research student at the QUT, Brisbane, Australia. I have more than 10 years experience working on different libraries such as school library, university library and company resource centre. (https://au.linkedin.com/in/heriyanto-068a5a27)
 Silakan lihat di bagian publikasi, pada laman LinkedIn Herianto. Disertasi Herianto berjudul "Understanding how Australian researchers experience open access as part of their information literacy" bisa diunduh melalui https://eprints.qut.edu.au/117651/


Imas Maesaroh
Dosen di UIN Sunan Ampel, Surabaya. Menempuh studi doktor di Curtin University

Nurdin Laugu 
Dosen ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga ini menyelesaikan S2 di Belanda. Sedangkan S3nya diselesaikan di UGM. Disertasinya berjudul "Representasi Kuasa Dalam Pengelolaan Perpustakaan Studi Kasus pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam di Yogyakarta" dapat dilihat di http://etd.repository.ugm.ac.id/

Disertasi ini juga telah dibukukan. Informasi promosi doktornya dapat dilihat di 
http://ugm.ac.id/id/berita/8525-perpustakaan.jadi.ruang.negosiasi.dan.kontestasi.aktor

Laman Google Scolar: https://scholar.google.co.id/citations?user=XUD-gJMAAAAJ&hl=id&oi=ao




Tafrikhuddin
Sehari-harinya merupakan dosen di UIN Sunan Kalijaga. Menyelesaikan S3 di UNY. Disertasinya berjudul "Sumber Belajar dan Dampaknya terhadap Pola Pikir dan Perilaku Keagamaan Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta)" dapat dilihat di http://eprints.uny.ac.id/13071/

Aditya Nugraha
Staf di Perpustakaan Universitas Petra Surabaya. Menyelesaikan S3 di Curtin University Australia, dengan disertasi berjudul "Institutional Repositories in the Indonesian Higher Education Sector: Current State and Future Prospect".



----------------||-----------------

Jika ditemukan data baru, akan ditambahkan.


,

Bagaimana jika sebuah artikel telah terbit, ternyata plagiat?

Meskipun telah melalui berbagai proses, sangat mungkin artikel yang telah terbit ternyata menyalahi aturan, dan diketahui dikemudian hari.
Aturan dapat berupa banyak hal. Terkait plagiat, diterbitkan di dua tempat, kesalahan data, kesalahan penulis (penulis palsu), dan lainnya.

Apa yang akan dilakukan oleh penerbit?
Elsevier menerapkan kebijakan Withdrawal, Retraction ,removal dan Replacement. (https://www.elsevier.com/about/company-information/policies/article-withdrawal)

Namun demikian, misalnya untuk yang Restracted, paper tetal available, namun ditandai dengan Restracted. Jika dilihat, sangat mengerikan. Karena selamanya orang akan membaca artikel tersebut lengkap dengan tanda tersebut.


Contoh di atas, ada di http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0165168405002458, maka mari kita hati-hati ketika hendak mengirimkan naskah untuk diterbitkan.

Selain contoh di atas, silakan bandingkan juga dua tesis berikut ini.
  1. http://eprints.undip.ac.id/18359/ Alawiya, Nayla (2009) COPYLEFT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PERBEDAAN PANDANGAN TENTANG HAK CIPTA DALAM MASYARAKAT ISLAM INDONESIA. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Deposit on 30 Jul 2010
  2. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30925 Copyleft Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kaitannya Terhadap Perkembangan Copyright (Hak Cipta) Pada Masyarakat Islam Indonesia, oleh Lubis, Muhammad Ikhsan, Issue date 1-Feb-2012
atau, dua artikel berikut:

Kejadian di atas, terjadi ketika kesalahan ada di pihak penulis. Bagaimana jika kesalahan di pihak penerbit?


Jika kesalahan ada di pihak penerbit
Masih ingat kasus artikel Inul Daratista? klik di http://www.purwo.co/2016/10/hot-artikel-agnes-monica-dan-inul.html.  Salah satu artikel yang mengatasnamakan Inul, ber-DOI 10.5897/AJAR12.148. Nah, ketika kita cek menggunakan DOI.ORG, ternyata tidak ditemukan. Prediksi saya, telah dihapus oleh penerbit?

