Tuesday 29 December 2009

, , , ,

Pentingnya Paradigma Socio-technical Systems

Pentingnya Paradigma STS

Singkatnya, teori sosioteknis adalah relevan, karena fokusnya pada keseimbangan dan kesetimbangan dari keseluruhan organisasi, orang, mesin dan konteks.
Ada beberapa pertanyaan yang mendorong majunya literatur Socio-technic. Pertanyaan pertama adalah "kenapa sistem gagal?" secara umum, "kenapa meskipun teknologi dibangun/disain dengan bagus dapat berakhir dengan produksi/hasil yang kurang dari batas efisien, yang tidak memenuhi keinginan stakeholder. Ini berpusat pada bagaimana mengelola faktor yang tidak terprediksi dari lingkungan sosial. Pertanyaan kedua, "bagaimana meningkatkan organisasi melalui pemberian perhatian dan optimasi sejajar pada sosial sistems. Ini terekspresi pada kutipan mendasar oleh Baxter dan Sommerville:

"Kegagalan dari sistem komplek yang luas untuk memenuhi batas waktu capaian, biaya dan keinginan stakeholder tidak karena kegagalan teknologi. Namun, projek ini gagal karena mereka tidak menghargai kompleksitas sosial dan organisasional dalam lingkungan dimana sistem itu di terapkan. Konsekuensinya adalah persyaratan yang tidak seimbang, miskinnya disain system dan interface user yang inefisien dan inefektif."

Oleh karena itu, pengakuan kepada konteks sosial, dan kontek latarbelakang organisasional harus di kedepankan dalam rekayasa system dan software. Sebagai tambahan, paradigma STS menawarkan manajemen-diri (self-management) dalam tim organisasi, menggiring pada praktek kerja yang demokratis serta pengambilan keputusan yang tidak terpusat. Hal ini memungkinkan organisasi untuk menyesuaikan perubahan konteks dan varian, dan diakhiri dengan sistem yang lebih "terbuka", yang memelihara keadaan yang kokoh/mantab (mencapai tujuan produksi, dll), tanpa mengkompromikan kualitas output atau kualitas keberlangsungan kerja.

Perspektif Socio-technical
Area dari STS, dari perspektif IT didudukkan pada kelompok "software intensive systems", dimana "berisi interaksi kompleks antara komponen software, alat dan komponen sosial (orang atau kelompok orang), tidak sebagai pengguna software tapi sebagai pemain yang digunakan dalam sistem pada umumnya". Dalam literatur definisi dari STS terpusat secara jelas pada eksistensi subsistem inti pada sosial dan teknical. Hubungan antara dua subsistem ini berputar dan berdasar pada dorongan saling memberi manfaat diantara keduanya. Manusia/sistem sosial rasional membutuhkan sistem teknik untuk melakukan kegiatannya, dan sistem teknis bergantung pada sosial sistem untuk penggunaan sehari-hari, validasi, kontrol dan kegiatan lain yang membutuhkan aktor rasional atau bahkan aktor yang berpengetahuan.

Interaksi diantara sistem yang berbeda ini, dan konteks interaksinya mempunyai akibat pada kemampuan orgnisasi untuk mencapai tujuan stakeholder.

Terutama sekali, paling tidak ada empat pandangan berbeda dalam literatur mengenai STS, yaitu social scientist, technology engineer, organizational scientis and designer, dan complex systems engineer. Disiplin ini menunjukkan penelitian interdisilin yang diarahkan pada area social science, organizational science, engineering dan complex systems. Literatir social sciences sering menganggap STS sebagai serangkaian alat untuk meningkatkan kualitas keberlangsungan kerja manusia dalam organsasi.


