Saturday 29 May 2021

Sertifikat

Si Sertifikat populer sejak pandemi. Barang lembaran itu jadi primadona, meskipun harga dirinya turun.

Ya. Pada masa pandemi yang memunculkan banyak seminar daring ini, nilai tawar sertifikat justru turun drastis. Dengan beberapa trik, nyaris tanpa usaha dan modal, orang mudah dapat sertifikat.

****

Kata “sertifikat” dituliskan di poster-poster, di teks WA berantai. Tambah sangar sudah jika ditambah “gratis”: GRATIS SERTIFIKAT. Apalagi dengan kuota tak terbatas: Free Seminar 1000 peserta -  Free sertifikat. Museum rekor pun mungkin kewalahan mencatatnya.

Namun, seksinya sertifikat itu ternyata juga membuat kepala pening. 

“Sebel saya kalau pas presentasi ada yang tanya: link sertifikatnya mana?”, kata Dr. Ciprut, dosen tersohor di kampusnya. Pertanyaan tentang sertifikat itu sebenarnya hanya di ruang obrolan pertemuan maya, namun tetap saja mengganggu. Bagaimana tidak, wong saat seminar luring ndak pernah ada peserta yang angkat tangan tanya sertifikat. Apalagi, Dr. Ciprut merupakan dosen senior, mana ada yang berani. Tentu ini perubahan yang ekstrim. 

Sama meski tidak persis, dengan yang dialami Dr. Kuprit. URL presensi seminar yang dikelolanya tersebar di berbagai grup WA. Presensi itu jadi dasar pembuatan sertifikat. Efeknya bisa ditebak. Banyak yang tidak hadir, namun mengisi presensi. Karena presensi ini diset otomatis ke sistem sertifikat, maka banyak gundul-gundul yang tidak hadir, tapi dapat sertifikat. Sindikat yang luar biasa, sistematis, masif dan terencana. Sekaligus mencermintakan  solidaritas yang tinggi. Top. Tapi tetap bikin pening.

“Lha, kok ya URL presensi disebar di grup WA. Harusnya kan hanya boleh di ruang seminar saja,” kata Dr. Kuprit sambil tertawa. Ngakak. Geli campur sedih. Mungkin juga marah. Karena geli, sedih, juga marah itu mungkin wajah inteleknya jadi berubah: imut dan lucu.

**********

Sore itu sehabis Magriban, Paijo makan malam bersama istrinya. Lesehan saja di rumah, dengan menu sebungkus nasi goreng ukuran jumbo.

Setelah acara makan bersama itu selesai, Paijo membuka obrolan. “Saya ndak habis pikir, Bu,” ucap Paijo. “Ada dosen yang marah-marah, gara-gara waktu presentasi di seminar online, pesertanya malah tanya link sertifikat,” lanjutnya.

“Ya wajar, tho,” istrinya menjawab. Pendek saja.


Paijo heran, kenapa jawaban istrinya cuma sependek itu. Malah dianggap wajar. “Ya wajar, wong tanyanya pas sedang presentasi, jadinya ya terganggu,” imbuh istri Paijo sebelum ditanya.

“Lho, ya ndak bisa begitu. Mosok yang disalahkan selalu pesertanya,” tanggap Paijo.

“Harusnya dosen itu juga introspeksi diri, bertanya pada dirinya sendiri tentang materi yang dia bawakan, mungkin tidak menarik. Atau mungkin peserta sudah bosan, dan semacamnya. Sebagai sesama pustakawan, jelas aku merasa tersinggung juga” tambah Paijo.

“Bentar, Kang. Itu jane dosen apa dan siapa pesertanya?”, tanya Istri Paijo.

“Yang presentasi dosen (ilmu) perpustakaan, pesertanya para pustakawan,” jawab Paijo.

“Wo. Pantes saja, kang,” kata istri Paijo sambil mberesi piring.

“Lho, pantas bagaimana tho, Bu?”, tanya Paijo.