Jika sebuah tulisan, terbit dan ditemukan masalah, ada dua kemungkinan. Pertama, jika masalah itu ada di sisi penulis, maka tulisan akan terpampang, dan bisa diberi tulisan RETRACTED, seperti contoh di atas. Mungkin, maksudnya untuk menghukum penulis, agar tidak main-main dan lebih hati-hati.
Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan penerbit. Dengan cara demikian, maka nama penerbit akan diperhitungkan, dan penulis tidak berani main-main.

Namun, jika kesalahan ada di pihak penerbit, maka dengan kekuasaannya, penerbit kemungkinan besar akan menghapusnya. Kenapa? karena tentunya itu aib penerbit, bukan aib penulis. Maka penerbit harus menghapusnya.

Itulah kejamnya kekuasaan.






Monday 19 September 2016

Menulis Ilmiah Populer di bidang perpustakaan


Selasa, 13 September 2016, saya mengikuti diskusi tentang menulis ilmiah populer. Pemantik diskusinya adalah I Made Andi Arsana, dosen Teknik Geodesi UGM. Beberapa kutipan saya peroleh, dan, seperti biasanya saya bawa kutipan tersebut ke ranah yang saya geluti, perpustakaan.
#memposisikan diri menjadi orang awam, ketika kita hendak mengantarkan bidang ilmu kita
Saya melihat, dunia tulis menulis, saat ini cukup populer bagi para pustakawan. Buku-buku terkait perpustakaan, khususnya yang populer banyak yang telah terbit. Ada kelas menulis pustakawan, blog pustakawan, tulisan di berbagai media massa tentang perpustakaan, dan semacamnya. Namun, untuk yang sifatnya ilmiah (keilmuan) yang disusun dengan bahasa populer, menurut saya masih perlu diperbanyak.
Masih sedikit tulisan populer bidang ilmu perpustakaan (khususnya para akademisi) yang menarik dibaca namun tetap punya bobot keilmuwan atau kemanfaatan bagi para praktisi. Dulu saya menemukan iperpin, yang ditulis oleh Pak Putu. Tulisan Pak Putu di blog tersebut, saya yakin ditulis dengan seruis, dangan tata bahasa yang apik agar mudah dipahami. Saking senengnya, sampai saya unduh menggunakan web copier, agar bisa saya urai dan baca setiap saya butuh, tanpa harus terkoneksi internet.
Menulis bidang kepustakawan untuk orang awam, juga bentuk promosi ilmu perpustakaan (dan informasi).
Jika dilihat, sebenarnya banyak ilmuwan bidang perpustakaan, namun dibutuhkan pula yang mampu membahasakan ilmu perpustakaan (dan informasi) lebih membumi dan menyajikan point jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh pustakawan. Atau menurunkan teori ilmu perpustakaan (dan informasi) dalam bahasa yang renyah, dan tulisan yang mudah diakses.
Belum lagi, jika pembacanya adalah bukan pustakawan, atau tidak memiliki pendidikan ilmu perpustakaan. Mungkin, akan lebih menarik lagi jika ilmu perpustakaan dapat dihantarkan kepada orang awam, atau siswa yang potensial jadi mahasiswa dengan bahasa awam, populer agar lebih mengena.
jangan sampai, justru banyak tulisan populer kepustakawanan oleh orang yang tidak berlatar belakang ilmu perpustakaan?
#menganalisis isu populer dengan ilmu kita
Perpustakaan masih dirasa dipinggirkan, namun para pustakawan berontak dan menyatakan bahwa perpustakaan itu penting. Teriakan “kami penting”, atau “perpustakaan itu penting”, tidak akan ada artinya jika tidak dibuktikan dengan kontribusi. Perpustakaan, banyak diungkap selalu dihubungkan dengan bagaimana informasi itu dikelola. Berbagai isu populer, jika ditelisik juga berkaitan dengan informasi. Mampukan ilmu perpustakaan (dan informasi) ikut menelaah dan memberi sudut pandang terkait berbagai masalah yang ada saat ini? Memang, tidak semuanya bisa dianalisis dengan ilmu perpustakaan dan informasi. Namun, setidaknya yang bisa ditelisik dengan IPI, itulah lahan garapan untuk berperan/berkontribusi pada isu/masalah sekitar.
jangan sampai pegiat yang bukan berlatar belakang ilmu perpustakaan, lebih peduli dengan perpustakaan.
#menulis populer, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pada penyandang dana
Menulis di jurnal adalah sebuah kebanggaan, namun menulis populer di media selain jurnal juga memiliki kontribusi yang bernilai pula. Mulai dari blog, opini koran, suara pembaca, dan berbagai rubrik lainnya. Menulis populer dengan sasaran non pustakawan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban profesi pada khalayak ramai. Apalagi bagi pustakawan yang digaji negara.
#yang dijual adalah bonusnya
Kutipan di atas sangat menarik menurut saya. “Handphone, saat ini yang dijual bukan kemampuan SMS atau menelpon, namun kemampuannya memotret dan juga kapasitas prosesornya sehingga nyaman untuk berinternet”, begitu analogi dari Pak Andi. Kemampuan pustakawan yang wajib dimiliki, mestinya juga bukan lagi nilai lebih jika ingin promosi diri. Namun kemampuan non-kepustakawanan justru akan mendongkrak nilai tawar pustakawan atau calon pustakawan. Pustakawan yang mahir jadi MC, mahir stand-up comedy, mahir kaligrafi, mahir menggambar kartun, menulis cerpen, justru nilai lebih tersendiri.
Apa yang sebaiknya dilakukan praktisi?
Dihadapkan pada berbagai istilah perkembangan bidang perpustakaan, bagi praktisi, seperti ditempatkan pada ruang yang terjepit di empat penjurunya. Pustakawan praktisi memang bukan akademisi (pendidik ilmu perpustakaan). Di perguruan tinggi, pustakawan juga bukan seorang civitas akademika.
“Belajar sepanjang hayat”, yang berlaku bagi siapapun, tentunya juga berlaku bagi praktisi pustakawan. Penjabarannya sederhana: belajar kapanpun, dimanapun, dari siapapun. Mencoba melakukan hal baru, mencoba menguasai kemampuan baru, termasuk di dalamnya adalah menulis populer agar khalayak ramai tahu apa itu perpustakaan, dan apa itu ilmu perpustakaan dari sudut pandang yang paling shahih, yaitu para pustakawan.
Apakah semua harus menulis populer? Tentunya kudu berbagi peran, sasaran jurnal ilmiah level nasional, bahkan internasional juga kudu dimainkan. Tergantung kita, para pustakawan, mau memilih jalan yang mana.