Perspektif yang berlawanan dengan teknologi berfokus terutama pada membangun kualitas sistem teknologi yang mempunyai jaminan kualitas (berdasar kepraktisan umum). Sudut pandang ilmuan organisasional lebih terpusat, bertujuan untuk mengelola tujuan riil stakeholdel (efisiensi, keuntungan) melalui disain dari konsep organisasi yang sesuai, termasuk barangkali struktur/hirarki manajemen dari sistem sosial, serta memperoleh dukungan teknologi terbaik, dan menyewa orang-orang terbaik. Keempat adalah teknik sistem yang kompleks, dimana mengeksplorasi interaksi da ontek dalam rangka menyusun tiap komponen secara lokal, sebagai langkah untuk menemukan tujuan organisasi secara umum. Pandangan ini juga utama, dan punya banyak masalah, bertujuan pada pembuatan sistem teknologi yang adaptif yang mendukung dan mengantisipasi pembuatan keputusan oleh manusia, tugas-kerja, dan kriteria komunikasi sebagai sistem komputasi yang otonom. Pendekatan ini berada diantara yang terbaru dan menjadi availabel, menyandarkan pada keandalan teknologi, dan jaringan sensor komuter yang ada dimana-mana.

Artikel Terkait

Wednesday 23 December 2009

, , , ,

Socio-Technical Systems in ICT: A Comprehensive Survey

(terjemahan bebas, sebebas-bebasnya dari artikel Alexis Morris) :)
kalau ada yg berkenan mengedit, bisa tulis di komentar.


Pada setiap organisasi, baik berisi manusia, mesin maupun fenomena alami, prinsip-prinsip sistem yang komplek akan berjalan. Komponen pada sistem itu bisa aktor yang rasional, semi rasional, atau tidak rasional, dimana semuanya berimplikasi pada lingkungan juga pada keseluruhan organisasi.

Pada tulisan ini, cakupan STS (Socio-technical systems) yang luas akan di survei dan dipaparkan bedasar empat perspektif kunci yang ditemukan dalam literatur. Prinsip ini bertujuan untuk menunjukkan sulitnya STS bekerja, serta untuk mendiskusikan teori, analisis, disain, dan teknik dari tiap sistem. Bagian kedua membahas konsep secara lebih ditail, mendeskripsikan definisi, karakteristik, prinsip dan pentingnya paradigma. Bagian 3 mendeskripsikan perbedaan dalam berbagai perspektif dalam hubungannnya dengan STS. Bagian 4 mendiskusikan pendekatan literatur pada perspektif yang disebutkan sebelumnya. Baguan lima menyajikan diskusi dan kesimpulan dari paper ini.

STS
: Socio-Technical Systems
Definisi: definisi singkat untuk STS sulit untuk ditemukan yang paling tepat dalam literatur. Majchzrak dan Borys mencatat bahwa konsep ini berdasar pada teori sistem terbuka, namun dalam suatu waktu juga 'sebuah filosofi dan metodologi, paradigma yang terdiri dari skema konseptual, disain proses, serangkaian nilai tentang kerja, kondisi kontekstual, dan tradisi sejarah berdasar psikologi, sosiologi dan penelitian tempat kerja". Griffit dan Dougherty, dalam diskusinya tentang peran sistem ini pada management teknologi dan engineering, mendifinisikan perspektif STS sebagai " organisasi yang dibangun oleh manusia (sistem sosial) menggunakan alat, teknik dan pengetahuan (technical sistems) untuk menghasilkan barang atau layanan yang bernilai untuk customers (yang menjadi bagian dari lingkungan eksternal organisasi)". Definisi yang lebih linear dengan ranah ICT adalah yang diungkapkan oleh Baxter dan Sommerville. STS adalah "sistem yang berisi interaksi kompleks antara manusia, mesin dan aspek lingkungan dari sistem yang berjalan".

Karakteristik dan Prinsip STS

Kebetulan ada banyak istilah yang mirip pada literatur yang menjelaskan sistem sejenis yang kurang lebihnya adalah socio-technic, sebagaimana dijelaskan diatas. Diantaranya adalah: techno-social systems, cyber-physical systems, ensemble engineering, software intensive systems, holarchies, actor-network theory, agent-oriented mechanism design, autonomic computing, dan societal computing. Baxter dan Sommerville telah menyajikan survei yang lebih komprehensive pada STS dari perspektif ICT, dan menghasilkan beberapa karakteristik kunci dari sistem tersebut dan prinsip dasar untuk disain sosio-teknologi. Mereka juga memotivasi adanya kebutuhan untuk menggabung lebih dalam lima komunitas kunci dalam satu kesatuan tunggal disiplin Socio-Technocal Systems Engineering (STSE).