“Itu sudah kodrat, Kang. Pustakawan itu yang memang mungkin levelnya baru segitu. Nyari sertifikat. Kudune dosen-dosen itu sadar juga, bahwa itulah realita dari para produknya sendiri, yang tentu saja mencerminkan kualitas produsennya. Wong dosen juga demikian. Sama saja, kok,” ungkap Istri Paijo.

“Memangnya dosen ilmu perpustakaan juga pada cari sertifikat?”, Paijo heran sambil bertanya.

“Iya. Tapi bentuknya beda. Kalau pustakawan itu kesempatannya ya berburu sertifikat, namun kalau dosen (ilmu) perpustakaan memburu sertifikat (si) + tunjangannya,” tegas Istri Paijo sambil membuka kran, lalu sibuk mencuci piring.

Paijo mlongo. Dia sadar. Ternyata memang sama saja. Podho wae. Ora bedo. Tidak pada rumangsa.

Pikirannya membuat kesimpulan. Sertifikat hanya jadi pemikat kehadiran di seminar, dikemas seksi agar menggoda orang mau gabung. Di pihak lain ada yang begitu getol mencari. Bahkan berburu. Klop.

Inilah masa, ketika sertifikat bukan menjadi bukti kualitas seseorang "setelah", namun menjadi penarik seseorang "sebelum" sebuah acara dimulai.

[[ tamat ]]

Sumber gambar: pixabay

Wednesday 26 May 2021

, ,

Inilah peta jejaring kabinet rektor UGM sejak 1998, prediksi rektor 2022, serta peluang hattrick FT UGM

Iseng saja, melihat peta kabinet rektor UGM sejak 1998-2021. Keisengan ini saya lakukan pas liburan, Rabu kemarin, tanggal 26 Mei 2021, atau 14 Sawal tahun 1954 Jimakir.

Pemetaan ini dilakukan untuk mendukung analisis koalisi dalam kabinet rektor di UGM, serta bagaimana kemungkinan kompetisi pilihan rektor (pilrek) periode berikutnya. Pemetaan ini menggunakan data kabinet rektor sejak 1998-2021, yang terdiri dari 6 rektor terpilih beserta para wakil/pembantu rektor yang ada pada masing-masing periode. Data diperoleh dari googling serta validasi menggunakan data dari rekan-rekan di kantor arsip UGM.

Tujuan utama dari pemetaan ini adalah sinau menggunakan Vosviewer. :)

Sebagai data awal, berikut merupakan data rektor UGM + pembantu/wakil rektor sejak 1998 berdasarkan fakultas.

(Tabel 1: data fakultas pada 6 periode rektor)

  1. 1998 - 2001: Fisipol, FE, FKU, FPn, FPt, FT, FTP
  2. 2002 - 2007: Fisipol, FE, FFa, FKH, FMIPA, FPn, FT
  3. 2007 - 2012: FT, FE, FFa
  4. 2012 - 2014: Fisipol, FE, FGeo, FT, FKU
  5. 2014 - 2017: FT, FE, FGeo, FH, FKU
  6. 2017 - 2022: FT, FE, FH, FKG, FTP
Koreksi:
Ada koreksi terkait asal Wakil Rektor pada periode nomor 1 dan 2. FTP seharusnya FPn, FKH seharusnya FPt. Saya belum bisa edit di sini, grafik perbaikan ada di sini.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, "kenapa sejak 1998?"

Jawabannya sederhana, karena saya masuk UGM pada 2001. Pada saat itu rektor yang sedang menjabat merupakan rektor periode 1998-2001. Atau bisa juga didasarkan bahwa pada masa-masa itulah perubahan model pilrek di UGM terjadi, seiring dengan berubahnya status menjadi BHMN. 😆

Oke, lanjut, ya. Data di atas diwadahi dalam software Zotero. Periode dipasang sebagai judul, nama orang (pejabat) pada masing-masing periode dipasang sebagai author, sementara asal fakultas dipasang sebagai tag. Kemudian data dialihkan dalam bentuk RIS, lalu divisualkan menggunakan Vosviewer berdasar nama pejabat yang ada di author,  serta visualisasi fakultas berdasarkan isian pada tag/kata kunci. 