Friday 16 September 2016

, ,

Tentang Summon, keterangan Altmetric dan fitur terkait

Pencarian melalui Summon UGM, (ugm.id/ss) memunculkan berbagai sumber ilmiah yang dilanggan UGM dan dari perpustakaan UGM.
Fitur pertama adalah filtering. Seperti gambar di samping, maka si pencari informasi dapat memilih dengan beberapa kategori: fulltext online, atau berdasar content type tertentu.


Selain filtering, pencarian memunculkan beberapa fitur.


Altmetric, seperti gambar di samping, berada di sebelah kanan, berbentuk lingkaran berwaarna. Tiap warna memiliki arti sendiri. Hijau untuk twitter, kuning untuk blog, dan biru untuk facebook. Ada angka yang menyertai gambar tersebut. Lingkaran tersebut, berarti artikel terkait memiliki angka popularitas tertentu dari beberapa sumber. Angka tersebut dihitung oleh Altmetric mulai tahun dan bulan tertentu. Lihat gambar di bawah ini.

Sumber klik, juga klik
Pengihutunga masing-masing sumber tidak dimulai dari waktu yang sama. Selain itu, bobotnya juga tidak sama.
Blog dan news memiliki nilai paling tinggi, disusul wikipedia dan lainnya. Jejaring sosial twitter dan facebook hanya memiliki nilai 1 dan 0.25.


Selain informasi almetric, summon juga memungkinkan kita untuk menyimpan hasil pencarian, mengirim hasil pencarian ke email, atau mengutip dengan berbagai gaya kutipan, serta mengeksport metadata ke berbagai format.





sumber klik
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Summon, silakan unduh slide presentasi yang diunggah oleh Forum Pustakawan UGM, di tautan ini.

Monday 5 September 2016

,

Feed Reader pada jurnal online: apa fungsinya?



