Saturday 17 December 2016

[Tips pustakawan] Mengoptimalkan perintah jalan pintas perambah Chrome

Pustakawan, saat ini tidak bisa dilepaskan dari penggunaan perambah internet.

Njuk, Piye carane biar lebih optimal le ngenet, Kang?

Gunakan perintah jalan pintas pada perambah! Ada banyak sekali perintah pintasan, namun kami coba tuliskan perintah yang umum digunakan dan berguna bagi pustakawan, pada perambah Chrome.


Ctrl + T
untuk membuka tab baru pada chrome. Dari pada klik tanda +, maka penggunaan tangan kiri untuk menekan Ctrl+T bisa menghemat waktu, sehaligus memfungsikan tangan kiri yang kebanyakan "nganggur".

Ctrl + Shift + T
Jika Ctrl + T untuk membuka tab baru, maka jika Ctrl + Shift + T digunakan untuk membuka tab yang terakhir ditutup. Misalnya, pustakawan melakukan pencarian artikel di ScienceDirect dengan kata kunci tertentu. Kemudian karena dirasa telah selesai, tab di tutup. Namun, setelah ditutup, kok kepikiran ingin membuka lagi hasil pencarian di ScienceDirect tersebut. Nah, dari pada susah membuka SD dan melakukan pencarian ulang, tekan saja Ctrl + Shift + T.

Ctrl + N
Untuk membuka jendela baru. Jendela berbeda dengan tab. Tab baru ada dalam satu jendela, namun jendela baru akan terpisah dari jendela yang aktif. Membuka jendela baru, digunakan jika jendela lama telah penuh dengan Tab, atau ingin membuka laman web dengan tema berbeda dari jendela yang saat ini aktif.

Ctrl + Shift + N
Perintah ini juga untuk membuka jendela baru, namun pada mode penyamaran.Apa yang dilakukan pada jendela ini, tidak akan terekam di cache browser. Membuka dengan mode ini, dilakukan jika tidak ingin terlacak jejaknya. Misal, ndak mau pimpinan mengetahui pustakawan membuka Fesbuk :)

Ctrl + Klik
Perintah ini digunakan untuk membuka tautan namun di tab baru. Biasanya pustakawan ketika membuka hasil pencarian, dilakukan dengan klik kanan + open in new tab. Nah, perintah Ctrl + Klik ini digunakan sebagai pilihan lain perintah tersebut.

Ctrl + Shift + Klik
Mirip seperti Ctrl + Klik,  namun tab aktif yang terbuka akan langsung ada di url yang diklik.

Ctrl + D
Untuk membuat bookmark bagi alamat web yang saat ini aktif dibuka. Misal sciencedirect.com, daripada setiap dibutuhkan harus menulis alamat web, maka dibookmark saja. Nanti cukup klik bookmark yang ditampilkan dan dibutuhkan.

Ctrl + Tab
Perintah untuk membuka/menuju tab aktif di depannya (maju)

Ctrl + Shift + Tab
Perintah untuk membuka/menuju tab aktif di belakangnya (mundur)

Ctrl + W
Perintah untuk menutup tab aktif.


Silakan dipraktikkan.

Daftar jalan pintas lebih lengkap, silakan klik

  1. https://support.google.com/chrome/answer/157179?hl=id
  2. https://www.shortcutworld.com/en/linux/Chrome.html



Tuesday 13 December 2016

,

Apa pekerjaan sehari-hari Jeffrey Beall (admin scholarlyoa.com) sebagai Scholarly Communications Librarian?

Jeffrey Beall, merupakan sosok yang populer dengan ScholarlyOA.com-nya. Kadang, orang menyebut web ini dengan Beall List. Jurnal yang masuk di daftarnya Beall, akan dihindari untuk dijadikan sasaran submit artikel, atau minimal orang akan berhati-hati pada jurnal tersebut.