Komunitas kunci pada penelitian Socio-technical
Ada banyak aspek dalam penelitian STS, tapi diantaranya merupakan kunci untuk mempercepat perkembangannya. Kunci-kunci tersebut adalah:

    1. - disain kerja dan tempat kerja
    2. - sistem informasi
      - Computer-supported cooperative Work (CSCW)
      - cognitive systems engineering
      - Interaksi manusia-komputer
      - Ubiquitous (dimana-mana) Computing.



Karakteristik kunci dari sistem sosio-teknik
Bagian ini memberi catatan bagaimana membedakan STS, berdasarkan karakteristik umum

    • - Mempunyai bagian yang saling bergantung
    • - Dapat menyesuaikan pada perubahan dalam lingkungan untuk mengejar tujuan
      - Mempunyai lingkungan internal sama sebagaimana lingkungan sebenarnya (real world)
      - Terpisah, tetapi saling bergantung, baik subsistem sosial maupun teknis
      - Berjalan pada lingkungan dimana ada pilihan/pembuatan keputusan
      - Adanya perpaduan optimisme, dari systems berdasar optimisme tiap subsistems


Lebih lanjut, Trist mendeskripsikan karakteristik STS berikut sebagai paradigma, menunjukkan bagaimana pendekatan penelitian STS berbeda dari faktor teknologi sebagai penentu.



Paradigma lama
Pentingnya teknologi
manusia merupakan perpanjangan mesin
manusia sebgai suku cadang habis pakai
rincian tugas maksimal, ketrampilan terbatas
kontrol eksternal (supervisor, staf khusus)
bagan organisasi tinggi, gaya otokrasi
kompetisi, gamesmanship
hanya kepentingan organisasi
pengasingan (alienation)
kemauan ambil risiko rendah



paradigma baru
gabungan
manusia saling mengisi dengan mesin
manusia sumberdaya yang dapat ditingkatkan
kelompok tugas optimal, ketrampilan beragam
internal kontrol (self regulating subsystems)
bagan organisasi datar, gaya partisipatif
kolaborasi, kolegial
ada kepentingan/tujuan masyarakat dan anggota
commitment
penuh inovasi




Prinsip kunci STS

beberpa prinsip disain STS lebih lanjut ada dalam banyak literatur, tapi yang paling populer adalah yang diungkapkan Chern. Pendekatan lain dari disain STS dalam paper yang sama (Chern), memuat analisis kerja kognitif, disain kontekstual, rekayasa sistem kognitif, diantaranya. Point pentingnya adalah prinsip disain STS dipelajari dengan baik, tapi gagak diadopsi dalam ranah praktis dengan berbagai alasan, yang mana dapat dikoreksi melalui penggabungan area tersebut sebelumnya. Cern mencatat bahwa sosial sistem mempunyai empat fungsi subsistem yang harus ada dalam sistem yang sukses/berhasil, dan oleh karena itu harus di teliti oleh desainer. Yaitu harus:
- mencapai tujuan organisasi
- menyesuaikan diri dengan lingkungan
- menyatukan aktifitas manusia dan menjadi solusi masalah
- fill occupational roles via recruitment and sosialization

bersambung...

Thursday 10 December 2009

, , , , , , ,

FB, Prita, KPK dan Opensource: Gotong royong era digital.

Gotong royong. Tahukah anda apa itu gotong royong? Gotong: merupakan bahasa jawa yang artinya membawa sesuatu bersama sama. Misalnya nggotong kayu (Menggotong kayu).

Gotong royong, sejauh yang saya pahami (saya tidak membuka kamus bahasa Indonesia atau kamus bahasa Jawa) adalah kegiatan melakukan sesuatu bersama-sama -untuk hal positif- tanpa mengharap imbalan materi. Dilakukan untuk membantu yang memerlukan bantuan, atau membantu orang yang kesusahan. Misalnya gotong royong mendirikan rumah, gotong royong mencangkun disawah dan seterusnya.

Seorang kawan, sewaktu kuliah pernah presentasi bahwa budaya gotong royong ini telah terkikis, belum hilang sepenuhnya. Katanya ini karena dampak globalisasi, karena manusia lebih cenderung hidup individualis, sibuk dengan kegiatan pekerjaan yang berorientasi pada materi semata ditempat kerja. Sehingga lupa bahwa dia hidup di wilayah sosial kemasyarakaatan.