Catatan: jika pada satu periode ada 2/lebih pejabat dari fakultas yang sama, maka nama fakultas hanya ditulis 1x saja.

Pola rektor sejak 1998
Sejak 1998, jabatan rektor di UGM hanya "dikuasai" oleh 2 fakultas saja, yaitu Fisipol dan FT. Dua fakultas ini berbagi rata. Dari 6 masa jabatan rektor, masing-masing menempatkan 3 rektor. Pola yang terbentuk: Fisipol, Fisipol, FT, Fisipol, FT, FT. Coba lihat polanya, rapih kan?.

Dua fakultas ini sama-sama memiliki 2 periode yang bersambung, serta 1 periode yang terhimpit fakultas lain. Namun, ada 1 catatan, yaitu salah satu dari 3 jabatan rektor yang ditempati FT hanya penyelesaian periode yang belum habis. Hal ini terjadi ketika Prof. Dwikorita (FT)  menggantikan Prof. Pratikno (Fisipol) yang diberi jabatan lebih tinggi: menteri. 

Catatan lain terkait pola rektor sejak 1998, yaitu meskipun ada fakultas yang bersambung pada 2 periode berturut-turut, namun jika acuannya nama rektor, maka belum pernah ada (baik dari FT maupun Fisipol) yang kadernya berhasil menduduki jabatan rektor pada 2 periode berturut-turut.

Apakah ada yang mencoba? Ada. Pada periode pemilihan 2002, menurut catatan Tempo, Prof. Ichlasul Amal mencoba ingin kembali menjabat rektor, namun gagal. Kemudian pada 2007, menurut catatan ini, Prof. Sofian juga hendak mencoba kembali menjabat rektor, namun gagal. Serta pada 2017, menurut catatan ini, Prof. Dwikorita juga berkeinginan menjabat rektor kembali, namun gagal.

Hal di atas bisa memiliki banyak tafsir. Misalnya tidak adanya rektor yang memiliki kinerja luar biasa sehingga memungkinkan terpilih kembali, atau selalu ada orang baru (pendatang) baru yang menawarkan harapan baru, atau bisa juga menunjukkan bahwa konstelasi "politik" kampus selalu dinamis.


Dominasi FT dan FE

Gambar 1: Kemunculan dan kekuatan jaringan

Gambar di atas menunjukkan kemunculan fakultas dalam jabatan rektor dan wakil rektor sejak 1998, serta kekuatan jaringannya. Terdapat 13 fakultas yang berkontribusi selama 6 periode rektor. Berarti ada 5 fakultas yang selama 6 periode ini tidak mendudukkan kadernya di jajaran rektor atau wakil/pembantu rektor, yaitu FIB, Filsafat, Psikologi, Biologi, Kehutanan. Ayo, terus berjuang!!

Berdasar gambar di atas, FT selama 6 periode rektor selalu ikut serta dalam kabinet. Rutin. Siapapun rektornya FT selalu ada. Ini juga berlaku untuk FE, bahkan meskipun FE belum pernah mendudukkan kadernya sebagai rektor pada 6 periode terakhir. Siapapun rektornya, FE juga selalu kebagian jatah wakil/pembantu rektor.

Lain halnya dengan Fisipol. Meski 3 dari 6 periode terakhir ini Fisipol berhasil mendudukkan kadernya sebagai rektor, namun peran di kabinet rektor ya hanya pada 3 periode rektor tersebut. Tidak ada kader Fisipol saat rektornya tidak dari Fisipol. Kenapa? ha embuh.

Kabinet FT dan Fisipol
Sebagai 2 fakultas yang mendominasi dalam mendudukkan kadernya sebagai rektor pada 6 periode terakhir, menarik untuk dilihat jejaring kabinetnya.