Saya tidak hendak membahas tentang kontroversi daftarnya Mas Beall ini, namun saya tertarik dengan pekerjaannya sebagai seorang pustakawan. Tertulis beliau adalah Scholarly Communication Librarian (SCL) di UCDenver. Nah, karena istilah SCL yang tertulis disamping nama Jeffrey Beall, maka saya kirim email pada 27 Juni 2016, untuk bertanya tentang pekerjaan sehari-harinya. Tentang JB, silakan klik http://www.purwo.co/2016/06/jeffrey-beall-sosok-scholarly.html.

Bertanya langsung pada praktisi pustakawan, adalah cara termudah, untuk mengetahui perkembangan layanan di tempat lain. Maklum, dengan keterbatasan saya mencerna naskah ilmiah para cerdik cendikia bidang perpustakaan dan menurunkannya pada tataran kerja riil di perpustakaan, maka saya memilih bertanya langsung.

Lah, email kirimanmu mana, Kang? -- Ssst, bahasa Inggrise belepotan.

Dan.. 17 jam sejak saya kirim email, saya dapat balasan.

Hi, Purwoko,

Thanks for your message. Here are some of the things I do:

  1. Advise students and faculty about good journals to publish their work in
  2. Keep up to date on anything related to scholarly communication, new programs, projects, companies, services, etc. (monitor social media, monitor scholarly literature)
  3. Serve as the library's copyright expert
  4. Work with others to develop workshops related to scholarly publishing
  5. Work at the reference desk and library chat (four hours per week)
  6. Inform my colleagues about changes and innovations in scholarly communication
  7. Help inform faculty members about how best to publicize and share their research
  8. Serve as an expert on scholarly metrics
  9. Serve as an expert on citation management software (like Mendeley)

I am also a faculty member, so research is part of my job. I sometimes write articles for publication, and I do work on my blog, and I answer many emails!

I also attend many meetings.

Nah, jelas sekarang, apa saja yang dilakukan JB sebagai pustakawan. Pekerjaan sehari-harinya inilah, yang sepertinya mendorong JB menulis tentang jurnal yang harus diwaspadai. Daftar jurnal tersebut menjadi topik yang hangat dibicarakan di Indonesia.

Saya rasa, pustakawan harus terus didorong, agar kerja-kerja kepustakawanannya mampu "menggerakkan" dan memberi pengaruh pada komunitas lain seperti Beall dengan penelitian tentang Openaccess, yang ditulis di ScholarlyOA.com.

Tentunya, ini perlu usaha. Bimbingan dan contoh dari para cerdik cendikia bidang perpustakaan tentunya sangat diharapkan para praktisi. Penyesuaian dengan kondisi perpustakaan masing-masing, tentunya juga harus dilakukan. Namun demikian, tetap harus disadari bahwa tak semua yang dari luar negeri itu langsung bisa diterapkan, dan tak semua yang dari Indonesia pasti tertinggal.

Friday 11 November 2016

Meningkatkan bobot peran pustakawan Perguruan Tinggi (Diskusi singkat dengan Ibu Luki Wijayanti)


Catatan: tulisan bebas ini, saya tulis dari sisi pandang saya sebagai praktisi pustakawan.

 Jika kita melakukan hal penting yang dianggap penting oleh institusi induk, maka kita akan dianggap penting (lupa sumbernya, tak carinya dulu)
Pustakawan berkeinginan untuk dianggap penting bagi institusi induk. Namun, jika institusi induk hanya membutuhkan perpustakaan yang sekedar melayani pinjam-kembali koleksi, maka selama itu pula status perpustakaan akan disandang. Saya pernah menuliskannya di http://www.purwo.co/2016/02/membaca-pandangan-pimpinan-terhadap.html.

Lalu, apa pekerjaan pustakawan yang bisa dianggap penting? Jika ini ditanyakan ke pustakawan, pasti jawabnya beragam. Saya tidak hendak membenarkan atau menyalahkan, karena wilayah di mana si pustakawan itu berada, akan berpengaruh. Hal yang dianggap penting bagi perpustakaan dan insitusi yang satu, belum tentu juga yang lainnya. Untuk itulah, cara pandang kita pada lembaga induk menjadi sangat menentukan. Kemampuan mencari peluang, dari visi misi atau target lembaga induk, penting dilakukan oleh pustakawan.

Di perpustakaan FT UGM, kami melihat iklim akademik (ilmiah) yang begitu kental. Di mana-mana banyak mahasiswa belajar, diskusi, menulis, dan lainnya. Isu tentang penerbitan di jurnal internasional, juga marak. Sangat menantang. Untuk itulah, akhirnya kami menempatkan perpustakaan sebagai unit yang ingin mendukung proses tersebut. Berbagai bentuk kegiatan kami lakukan.
daftar kegiatan/layanan perpustakaan FT UGM
Kegiatan tersebut digerakkan oleh 4 pilar. Pustakawan, dosen, mahasiswa dan pihak eksternal, dengan berbagai kegiatan yang menjadi bagian masing-masing. Kegiatan bersama dosen, selain mendatangkan orang yang ahli dibidangnya, juga cara kami "mencuri ilmu", untuk kami tularkan pada mahasiswa lain.

Namun, hal tersebut masih sebatas kegiatan. Kontrol kami masih kurang. Ada mahasiswa yang bertanya via wa tentang kesulitan ketika submit di jurnal, menulis menggunakan Ms. Word, Latex dll. Kami buat pelatihan, atau tutorial online, selesai. Kontrol atau pendampingan kami masih kurang, dan kami tidak sadar hal tersebut.

diskusi tentang latex

kabar menyenangkan dari seorang mahasiwa

Achivement
Bermula dari postingan tentang pustakawan yang harus mendukung "achievement" di sebuah grup wa. Karena pesanaran, saya akhirnya bertanya langsung pada si sumber berita, Bu Luki Wijayanti.

Achievement yg dimaksud adalah capaian. Kalau utk lembaga biasanya menggunakan istilah KPI (Key Performance Indicator). Swtiap lembaga paati ounya Visi dan Misi yg berbeda sehingga KPI-nya juga akan beda2.  Dalam hal blended library, kita harus mampu mendeskripsikan kontribusi perpustakaan terhadap KPI lembaga.
Teks di atas, adalah balasan Bu Luki atas pertanyaan saya tentang achievement. Sebagai praktisi yang tentunya tingkat pemahaman pada teori ilmu perpustakaan jauh di bawah para akademisi, tentunya saya harus berfikir ekstra untuk menerjemahkan kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari pustakawan. Baiknya Bu Luki, beliau mau memberi contoh.

Istilah KPI, bagi saya adalah hal baru. Selama ini saya hanya melihat apa yang jadi keinginan institusi, kemudian jabarkan pada kegiatan/layanan di perpustakaan. Sesederhana itu. Mungkin memang beginilah tabiat praktisi. Coba kita lihat, contoh yang diberikan Bu Luki di bawah ini.


Blended librarian
Blended librarian untuk para client mungkin bisa lebih konkrit, yi apa peran pustakawan terhadap capaian para individu. Mis. Achievement mahasiswa adalah lulus tepat waktu, dengan IPK di atas 3 dan cepat mendapatkan pekerjaan. Nah... di sini pustakawan juga harus mampu mendeskripsikan kontribusinya terhadap capaian mahasiswa tsb, yg tentu saja disetujui oleh mhsw ybs. Juga utk dosen yg salah satu capaiannya adalah menerbitkan artikel di jurnal internasional yg ber-impavt factor tinggi. Apa peran pustakawan thd capaian tsb?

Membaca pesan Beliau, saya ingat tulisan saya, yang saya terjemahkan dari sebuah penelitian di Malaysia, http://www.purwo.co/2016/01/peran-scholarly-communications-oleh.html. Tulisan tersebut mempengaruhi saya dalam mengembangkan perpustakaan FT. Namun membaca pesan Bu Luki, saya jadi tersadar. Ada yang saya lupakan, dan itu adalah salah satu yang saya cari selama ini.