Apakah demikian?
Sebagai seorang awam saya melihat bahwa seiring dengan tumbuh suburnya teknologi, modernisasi, globalisasi dan yang semacamnya, gotong royong tradisional memang tergeser. Namun muncul model gotong royong baru.

Facebook, yang banyak orang menyebutnya sebagai jejaring sosial ternyata menyuguhkan fenomena tersendiri. Setidaknya ini ditunjukkan dengan berhasilnya FB menggalang solidaritas tanpa pamrih material atas kasus Bibit dan Chandra (KPK). Gerakan 1 juta FB-kers yang mendukung mereka berdua ternata punya andil pula dalam mewarnai gerakan sosial di Indonesia.

Meskipun sempat redup, karena kalah pemberitaan dengan kasus Bibit dan Chandra, sebelumnya ada group FB mendukung Prita, seorang ibu rumah tangga yang didakwa melakukan pencemaran nama baik RS OMNI. Pasalnya Bu Prita ini menuliskan keluhannya dan dikirimkan ke beberapa kawannya.

Anggota group pendukung Prita memang tidak sebanyak pendukung Bibit dan Chandra, namun terbukti gerakan ini juga punya taring. Setelah ada vonis harus membayar 204-juta, berbagai elemen masyarakat menggalang Koin untuk Prita. Tentunya untuk membantu bu Prita membayar denda. Prita dianggap sebagai simbul rakyat yang kalah, ketika harus mengeluarkan pendapat atas sebuah layanan justru dituduh melakukan pencemaran nama baik.

Pengumpulan koin ini, dilakukan oleh berbagai elemen, mulai dari komunitas milis, Facebookers, ibu rumah tangga, anak-anak, bahkan ada sekelompok anak TK yang keliling meneriakkah "Hidup Ibu Prita".

Entah karena fenomena ini atau bukan, kabarnya OMNI bermaksud mencabut gugatan perdata.

Saya sendiri berfikir, bahwa kalau yang bersimpati sudah lintas umur, etnis dan tempat tentunya ini akan berdampak buruk bagi RS OMNI. Kenapa? coba kita bayangkan kalau anak-anak sudah dikenalkan untuk menggalang Koin Untuk Prita, karena di denda atas email keluhan layanan RS OMNI. Tentunya dalam benak anak-anak TK yang berkeliling mencari koin ini akan tahu dan terpatri, bahwa RS OMNI lah yang menjadikan bu Prita harus membayar denda. Padahal siapa sih sasaran Rumah Sakit? manusia kan? rakyat Indonesia ini. Dan kalau yang TK saja sudah tahu, maka berapa generasi yang akan menjauhi RS ini.

Tentunya ini tidak akan berdampak baik pada kelangsungan RS yang bersangkutan di masa datang.

Opensource, yang merupakan model pengembangan perangkat lunak juga bisa dimasukkan dalam gotong royong. Berbagai individu dan komunitas bersama-sama mengembangkan sebuah perangkat lunak, padahal di lepas di pasaran secara bebas. Baik bebas mendapatkan maupun [ada yang] bebas secara finansial.

Sepertinya demikian.
, ,

Plesiran

Poltak, si pustakawan gaul kali ini baru saja bertemu dengan kawan-kawannya. Bukan Harjo atau Karyo, tapi kawan di bagian lain di institusinya namun masih seorang pustakawan.

Kali ini Poltak ngangsu kawruh pada kawan-kawannya yang baru saja melanglang buana ke negeri seberang. Ke negeri tetangga, negeri singa kata mereka. Untuk apa? ternyata kawan-kawannya ini baru saja mengunjungi tempat yang di negeri sebrang itupun juga disebut perpustakaan. Tentunya dengan bahasa asalnya, "library" kurang lebihnya seperti itu.

"Sayangnya kita ke sana pas waktu ujian" begitu kata kawan Poltak. "Sehingga pas kesana para pustakawan sedang sibuk melayani mahasiswa, dan mahasiswanyapun sedang pada belajar, maka kita tidak bisa leluasa karena takut mengganggu proses belajar mahasiswa" lanjutnya.

"Sistem otomasi disana itu seragam, sehingga kita dapat dengan mudah meminjam dan mengembalikan pinjaman buku dimanapun lokasi perpustakaan kita. Kurirlah yang nanti akan mengantarkan ke perpustakaan asal koleksi itu" dengan nada sumringah dan sambil membayangkan nikmatnya perpustakaan dinegeri tetangga, kawan Poltak yang dari pulau sebrang menyambung.

Ada hal yang di luar dugaan. Ternyata dinegeri sebrang itupun, masih ada perpustakaan yang belum menerima kondisi bebas makan dan minum di perpustakaan. Ya.. sepertinya Poltak membayangkan bahwa dari yang dia pelajari, di perpustakaan sebrang itu "bebas" dan full teknologi. Full teknologi? ah masak iya. Wong katanya yang namanya bookdrop itu disana masih ada yang manual kok. Teknologinya bookdrop, tapi yang menjalankan tetap manusia. ya.. manusianya alias pustakawan ada dalam kotak untuk menyortir buku-buku yang dikembalikan mahasiswa. Tidak otomatis nyortir sendiri kok.

Poltak kaget dan berfikir, bahwa sebenarnya yang mesti kita adopsi tidak melulu teknologinya, tapi konsep teknologinya. Kalau punya uang ya beli mesinnya, tapi kalau tidak punya uang? ya konsepnya kita sadap, yang menjalankan ya manusia.

"Wah mesti kita sadap dan plagiat nih" begitu sambut Poltak setelah mendengarkan uraian kawannya. Agaknya Poltak ini sering mendengarkan berita tentang sadap-menyadapnya KPK.

"Tapi ada yang luar biasa lho di sana itu" kawannya menyela. Apa?

Ternyata di negeri sebrang itu, untuk menjadi pustakawan bukan hal mudah. Setelah mengajukan anggaran untuk penambahan staff, perpustakaan punya hak untuk menyeleksi para pelamar. Bukan hanya dari dalam negerinya saja, tapi lintas negara. Bahkan ada yang dari negeri Poltak, negeri Indonesia yang menjadi pustakawan di seberang. Tentunya bahasa inggris dan profesionalitas mestilah dikedepankan.

"Alamak, gajinya pasti besar. tapi bahasa Inggrisku jelek kali" sahut Poltak.

Terimakasih pada kawan-kawan MIP yang pulang dari studi banding di Singapura.

Friday 4 December 2009

, , , , , , ,

Workshop Nasional SENAYAN Library Management System!!!

SENAYAN DEVELOPER COMMUNITY (SDC) kembali akan ngadain Workshop Nasional SENAYAN Library Management System (SLiMS), yang tepatnya akan dilaksanakan di Hotel Paragon Jakarta (daerah Menteng, Jakarta Pusat), pada tanggal 14 – 17 Desember 2009. Pastinya karena Workshop ini diadakan selama 4 hari 3 malam full, jadi materi yang diberikan juga akan sangat banyak dan men-detail.

Workshop ini ditujukan kepada para pustakawan atau perorangan yang ingin memanfaatkan SLiMS untuk mengelola koleksi ditempat kerja. Materi workshop dirancang untuk membantu para peserta agar dapat segera mengaplikasikan SLiMS di tempat masing-masing. Dibagi dalam 10 (Sepuluh) modul dasar ditambah materi kustomisasi dan konversi data, pengetahuan dasar perpustakaan akan sangat membantu peserta memahami materi dan panduan yang di sampaikan. Dalam pelatihan, peserta akan menggunakan versi terbaru SLiMS – atau juga dikenal dengan SENAYAN 3 stable 12.

Untuk brosur pendaftaran serta surat undangan bisa di-unduh (download) di Workshop SLIMS.

Untuk anda yang ingin belajar menggunakan SENAYAN, ngoprek, nginstall SENAYAN di GNU/Linux macem Ubuntu, Fedora atau OpenSUSE, pengen belajar cara konversi data dari database ISIS, Athenaeum atau database lainnya, jangan lewatin Workshop SLiMS ini. Trainer-nya juga langsung para Developer ASELI SLiMS!!!.

(dari Arie Nugraha)