Sunday 9 May 2021

Paijo ikut Konferensi IFLA

Ketemu teman merupakan hal yang menyenangkan, juga berpotensi mengenyangkan. Bisa ngobrol ke sana dan ke sini. Ngobrolkan apa saja dan apa siji. Pokoke banyak. Hal ini juga berlaku di konferensi. Makanan pasti juga berlimpah.

Hari ini, pada masa pandemi ini, Paijo dapat kesempatan tersebut. Dia pun serius mengikutinya. Tidak seperti umumnya konferensi yang dilakukan di gedung mewah, dengan biaya sak gajah, kali ini konferensi dilakukan di lapangan terbuka. Di tengah tegalan yang letaknya dekat sungai. Ndak perlu AC, karena sudah ada AA alias angin alami. Kadang juga ada AC, sih. Angin Conthong. Xixixi.

Konsep acaranya jelas bukan lagi jalan-jalan yang dibungkus konferensi, seperti yang biasanya itu, tapi benar-benar full jalan-jalan. Tanpa tedeng aling-aling.

Presenter yang mendapat undian pertama: Lek Was, petani brambang yang sudah beberapa kali panen.

"Iki wis umur 48 hari," ucap Lek Was. Petani brambang itu sedang mempresentasikan tanamannya di depan Paijo dan Kang Supri. Menanggapi presentasi itu, keduanya manthuk-manthuk, lalu bertanya, "Kurang berapa hari lagi bisa panen?"

"Ya, 12 hari lagi lah. Genap 60 hari, panen. Kemarin sudah ada PPL yang datang memeriksa. Katanya brambang ini bagus-bagus", ucap Lek Was mantap.

Dia pun melanjutkan presentasinya tentang bagaimana strategi merawat tanaman brambang. Mulai dari pemupukan, penyemprotan, pengairan, dan semacamnya. "Pengairan juga dilakukan di malam hari," imbuhnya.

We lha, elok tenan. Malam-malam masih saja berkutat dengan perbrambangan. "Kalau malam, di sini regeng. Banyak orang," katanya menceritakaan berkumpulkan para petani yang bertukar informasi sambil ngumpul di tegalan. Aspek gotong royong antar petani ini jadi kelebihan yang juga ditonjolkannya. Dia juga menunjukkan bagaimana cara membasmi ulat yang bersembunyi di dalam daun brambang. "Harus telaten," tegasnya.

Presenter kedua, Kang Pri. Bukan brambang yang dia tanam, melainkan cabe hijau ukuran jumbo. Dia sengaja nanam yang jumbo. Harganya lebih bagus, demikian alasannya. Sudah 2 bulanan usianya. Daunnya sudah mulai lebat, bunga juga mulai muncul. Tanda-tanda kesuksesannya sudah di depan mata.

"Ini, kalau bentuknya sudah seperti ini, sebentar lagi muncul cabenya," ucapnya penuh harap sambil menunjukkan salah satu batang cabe yang cukup subur. Senyum tersungging di bibirnya. Matanya berbinar. Ada harap yang begitu terasa, agar panenan kali ini benar-benar sukses.

Paijo menarik nafas. Terkesima, nggumun. Ternyata rekan-rekannya sudah melesat jauh di depannya. Mereka tak lagi monoton dalam bertani. Tegalan yang dulu hanya ditanami PKK alias padi kacang ketela itu sekarang sudah bervariasi. Ada brambang, cabai, dan macam lainnya. Bahkan konon kabarnya ada tawaran nandur porang.

"Pak Bupati sudah menawari, jika ada yang ada lahan dan mau, modal dan pemasaran siap", sela Kang Sunar, salah satu peserta yang datang terlambat. Berbeda dengan Lek Ran dan Kang Pri, Kang Sunar menanam kacang tanah. Beberapa contoh yang telah panen dia tunjukkan. Tampak biji kacang panenannya mentes dan gembodog. Gerr, cocok buat teman teh panas.

"Nggowo wae, iso digodog," tawarnya pada Paijo, langsung diiyakan dengan wajah sumringah.

***

Mendadak presentasi itu berhenti. Mobil angkutan barang lewat dengan terseok-seok karena beratnya muatan mencuri perhatian mereka.

"Ngusung apa itu?" Paijo bertanya.

"Melon. Total panen 18 ton"

Paijo kaget. Elok tenan. Luar biasa. "Sedulurku wis literate babagan pertanian!"


[[ selesai ]]

IFLA: Imajiner Farm(er) Library(an) Associations


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi