Saturday, 5 December 2020
[[ koalisi partai di pilkada Gunungkidul ]]
Iseng mencoba membuat visualisasi tentang koalisi partai di pilkada GK. Khusus pilkada langsung sejak 2005-saat ini, yang berarti ada 4 kali pilkada. Tiga kali diantaranya sudah terlaksana. Dari 4 pilkada ini terdapat 29 peserta/partai yang ikut kontes, dengan berbagi jejaring koalisi. Satu diantaranya independent.
Pilkada ke empat, tahun 2020 ini peta koalisinya agak berubah. PDIP percaya diri dengan maju sendiri lagi. Sementara PAN tetap berkoalisi seperti periode sebelumnya. Namun koalisinya beda dengan koalisi ketika memenangkan pilkada langsung ketiga. Calon yang diusung PAN pada pilkada tahun ini, beda dengan yang dimenangkannya diperiode lalu. Padahal biasanya PAN dalam kesuksesan sebelumnya selalu melibatkan calon yang sebelumnya diusung, baik bupatinya (sebagai pencalonan periode berikutnya, maupun wakilnya). Wakil bupati pilkada lalu, di tahun 2020 ini justru dicalonkan partai lain. PAN percara diri dengan calon baru.
Sunday, 25 October 2020
Tantangan untuk ISIPII
Sore itu, selepas hujan lebat pergi, Paijo merenung. Lama dia tidak merenung. Pada masa pandemi ini, sebenarnya dia banyak di rumah. Kerja. Online. Daring istilah bakunya. Namun, justru kerja online dari rumah ini membuatnya kurang produktif dalam merenung untuk kemudian menuliskannya.
Sore itu dia berusaha sekuat pikiran, untuk merenung. Beberapa diskusi, atau tepatnya lontaran diskusinya, mendapat tanggapan. Dan itu membuatnya merenung. Menerka arah dan argumen yang muncul dari rekan-rekannya.
****
Sekelebat dia ingat, masih tentang perpustakaan, pustakawan, dan kepustakawanan. Konon kabarnya, di negara lain yang dianggap maju perpustakaannya, pustakawan itu pendidikannya unik.
Kalau pendidikan tinggi dasarnya tentang perpustakaan, maka jenjang berikutnya pustakawan tidak mengambil lagi studi perpustakaan. Namun mengambil pendidikan lain. Atau sebaliknya. Pendidikan tinggi dasarnya tentang ilmu lain, kemudian pustakawan akan ambil masternya tentang perpustakaan.
Hal itulah yang kemudian (salah satunya) dianggap berkontribusi pada skill dan pengetahuan pustakawan.
Namun, di Indonesia tidak demikian. Banyak pustakawan yang tidak bosan sekolah tentang perpustakaan, atau kini diperluas dengan informasi. Diplomanya perpustakaan, sarjana perpustakaan, masternya juga demikian. Tidak bosan. Ya, seperti Paijo sendiri. Haha.
"Hanya doktor yang tidak", batinnya. Ya. Jelas. Di Indonesia belum ada program doktor ilmu perpustakaan. Ada, sih. Tapi program nebeng.
Paijo berfikir. Kudunya tidak demikian. Ya, minimal jika ingin sama seperti negara tetangga, lah. Kan selama ini begitu kebiasaan membandingkannya. Pustakawan tidak boleh sekolah terus di bidang perpustakaan. Ini harus dikampanyekan. Kudu variasi. Biar enak, menantang, dan tidak bosan.
Lalu siapa yang harus mengampanyekannya?
"Tidak ada yang lain. Ya para lulusannya", bathin Paijo. Juga organisasi lulusannya. Organisasi yang mewadahi para sarjana ilmu perpustakaan. "ISIPII," ucap Paijo setengah teriak.
"Untuk pengembangan kepustakawanan Indonesia, kami serukan pada para sarjana IPI untuk merdeka ambil S2 di bidang apapun"
Wani ra?
Tapi apa ISIPII berani? Paijo tidak yakin.
Renungan itu menyisakan tantangan.
Selesai
Friday, 16 October 2020
Mau melakukan parafrasa? pakai aplikasi ini
https://quillbot.com/
Beralamat di quillbot.com. Terdiri dari 2 jenis: free dan premium.
Untuk fersi free, setiap proses maksimal 400 karakter, serta hanya bisa dengan mode standard dan fluency.
Untuk versi premium akan aktif pula mode creative, suggestive, dan concision. Tersedia juga pengaturan sinomim.
https://spinbot.com/
Beralamat di spinbot.com. Terdiri dari 2 jenis: free dan no more ads.
Versi free, dalam satu kali proses dibatasi 10.000 karakter, dengan tambahan opsi pengecualian kata yang ditulis kapital.
Sementara untuk versi berbayar dengan penggunaan tidak terbatas di setiap bulannya. Spinbot juga terhubung dengan paraphrasing-tool.com.