Namun, sebelum kita lihat kabinet dua fakultas ini, saya garis bawahi lagi fakta menarik, bahwa saat kader Fisipol menjadi rektor, selalu ada kader FT yang terlibat sebagai wakil/pembantu rektor. Namun saat kader FT menjadi rektor, kader Fisipol selalu tidak ada yang terlibat menjadi wakil/pembantu rektor.

Apakah hal tersebut karena Fisipol tidak mau, atau tidak ditawari/ajak, saya belum ada informasi. Anda punya?

Berikut gambar jejaring kabinetnya FT serta kabinetnya Fisipol.

Gambar 2: Jejaring kabinet FT 

Dalam menjalankan tugasnya sebagai rektor selama 3 periode, kader FT menempatkan wakil/pembantu rektor yang berasal dari fakultas teknik  dan fakultas lain. Terdapat 8 node (fakultas) jejaring, di antaranya FE, FFa, FGeo, FKU, FH, FTP, dan FKG.

Gambar 3: Jejaring kabinet Fisipol

Lain halnya dengan Fisipol. Meskipun sama-sama pernah menempatkan 3 kader sebagai rektor, namun berdasar gambar di atas, Fisipol lebih banyak memiliki jejaring fakultas yang ditempatkan sebagai wakil/pembantu rektor. Total ada 11 fakultas, yaitu Fisipol sendiri, kemudian FE, FKU, FPt, FTP, FGeo, FT, FPn, FFa, FKH, FMIPA. 

Bagaimana jika jejaring fakultas divisualkan secara keseluruhan? Hasilnya terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4: Jejaring kabinet rektor (keseluruhan)


Terlihat secara default visualisasi terbagi menjadi 2 kubu besar. Di kanan dimotori oleh Fisipol, sementara di sebelah kiri (merah) ada FE dan FT yang dominan. Meskipun dua fakultas ini ikut pada kelompok merah namun juga berada di tengah sebagai  jembatan antara kubu kanan (hijau) dan kiri (merah).

Tampak pula ada FPt yang menyendiri dengan warna biru. FPt (sesuai dengan gambar 1) hanya muncul 1x, namun jejaringnya agaknya imbang antara ke kubu hijau dan merah, sehingga membentuk warna sendiri. Hal ini berbeda dengan fakultas lain yang juga hanya muncul 1x, namun oleh Vosviewer dibaca kecenderungannya kuat ke kanan atau ke ke kiri.


Jejaring berdasarkan nama pejabat rektor atau wakil/pembantu rektor

Gambar 5: Jumlah keikutsertaan di kabinet rektor serta kekuatan jejaringnya

Nama pejabat rektor dan wakil rektor pada 6 periode terakhir, memiliki keterlibatan maksimal 2 kali pada kabinet rektor yang berbeda. Diantaranya Prof. Sudjarwadi, Prof. Retno Sunarminingsih, Prof. Didi Achjari, serta beberapa nama lainnya. Total ada 33 nama yang terlibat dalam kabinet rektor selama 6 periode terakhir. Data selengkapnya bisa dilihat pada gambar di atas.

Dari 33 nama pejabat rektorat pada 6 periode terakhir sejak 1998, jika divisualkan membentuk 3 kelompok jaringan, yang terdiri dari 5 klaster.
Gambar 6: Jejaring nama pejabat rektor/wakil rektor


Pada visual di atas terlihat tidak adanya jejaring dari klaster periode Prof. Ichlasul Amal dengan periode berikutnya. Jejaring pada periode Prof. Amal ini hanya sendirian. Ini berarti tidak ada pejabat pada periode ini yang ikut menjabat pada periode berikutnya.

Sementara itu, klaster Prof. Sofian Effendie dan Prof. Sudjarwadi membentuk satu kelompok. Hal ini berarti ada node (pejabat) yang turut serta pada 2 periode ini. Keturutsertaan satu atau lebih orang pada dua periode yang berurutan ini bisa dimaknai sebagai kemungkinan adanya potensi estafet ide (keberlanjutan ide) dari periode sebelumnya. 