Lanjut...

Peran besar pustakawan PT
Jika dosen konsentrasi pada materi, maka pustakawan bisa konsentrasi pada teknis A-Z dalam penerbitan ilmiah. Sebagaimana penelitian di Malaysia yang saya terjemahkan di atas. Tapi, saya melihat ini berat. Karena, pustakawan kudu tahu betul dunia penulisan jurnal di level internasional, dari A-Z (selain isi).

Namun untuk menjadi blended, pustakawan hrs terus mendampingi siva sampai dia benar2 berhasil mencapai tujuannya. Misalnya ketika kita mendampingi mhsw S3 yang tujuan adalah memoublikasikan artikelnya ke jurnal internasional. Dlm hal ini kita hrs mendampingi sampai dia berhasil publikasi.

Teks di atas, adalah lanjutan whatsapp Bu Luki. Kata kuncinya pendampingan. sebelum saya menemukan kata "pendampingan", sudah terasa berat, maka semakin berat lagi setelah ada tambahan ini.

Berat, opo menantang, kang?  - PD wae. Golek pendamping hidup we iso, kok.

Peran pendampingan pada contoh peran pustakawan terkait publikasi di jurnal internasional, sepertinya bukan ke konten, namun ke selain konten tulisan. Artinya, perpustakaan tidak hanya selesai pada membimbing mahasiswa dalam: cara mengutip, cara menulis, cara submit, menghindari plagiat dan lainnya. Namun proses pendampingan setelah pelatihan, dapat diambil juga perannya oleh pustakawan. Pendampingan ini yang justru akan lebih berat, karena dinamikanya akan sangat terasa. Selama ini, pendampingan dilakukan oleh dosen, dan sangat mungkin dosen memiliki keterbatasan dalam proses mendampingi ini.

Mendampingi? Mbok ngilo githok, tho. Tulisanmu ini saja masih belepotan, durung "teteh". Sampeyan juga belum pernah nulis di jurnal, apalagi jurnal internasional.

Tantangan Kompetensi pustakawan
Nah, dari kata kunci "pendampingan" saja, jika dijabarkan akan sangat berat tugas pustakawan. Selain meyakinkan pada atasan bahwa pustakawan mampu, sebelumnya pustakawan juga harus membekali diri dengan berbagai kemampuan. Apa saja kemampuan tersebut? Jika dikaitkan dengan pendampingan menulis artikel di jurnal internasional, maka tidak jauh dengan peran scholarly communication (pada terjemahan saya di atas), atau (komentar Bu Luki) seperti kegiatan yang telah kami lakukan. Nah,  blended-nya adalah proses kita "menyatu" dalam bentuk pendampingan pada mahasiswa.
Bahasa Inggris, cara submit, paham berbagai gaya reviewer dalam menjawab penulis, paham cara membalas reviewer, paham cara mencari jurnal yang tepat, semua aspek tentang penelitian dan penulisan artikel di jurnal, dan sangat ideal, jika si pustakawan juga pernah meneliti dan menulis di jurnal internasional.

Jika pendampingan ini mampu dilaksanakan pustakawan, maka alangkah indahnya kolaborasi antara dosen-pustakawan. Pustakawan akan benar-benar menyatu dengan proses ilmiah mahasiswa.

Sepertinya, cara kita membaca lembaga induk, dan proses mencari peran dapat dilakukan juga dengan bertanya kepada dosen, "apa pekerjaan tambahan dosen untuk mencapai visi-misi lembaga induk (selain pekerjaan administratif), yang sebenarnya bukan pekerjaan dosen, namun menyita waktu?"

Nah, jika menemukan jawaban tersebut, kemudian dapat membantu dosen atau bahkan menggantikan dosen dalam melaksanakan tugas tersebut, tentunya akan menjadi hal yang luar biasa bagi pustakawan.