 Kadang, dalam penelusuran jurnal kita menemukan fitur feed yang dilambangkan dengan kotak dengan garis melengkung di dalamnya. Apa fungsinya dan bagaimana menggunakannya?

Lihat gambar pertama, pada laman jurnal tersebut ada fitur get new article feed, dan get new open access article feed. Dua fitur ini, jika diklik, maka akan diarahkan ke gambar 2. Terdapat sebuah URL rss reader. URL ini dapat dicopy dan dimasukkan ke RSS reader software.  Maka software akan mampu menampilkan artikel terbaru berdasar kategori. Ada dua jenis fitur rss ini, 1) url untuk dipasang di rss reader, 2) kode html untuk dipasang di laman post web.

Lihat pada gambar 3. Terdapat beberapa menu jurnal di samping kiri, dan ada judul di tengah, serta detail dari judul di kanan. Judul tersebut adalah judul terbaru dari jurnal yang dipilih. Judul dipanggil menggunakan URL rss.
Dengan cara ini, maka seorang penikmat jurnal dapat mengetahui artikel terbaru sebuah jurnal dengan tanpa perlu masuk ke URL jurnal dan melakukan pencarian. Namun telah disajikan pada rss feed reader yang terinstall. Pada satu software rss reader dapat dipasang beberapa url rss.

Selain jurnal, berbagai portal berita juga menyediakan rss feed. Nah, dengan cara ini, tak perlu buka laman web sebuah portal berita untuk tahu berita terbaru. Pasang saja rss-nya.

Untuk rss yang di-embed di laman web, contoh dapat dilihat di http://lib.ft.ugm.ac.id/web/scopus-ft/. Laman tersebut diambil dari Scopus yang menampilkan artikel terbaru civitas FT UGM yang terindeks Scopus.

Saturday 3 September 2016

, , ,

Ngudo roso pustakawan: antara seminar dan pelatihan atau workshop bidang perpustakaan

Mungkin karena keterbatasan pengetahuan atau pemahaman saya, namun saya pikir pikir antara seminar dan pelatihan kok lebih menarik pelatihan, ya.
Banyak seminar bidang perpustakaan, namun di era sekarang, materi seminar menurut saya dapat diperoleh dari berbagai tempat. Intinya tak perlu datang ikut seminar. Sumber informasi isu yang diseminarkan juga banyak, tinggal unduh dan baca, bahkan jika ingin diskusi point seminar langsung dengan pembicara juga dapat dilakukan via email atau jaringan online lainnya. Seminar itu seolah kok ada jarak antara peserta dan pembicara. Mungkin juga ada yang ikut seminar ya mung lungo, teko, oleh sertifikat.
Sementara pelatihan, menurut saya lebih punya manfaat bagi pustakawan, karena ada praktik yang bisa dimanfaatkan. Loh, bukannya juga bisa praktik sendiri? Bisa. Keduanya bisa. Namun dari keduanya itu kok kayake lebih mengena pelatihan, ya.
Namun, nilai "bertemu dengan orang lain secara langsung", itu yang berharga, baik di seminar atau workshop. Maka ketika ikut seminar atau pelatihan, salah satu yang harus dilakukan adalah memperluas jejaring.

Apakah kemudian seminar tidak penting? atau pelatihan lebih perlu daripada seminar?
Seminar tetap penting. Namun, mana yang lebih penting akan tergantung pada pandangan orang-perorang dengan berbagai latarbelakang kepentingannya.
Mungkin pandangan saya tersebut juga dipengaruhi oleh posisi saya yang pustakawan, praktisi, bukan akademisi (dosen ilmu perpustakaan atau semacamnya). "Sebagai praktisi dan orang teknis, maka sing dipentingke yang riil-riil saja", mungkin demikian singkatnya menurut saya, setidaknya saat saya menuliskan status ini. Ketika mendengar paparan para ahli, yang saya cermati adalah "lalu apa yang seharusnya saya lakukan?", jika saya mendapatkan point dari paparannya, maka saya anggap paparannya bagus. Namun jika saya kurang bisa menangkap point "apa yang harus saya lakukan", maka itu berarti saya yang kurang pengetahuan.
Boleh setuju, boleh tidak. Rapopo, #singpentingmadhiang

Thursday 1 September 2016

, ,

FPPTI DIY, salah satu kawah tempat saya belajar

FPPTI, atau  Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia, khususnya yang ada di wilayah DIY merupakan organisasi penting dalam sejarah kepustakawanan saya. Di organisasi inilah, dari tidak tahu saya menjadi tahu banyak hal dengan berbagai dinamikanya.