Silakan coba juga:
https://typoonline.com/
https://www.ejaan.id/
Saturday, 5 September 2020
Heboh panggilan profesor
Jika yang dipanggil itu memang seorang profesor, maka sudah semestinya demikian. Jika yang dipanggil itu bukan profesor, sangat mungkin yang dipanggil itu juga menikmati. Sambil membayangkan jadi profesor beneran.
Bagi yang punya kemungkinan jadi profesor, dan secara karir sangat mungkin mencapai maka itu sebentuk doa. Bagi orang yang bekerja di perguruan tinggi sebagai pengajar, atau di lembaga riset yang memiliki jenjang sampai profesor. Juga bagi anak-anak, yang itu sebentuk doa dan cita-cita. Maka semoga ijabah.
Namun, bagi yang tidak mungkin memperolehnya, tidak memiliki syarat atau lingkungannya tidak memungkinkan, maka itu jadi membentuk angan-angan mustahil. Ngenteni tuwuhing jamur ing mangsa ketiga. Bahkan bisa jadi justru panggilan itu menjerumuskannya pada angan yang mustahil kesampaian. Khawatirnya kita justru ngumbulke pada impian yang tidak mungkin terwujud.
Maka, hati hati menyebut profesor pada seseorang.
Kecuali itu panggilan sayang. Iya, panggilan sayang. Sepertinya yang sedang viral sekarang.
"Bukan begitu, Prof.?"
Nyetir mobil
Tu de poin. Saya ndak bisa nyetir mobil. Ya. Serius. Pada usia saya yang 30 sekian.
Sebab pertama, memang saya tak punya mobil. Sehingga bukan kebiasaan atau tidak terbiasa. Sebab kedua: saya tidak belajar. Tidak ada keinginan kuat untuk belajar nyetir mobil. Keinginan lemah sih ada.
Misalnya, pernah suatu ketika diajak belajar oleh kakak saya. Kakak ipar saya ini jago nyetir. Di tempatnya bekerja sering jadi jujugan ketika pimpinan hendak ke luar kota. Saya belajar nyetir padanya. Muter muter di lapangan. Hanya itu. Dua kali kalau tidak keliru. Dan tetap belum bisa.
Saat itulah saya tahu rahasia nyetir mobil. Saya baru tahu bahwa perpindahan gigi mobil itu sama atau mirip untuk semua jenis mobil. Ah. Polos banget saya ini. Dulu saya mikir, "kok orang gampang banget nyetir mobil A lalu pindah mobil B?".
Selain itu, ternyata as ban depan lah yang jadi patokan ketika belok. Tentu juga dengan rasa. Perasaan. Termasuk perasaan terhadap moncong mobil bagian depan.
Mestinya menyetir menjadi kebutuhan di jaman sekarang. Tidak harus punya mobil. Dalam keadaan darurat, pakai mobil orang atau pinjaman, juga bisa. Namun, bisa juga tidak. Toh sudah ada layanan mobil online. Ya. Tergantung kebutuhan.
Meski sebenarnya pengen juga bisa nyetor. Eh, nyetir. Namun, Saya masih menikmati ketidakbisaan dalam menyetir.
Salah satunya menjadi alasan untuk tidak begitu aktif dalam organisasi. Organisasi daerah atau nasional. Pengurus setidaknya harus bisa nyetir. Syukur punya mobil.
Kan memalukan, kalau ada tamu, lalu saya jemput pakai motor. Atau ngojek. Jadi, kalau saya ndak mau gabung dalam organisasi daerah atau nasional, salah satunya menjaga muruah organisasi.
Jangan sampai nama baik organisasi rusak, gara-gara pengurusnya ada yang ndak bisa nyetir. 😀
Note: ini tulisan sore, menulis untuk apa saja untuk menjaga dan latihan menulis.
Menulis
Malam tadi, tepatnya petang kemarin, ada obrolan di pustakawan blogger. Melalui Zoom, online. Pesertanya tembus 70-an. Pada saat ditutup masih ada 63 bertahan. Bagi saya ini banyak. Sangat banyak.
---
Tema-nya tentang kisah para blogger. Ada beberapa pemantik. Sebagai blogger, saya pun ikut.
Sebagai bahan cerita, saya mengingat lagi awal mula ngeblog. Sulit ternyata. Hanya mengandalkan jejak postingan pertama, bulan Maret 2007. 13 tahun lalu. Tentang alasan saya ngeblog? entah. Saya lupa.
Ada beberapa jenis tulisan saya di blog. Pertama salin tempel. Jujur saya pernah melakukan ini. Tentu dengan menyebut sumber. Biasanya untuk tulisan yang saya anggap menarik. Salin tempel ini terjadi pada awal ngeblog.
Kemudian tentang pekerjaan. Biasanya terkait panduan atau catatan yang saya anggap penting untuk saya, dalam melayani mahasiswa. Dari pada catatan tercecer, maka saya tulis di blog. Supaya mudah ketika membutuhkannya lagi.