Sayangnya, klaster Prof. Sofian dan Prof. Sudjarwadi tidak terhubung dengan klaster berikutnya.

Klaster setelah periode Prof. Sudjarwadi, yaitu klaster Prof. Pratikno, Prof. Dwikorita, dan Prof. Panut membentuk satu jaringan. Berarti pada 3 kelompok ini ada (minimal) 1 pejabat yang menjadi penghubung (bergabung dalam 2 kabinet berbeda), yang, seperti disebutkan sebelumnya, memungkinkan adanya kesinambungan ide antar periode. 


Bagaimana peluang pada pilrek 2022?
Jika melihat pola "Fisipol, Fisipol, FT, Fisipol, FT, FT" di atas, maka mestinya rektor periode berikutnya menjadi "jatah" Fisipol. Namun, karena rektor dipilih oleh MWA, maka kita wajib melihat komposisi MWA saat ini. Ya... sangat dimungkinkan, kan, hasrat-hasrat ingin menjabat rektor juga dimulai dari bagaimana penempatan para anggota MWA.  

😆

Dari informasi di sini, terlihat anggota Majelis Wali Amanat (MWA) 2021-2026 adalah sebagai berikut:
  1. Ir. Budi Karya Sumadi (Menteri Perhubungan) - FT
  2. Perry Warjiyo, S.E., M.Sc., Ph.D., (Gubernur Bank Indonesia) - FE
  3. Ir. Mochamad Basuki Hadimuljono, M.Sc., Ph.D., (Menteri PUPR) - FT
  4. Retno L.P Marsudi., S.IP., MA., (Menteri Luar Negeri) -  FISIPOL
  5. Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., (Mensesneg) - FISIPOL
  6. Ir. Agus Priyatno, IPU., (Direktur Umum Kaltim Methanol Indonesia) - FT
  7. Prof. Dr. Dato’ Sri Tahir, MBA., - Dr. (HC) bidang Kedokteran
  8. Ir. Ahmad Yuniarto (Dirut Pertamina Geothermal Energi) - FT
  9. Dr. Bagus Santoso, M.Soc.Sc. - FE
  10. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Psikolog. - FPsi
  11. Dr. dr. Rustamadji., M.Kes.  - FK
  12. Prof.dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.d. - FK
  13. Prof. Dr. Apt., Subagus Wahyuono, M.S.c. - FFa
  14. Prof. Dr. Chairil Anwar. - FMIPA
  15. Ade Agoes Kevin Dwi Kesuma Parta  - FH
  16. M. Nur Budiyanto. - Tendik bertugas di SV
MWA terdiri dari berbagai unsur. Dan, ternyata orang yang sudah menjabat menteri pun masih mau berkiprah di MWA. 

😊

Dari 16 nama di atas, jika difokuskan pada FT dan Fisipol yang pada 6 periode terakhir mendominasi posisi rektor, tampak komposisi anggota MWA yang memiliki pertalian dengan FT lebih banyak dari Fisipol, yaitu 4 orang. Sementara Fisipol ada 2 orang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa di atas kertas FT memiliki peluang lebih tinggi dari Fisipol.

Terkait pilihan rektor di UGM, kita tidak bisa melupakan Mendikbud. Lalu bagaimana peluang hinggapnya suara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat ini memang tidak berasal dari kampus. Namun, siapa orang yang berperan terkait perguruan tinggi di Kemdikbud? Jawabannya FT UGM. Hal ini bisa dilihat dari posisi Dirjen Dikti yang dijabat alumni FT UGM. Maka, sangat mungkin pandangan Dirjen ini akan menjadi salah satu dasar pilihan Mendikbud saat pilrek. Fakta ini bisa memperkuat posisi FT pada pilrek 2022. Atau dalam bahasa lainnya, calon dari FT punya kans besar untuk menjadi rektor kembali di 2022, sekaligus mencatatkan hattrick pertama kali sepanjang sejarah UGM.