Bagaimana cara mBlended-nya?
Iyo, kang. Njuk piye carane kui. Lah kemampuannya saja kudu belajar ekstra, isih carane mBlended dengan mahasiswa. Lak yo mumet tho.
Mungkin, pendampingan via jejaring sosial, bisa jadi salah satu caranya. Tapi nanti dulu, tak mikir disik, golek wangsit.


----------


Terimakasih kepada Bu Luki Wijayanti (Dosen Ilmu Perpustakaan UI), atas diskusinya via Whatsapp. 

Sekip UGM
Tanggal sebelas, bulan sebelas, tahun duaribu enambelas
limabelas lebih duapuluh sore.


Bacaan lain:
http://www.purwo.co/2016/01/peran-scholarly-communications-oleh.html
http://www.purwo.co/2016/02/membaca-pandangan-pimpinan-terhadap.html 
http://www.purwo.co/search/label/scholarly%20communication

Wednesday 9 November 2016

Tempelan poster promosi? Kemas ulang jadi kegiatan menarik!

Teman-teman pengelola perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi, pasti sering menemukan tempelan promosi di papan pengumuman perpustakaan. Mulai dari iklan barang (pembuatan kaos, jaket, ...), pelatihan bahasa Inggris, pelatihan keselamatan kerja, pelatihan toefl dan lainnya. Sekilas, tempelan tersebut cuma menghiasi papan pengumuman, dan bagi pustakawan kurang bermanfaat. 

Ya, iya... sangat mungkin yang disasar adalah mahasiswa.

Namun, tidak diragukan bahwa tempelan poster tersebut adalah informasi. Bagaimana cara mengemas informasi tersebut agar lebih menarik, kemudian kita sajikan pada pemustaka/mahasiswa?

Kami, di perpustakaan FT UGM memulai mencoba. Setidaknya kami lakukan untuk si empunya poster pelatihan bahasa Inggris. Ide dasarnya sederhana. Daripada nempel-nempel lalu ditinggal, bagaimana jika promosinya dikemas dengan lebih menarik. "Anda saya undang mengisi diskusi tentang AcEPT dan TOEFL di perpustakaan saya, saya tidak membayar Anda, namun Anda boleh promosi lembaga Anda. Saya cari peserta, dan biarkan peserta menilai lambaga Anda dari promosi dan acara yang Anda ampu?". Ternyata, ada yang mengiyakan, dan kamipun membuat jadwal.

Saya kira, tidak hanya untuk bahasa Inggris, namun berbagai poster promosi yang ada di papan pengumuman perpustakaan, dapat dimodifikasi agar menfaatnya lebih mengena bagi mahasiswa. Jika diperhatikan, tempelan poster yang ada di papan pengumuman dapat dibedakan menjadi:

Pelatihan hardskill

  • Komputer
  • AutoCAD
  • Matlab
  • Pemrograman
  • Hardware komputer
  • dan lainnya

Pelatihan softskill

  • Wawancara kerja
  • Menulis CV
  • Personal branding

Kegiatan ilmiah

  • Biasanya membahas isu populer, baik secara nasional maupun khusus bidang ilmu tertentu.


Ketika dibawa ke perpustakaan, tidak harus sama persis seperti bentuk aslinya, namun dapat berupa diskusi, atau tips-trik, maupun bedah kasus. 

Mulai sekarang, kita coba perhatikan poster di sekitar, dan mencoba membungkusnya dalam kegiatan kreatif perpustakaan. Kita, sebagai pustakawan menjadi kunci dalam proses kemas ulang tersebut. 

"Kuncinya apa, Kang?" - "Kuncine seneng, gembira, perbanyak berinteraksi dengan pemustaka, ngobrol ngalor ngidul, lan ojo minder dengan perpustakaan yang sudah maju. "Fokus...", ngono jare Guru Lee ono ing film Karate Kids."