Pada periode beberapa tahun terakhir, tulisan lebih banyak diwarnai oleh perenungan. Perenungan ini, sebagian besar saya kemas dengan karakter Paijo dan Karyo.
Perenungan, dan kemudian saya lanjutkan dengan berfikir kritis, saya lakukan dengan mendekati fenomena/trend kepustakawanan dari sisi yang berbeda. Dengan demikian, saya mendapatkan pandangan yang kadang bertolak belakang. Pandangan ini kemudian saya benturkan dengan teori yang dianggap mapan. Ketika saya memperoleh argumen, maka kemudian saya tulis.
Tulisan saya posting. Kadang ada yang baca. Bahkan rame komentarnya. Para doktor ikut nimbrung. Kadang tidak. Tidak mengapa.
Ada juga yang japri saya. Mengatakan sepakat atau sepaham. Namun sungkan mau menuliskan. Ah. Ternyata saya tidak sendiri.
Dari sinilah, kemudian saya memperoleh alasan, betapa rapuhnya beberapa (baca: tidak semua) perkembangan konsep dalam bidang perpustakaan.
Saya tidak menampik, bahwa ada yang tidak sepakat, atau menganggap perenungan saya itu mubadzir. Bahkan mungkin lucu. Saya, pada beberapa hal, dianggap mengulang perenungan para pemikir perpustakaan generasi sebelumnya. Saya sendiri tidak tahu pemikir mana yang sama pikirannya dengan saya. Tidak mengapa. Saya nikmati proses dalam diri saya ini.
*
Tujuan saya menulis tidak agar terkenal. Saya ikut belajar h-indeks, g-indeks, dan beberapa angka lainnya. Meski saya bekerja di perpustakaan yang kultur ilmiahnya kental, bahkan saya menjadi bagian yang mendukungnya, namun agaknya dalam hal angka impact ini saya belum/tidak ketularan. Saya menulis, setidaknya sampai saat ini, tidak agar h-indeks atau kutipan naik atau alasan serupa lainnya.
Saya menulis, ya buat menulis. Menuangkan pikiran, belajar merangkai kalimat, paragraf.
Mungkin karena alasan inilah, saya jarang bisa nembus konferensi atau pertemuan ilmiah kepustakawanan. Bahkan, terakhir saya nulis di jurnal, sudah 4 tahun lalu. Rentang waktunya jauh dengan tulisan sebelumnya.
*
Meski sekarang populer vlog, podcast, dan lainnya, namun menulis tetap punya tempatnya sendiri. Tulisan, bagi saya memiliki derajat yang lebih tinggi.
Jumungah Pon 16 Sura Jimakir AJ 1954
Wednesday, 8 July 2020
Dua kekeliruan penerjemahan Indonesian Library Association
Paijo: "Apa beda library dan librarian, Kang?"Karyo: "Ya jelas beda. Library kui perpustakaan. Librarian itu pustakawan."
Karyo: "Lengkap kok tidak menemukan. Maksudmu piye, Jo?"Paijo: "menengo wae sik, Kang!".
Mosok perpustakaan punya status perkawinan atau jenis kelamin?
Paijo: "Kang. Saking lengkapnya, sampai tautan susunan pengurus juga..... ndak fungsi. xixi"Karyo: "Hus.
Nah, fakta di atas menunjukan secara kasat mata. Ceta wela-wela. Bahwa anggota IPI itu pustakawan saja. Manusia. Beda dengan IFLA atau ALA. Jadi ndak ada alasan pembenaran memilih Library dari pada Librarian sebagai nama versi bahasa Inggrisnya.
Paijo: "apa tidak malu dengan negara tetangga ya Kang?
Karyo: "mana itu, Jo?"Paijo: "Malaysia, Kang!"
Karyo: "Hmm, kok aku jadi khawatir ya, Jo"Paijo: "Khawatir bagaimana, kang?"Karyo: "Kalau sampai ditertawakan profesi lain, piye?"
Karyo: "Kenapa tertawa, Jo?"
Monday, 8 June 2020
Install manual plug-in ms Word di Mendeley
Jika pernah, coba anda install manual. Caranya seperti di bawah ini:
- klik ADD, lalu cari file Mendeley.xxx.dotm yang letaknya (secara default) ada di folder hasil install Mendeley. Cari sendiri yak. :)
- File .dotm yang ada di folder hasil install Mendeley tadi, silakan copi dulu lalu paste di C:/user/nama/AppData/Roaming/Microsoft/Word/Startup/. Setelah itu baru di lakukan proses ADD
Monday, 23 March 2020
Form to Email: add on untuk google form
"Form to Email" sends the respondent's answers directly to the forms owner, to help him answer fastest after clicking "reply".
Dengan add on ini, kita bisa menerima pemberitahuan jika ada pengisi/responden baru. Kemudian membalasnya langsung melalui email.
Form ini ada di https://gsuite.google.com/marketplace/app/form_to_email/168498712758?pann=cwsdp&hl=en