Tentu saja, dengan catatan calon yang maju merupakan calon yang tepat. Selain memenuhi syarat, juga memiliki tingkat elektabilitas di kalangan MWA. Tidak mungkin juga MWA yang punya pertalian dengan FT akan memilih calon dari FT jika calon FT dirasa kurang memenuhi syarat.

Untuk visualisasi yang lebih interaktif, kami letakkan visualisasi di atas dalam VosViewer online di bawah ini: Gambar 7: Visualisasi asal fakultas rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)  

Gambar 8: Visualisasi nama rektor dan wakil rektor UGM 1998-2021 (gunakan Shift + Scroll untuk zoom in/out)



Peluang di lapangan
Jika kita lihat data calon rektor 2017-2022 dari sini dan sini, rata-rata calon rektor atau orang yang mengajukan diri sebagai rektor merupakan dekan di fakultasnya masing-masing. 

Fisipol memiliki kader muda yang pada periode pilrek sebelumnya masuk 3 besar, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M. Si., yang semestinya bisa  menjadi calon potensial dari Fisipol pada periode 2022. Namun, saat ini, Prof.Erwan baru saja berpindah tugas sementara ke KEMENPAN.

Agaknya, karena pilrek kemungkinan diadakan di tahun 2022,  kecil kemungkinan Prof. Erwan untuk ikut nyalon. Atau mungkin beliau sudah melihat peta MWA, kemudian melihat tipisnya peluang Fisipol? Lalu memilih tugas ke KEMENPAN? Entahlah.

Semoga tetap muncul calon-calon potensial lainnya dari Fisipol.

Sementara itu, dari FT UGM, yang di atas kertas punya kans terbesar untuk 2022, selama ini dikenal memiliki banyak kader. Periode pemilihan 2017 saja terdapat 4 bakal calon, meskipun yang lolos hanya 3. Tentu saat ini pun cadangan kader itu masih ada, baik yang duduk di jajaran dekanat, maupun yang tidak. Jangan lupakan pula, FT punya kader yang saat ini ada di jajaran struktural UGM maupun pemerintahan. Siapa tau mereka kangen kampus, mau balik lagi. 😜

Bagaimana dengan fakultas lainnya?

Saya kira dan yakin banyak kader dari berbagai fakultas. Jika dilihat dari pencalonan periode 2017, ada nama Prof. Ali Agus, Prof. Mudrajat, Dr. Titi Savitri, Dr. Paripurna, yang pasti beberapa di antaranya secara usia masih memenuhi syarat. 

Semoga saja juga muncul nama-nama baru, yang lebih segar, fresh, visioner, punya keteguhan akademik, untuk memimpin UGM pada periode berikutnya. Juga lebih muda, idealis dan berani menegakkan muruah dunia akademik, perguruan tinggi dan para sivitas akademikanya. Serta mau dan mampu menempatkan pertimbangan benar-salah menjadi pertimbangan utama, bukan sekedar baik-buruk atau untung-rugi.