Berawal dari pinangan Bu Umi Proboyekti tahun 2010, saya mengiyakan ketika diajak menjadi pengurus FPPTI DIY. Saya duduk di divisi TI bersama Ibu Anastasia Tri Susiati, MA (Kepala Perpustakaan UAJY). Saat itu saya masih bekerja di Perpustakaan Teknik Geologi UGM. Pinangan yang menurut saya sangat luar biasa, saya terima. Saya fikir tak ada salahnya saya belajar kepada orang lain, dan belum saya kenal.

Profil Umi Proboyekti saya cari di internet. Saya dapatkan berbagai informasi dan keterkarikan beliau pada literasi informasi. Tak aneh jika Beliau menjadi salah satu pemrakarsa LI di DIY. "Ah, pasti saya akan banyak belajar dan mendapat banyak hal", fikir saya. Namun, apa yang bisa saya beri ketika saya mendapat banyak hal?. Sambil jalanlah, sambil belajar.

Pada kepengurusan 2010-2013 ini pula, saya mendapat kesempatan pergi belajar ke Brunei Darussalam mengikuti acara kepustakawanan. Tentunya, lagi-lagi ini menjadi wadah belajar yang sangat berarti bagi saya. Mulai dari persiapan presentasi, melakukan presentasi, persiapan berangkat, pulang, termasuk cari dana **halah**. Berbagai tema diskusi FPPTI periode ini, saya ikuti. Bahkan dengan murah hati pengurus, saya diminta mengisi salah satu sesi DIP atau Dialog Ilmiah Perpustakaan. Grogi tak terkira menjelang acara, namun terimakasih tak terhingga untuk semua pengurus. Pada periode ini pula, pertama kali saya mendapat pengalaman menjadi panitia kegiatan nasional, Munas FPPTI 2012 di Yogyakarta. (tentang munas ini, klik di sini). Luar biasa tentunya.

Pergantian kepengurusan menuju 2013-2016 diselingi dengan tragedi "tiwul".

Pada 2013-2016, ketika ketua terpilih mencari pengurus, saya diajak kembali. Bu Susi, yang menjadi ketua periode ini menempatkan saya di divisi SDM. Hahaha, tak terkira berapa banyak pembelajaran saya pada periode ini. Meski rodo mbeling, namun terimakasih saya dimaklumi. Selain pengalaman dalam bentuk kegiatan di Jogja atau di luar Jogja, pengalaman juga saya dapatkan dalam bentuk diskusi ide yang berseliweran. Baik dari kepala masing-masing kami, atau dari luar yang dibawa ke pengurus. Alangkah beruntungnya saya, jika saya tidak jadi pengurus, pastinya saya tidak akan mendapat kesempatan memperoleh berbagai ide atau informasi terkini dunia kepustakawanan. Paling tidak, energi untuk memperolehnya lebih sedikit. Terimakasih..

Dua periode, atau kurang lebih 6 tahun, atau sekitar 74 purnama saya ikut bersama FPPTI DIY. Terimakasih atas semuanya.

Akhirnya, pada periode berikutnya... saya ucapkan selamat mengemban amanah untuk pengurus 2016-2019. Teman-teman pasti bisa, "beban amanah tak akan salah memilih pundaknya" (ups, saya mengutip siapa ya, yang pasti ini buka kata-kata saya, saya pernah dengar kalimat ini dari istri saya, sumber aslinya mungkin ini). Menjadi pengurus FPPTI DIY adalah pengalaman berharga, percayalah.

FPPTI DIY merupakan wadah yang tepat untuk pengembangan diri pustakawan Jogja.

Selamat menjalankan tugas, dan sukses.. Semakin banyak orang yang mendapatkan kesempatan menjadi pengurus FPPTI, semakin baik pula untuk perkembangan kepustakawanan DIY.

Terimakasih FPPTI DIY atas semuanya, dan mohon maaf atas semua kekurangan saya.Terimakasih pula untuk semua pihak, termasuk UGM yang memberi saya kesempatan menjadi pengurus organisasi kepustakawanan di luar UGM.