Kita perlu rektor yang ilmuwan benar-benar, bukan sekedar kepala administrasi

****

Beberapa catatan kesimpulan
  1. Sejak 1998, terdapat 6 kabinet rektor.
  2. Dari  6 kabinet itu, hanya ada 2 fakultas yang calonnya berhasil menjadi rektor: 3 dari Fisipol, 3 dari FT.
  3. Satu dari 3 yang dari FT "hanya" meneruskan jatah yang belum habis.
  4. Ketika Fisipol jadi rektor, FT selalu ikut ambil bagian sebagai wakil/pembantu rektor.
  5. Ketika FT jadi rektor, Fisipol selalu tidak ada dalam jajaran wakil/pembantu rektor.
  6. FT dan FE selalu mendapat peran dalam 6 kabinet rektor.
  7. Dari 6 periode kabinet rektor sejak 1998-2021, nama pejabat pada periode pertama membentuk 1 klaster terpisah. Periode 2 dan 3 saling terhubung; periode 4,5,6 juga saling terhubung.
  8. Dari catatan di atas kertas, FT punya peluang besar untuk jabatan rektor pada pilrek 2022, sekaligus peluang mencetak hattrick.
  9. Terkait dengan nomor 8, jika ingin mempertahankan trend serta "mengambil" jatah, FISIPOL harus mencari kader terbaik dengan tingkat popularitas dan keterpilihan tinggi. 
  10. Belum pernah ada rektor yang menjabat 2x berturut-turut.
  11. Meskipun yang berpeluang besar di tahun 2022 itu FT, saya kira agar sehat, harus ada pergantian rezim.
  12. FE, yang selama 6 periode selalu berkontribusi, mestinya punya modal sosial tinggi untuk menempatkan kadernya menjadi rektor.
  13. Pada 6 periode terakhir, terdapat 13 fakultas yang memiliki kader sebagai rektor maupun wakil/pembantu rektor; sedangkan 5 fakultas lain masih belum.

          Lalu, kalau anda, dari fakultas mana yang anda idamkan?
          Kalau saya, berharap rektor berikutnya giliran fakultas timur ja-kal. Syukur-syukur dari FIB, atau Filsafat. :)

          Kenapa? Menurut saya, UGM perlu mengalami dipimpin orang berjiwa sastra, atau juga filosof.  Serius!



          Sunday 9 May 2021

          Paijo ikut Konferensi IFLA

          Ketemu teman merupakan hal yang menyenangkan, juga berpotensi mengenyangkan. Bisa ngobrol ke sana dan ke sini. Ngobrolkan apa saja dan apa siji. Pokoke banyak. Hal ini juga berlaku di konferensi. Makanan pasti juga berlimpah.

          Hari ini, pada masa pandemi ini, Paijo dapat kesempatan tersebut. Dia pun serius mengikutinya. Tidak seperti umumnya konferensi yang dilakukan di gedung mewah, dengan biaya sak gajah, kali ini konferensi dilakukan di lapangan terbuka. Di tengah tegalan yang letaknya dekat sungai. Ndak perlu AC, karena sudah ada AA alias angin alami. Kadang juga ada AC, sih. Angin Conthong. Xixixi.

          Konsep acaranya jelas bukan lagi jalan-jalan yang dibungkus konferensi, seperti yang biasanya itu, tapi benar-benar full jalan-jalan. Tanpa tedeng aling-aling.

          Presenter yang mendapat undian pertama: Lek Was, petani brambang yang sudah beberapa kali panen.

          "Iki wis umur 48 hari," ucap Lek Was. Petani brambang itu sedang mempresentasikan tanamannya di depan Paijo dan Kang Supri. Menanggapi presentasi itu, keduanya manthuk-manthuk, lalu bertanya, "Kurang berapa hari lagi bisa panen?"

          "Ya, 12 hari lagi lah. Genap 60 hari, panen. Kemarin sudah ada PPL yang datang memeriksa. Katanya brambang ini bagus-bagus", ucap Lek Was mantap.

          Dia pun melanjutkan presentasinya tentang bagaimana strategi merawat tanaman brambang. Mulai dari pemupukan, penyemprotan, pengairan, dan semacamnya. "Pengairan juga dilakukan di malam hari," imbuhnya.

          We lha, elok tenan. Malam-malam masih saja berkutat dengan perbrambangan. "Kalau malam, di sini regeng. Banyak orang," katanya menceritakaan berkumpulkan para petani yang bertukar informasi sambil ngumpul di tegalan. Aspek gotong royong antar petani ini jadi kelebihan yang juga ditonjolkannya. Dia juga menunjukkan bagaimana cara membasmi ulat yang bersembunyi di dalam daun brambang. "Harus telaten," tegasnya.

          Presenter kedua, Kang Pri. Bukan brambang yang dia tanam, melainkan cabe hijau ukuran jumbo. Dia sengaja nanam yang jumbo. Harganya lebih bagus, demikian alasannya. Sudah 2 bulanan usianya. Daunnya sudah mulai lebat, bunga juga mulai muncul. Tanda-tanda kesuksesannya sudah di depan mata.

          "Ini, kalau bentuknya sudah seperti ini, sebentar lagi muncul cabenya," ucapnya penuh harap sambil menunjukkan salah satu batang cabe yang cukup subur. Senyum tersungging di bibirnya. Matanya berbinar. Ada harap yang begitu terasa, agar panenan kali ini benar-benar sukses.

          Paijo menarik nafas. Terkesima, nggumun. Ternyata rekan-rekannya sudah melesat jauh di depannya. Mereka tak lagi monoton dalam bertani. Tegalan yang dulu hanya ditanami PKK alias padi kacang ketela itu sekarang sudah bervariasi. Ada brambang, cabai, dan macam lainnya. Bahkan konon kabarnya ada tawaran nandur porang.

          "Pak Bupati sudah menawari, jika ada yang ada lahan dan mau, modal dan pemasaran siap", sela Kang Sunar, salah satu peserta yang datang terlambat. Berbeda dengan Lek Ran dan Kang Pri, Kang Sunar menanam kacang tanah. Beberapa contoh yang telah panen dia tunjukkan. Tampak biji kacang panenannya mentes dan gembodog. Gerr, cocok buat teman teh panas.

          "Nggowo wae, iso digodog," tawarnya pada Paijo, langsung diiyakan dengan wajah sumringah.

          ***

          Mendadak presentasi itu berhenti. Mobil angkutan barang lewat dengan terseok-seok karena beratnya muatan mencuri perhatian mereka.

          "Ngusung apa itu?" Paijo bertanya.

          "Melon. Total panen 18 ton"

          Paijo kaget. Elok tenan. Luar biasa. "Sedulurku wis literate babagan pertanian!"


          [[ selesai ]]

          IFLA: Imajiner Farm(er) Library(an) Associations


          Thursday 6 May 2021

          Menulis parafrasa dalam beberapa kalimat atau paragrap

          Kawan,

          Ketika cek dokumen menggunakan turnitin, saya kerap menemukan kasus seperti ini (ilustrasi saja):

          Paragrap  pertama terdeteksi/blok (baik blok keseluruhan maupun potongan), tanpa sumber. Sementara paragrap kedua terdeteksi/blok (baik blok keseluruhan maupun potongan), namun ada sumber.



          Ternyata, kalimat pada paragrap pertama sumbernya dari sumber yang sama dengan paragrap 2.

          Atau kasus lain seperti ini: sebuah paragrap terblok semua, padahal sumbernya nyempil di akhir. Seperti contoh ini:



          Nah, dari web APA Style ini ( https://apastyle.apa.org ), saya peroleh panduan sebagaimana gambar di atas. Cara melakukan parafrasa jika hasilnya lebih dari 1 kalimat, atau lanjut ke paragrap baru.






          Jika tidak hati-hati, khawatirnya paragrap atau kalimat yang tanpa sumber tadi, oleh pembaca akan dianggap milik penulis paper, bukan hasil parafrasa


          Saturday 1 May 2021

          , , , , ,

          Siapa pengguna dan bagaimana bekerjanya Skihup?

          http://www.sciencemag.org/news/2016/04/whos-downloading-pirated-papers-everyone

          http://www.sciencemag.org/news/2016/05/survey-most-give-thumbs-pirated-papers

          https://scholarlykitchen.sspnet.org/2016/02/25/sci-hub-how-does-it-work/

          If Sci-Hub cannot locate a copy in LibGen, it then uses multiple institutional access systems to search across publisher platforms, bypassing any access control barriers, and it retrieves a copy of the item. It then does two things. One, it delivers a copy back to the user who requested it; two it stores a copy in LibGen so that it is easier to serve up when the next request comes in. During this process, Sci-Hub will exhort you to donate money in order to keep it running. Bitcoins are the preferred method of donating.