Weit, ana satu lagi kang, kuncine. Ndableg sitik :)

Dua titik di Jogja, sebagai pengunduh artikel dari jalur bawah tanah

Mencermati tulisan di http://www.sciencemag.org/news/2016/04/whos-downloading-pirated-papers-everyone, sangat menarik. Everyone, setiap orang di negara maju dan berkembang, kaya dan miskin, para peneliti menggunakan SH.

Kabarnya, ini karena kemudahan. Ya, jelas mudah, wong tinggal cari DOI di web tersebut, atau menambahi  URL web asli dengan web SH, 90% artikel yang dicari dapat diunduh. Saya pernah menulis tentang beberapa pandangan pada web "bawah tanah ini", di blog ini. Namun kali ini, coba kita lihat data pengunduh artikel dari web bawah tanah tersebut.

dua titik di Jogja
Saya ragu tentang akurasi titik tersebut jika diklopkan dengan lokasi asli. Namun kita coba lihat isi dari masing-masing titik.
info titik pertama
Area 1, ada 3952 kali unduh yang dilakukan. TOP unduhan adalah artikel dengan DOI 10.1016/S0014-2921(98)00057-9, untuk artikel berjudul "Imperfect competition, risk taking, and regulation in banking". Sementara itu, titik kedua seperti gambar di bawah ini.

info titik kedua

Pada titik kedua ini, unduhan jauh lebih banyak dari titik pertama, 43.885 kali unduhan. Dokumen paling banyak diunduh adalah dokumen ber-DOI 10.1007/978-3-642-31753-8, yang berjudul Web Engineering.

sebaran pengakses di dunia

Wednesday 26 October 2016

[Hot] Artikel "Agnes Monica" dan "Inul Daratista" dikutip artikel yang diterbitkan Springer dan IEEE

… predatory publishers, which publish counterfeit to exploit the open-access model in which the author pays. These predatory publishers are dishonest and lack transparency. They aim to dupe researchers, especially those inexperienced in scholarly communication. (Beall, J., 2012. Predatory publishers are corrupting open access. Nature, 489, p.179. Available at:
http://www.nature.com/news/predatory-publishers-are-corrupting-open-access-1.11385.)

Agak ragu saya menulis judul di atas, tapi saya "pentelengi" berkali-kali kok kayake ya ndak keliru saya melihatnya. Mohon koreksi.

sumber gambar klik
Jurnal predator, menjadi populer seiring dengan populernya pengindeksan dan semangat mempublikasikan karya para ilmuwan di jurnal (internasional). Jurnal predator, merupakan istilah yang dinisbahkan pada tulisan Beall, dan web Beall di scholarlyoa.com. Beall, sebagaimana di header web menulis mengkritisi dunia penerbitan model open-access.  Sehingga predator sangat terkait dengan batasan tersebut (open-access). Nama scholarlyoa, OA pada domain tersebut juga merujuk ke open-access.

Jurnal open-access kui opo? - salah satunya buka di sini https://aoasg.org.au/what-is-open-access/

Saya lebih sering mengartikan jurnal predator dengan pengertian "jurnal yang berbayar, penulis harus membayar untuk menerbitkan artikelnya, namun penulis tidak mendapatkan layanan jurnal yang berkualitas (reviewer, layout, dan lainnya)". Artinya, antara uang yang diberikan penulis untuk membiayai proses awal-akhir artikel terbit, tidak sebanding. 

Jurnal open-access, memang sebagian besar penulis membayar. Mungkin, karena itulah, Mr. Beall tertarik menelitinya. Apakah semua jurnal open-access itu predator? jelas TIDAK. Beall memiliki kriteria dalam menilainya. OA juga diterapkan oleh beberapa penerbit besar, Elsevier misalnya. Silakan lihat di http://www.sciencedirect.com/#open-access. Elsevier punya dua model OA, Gold dan Green.

Seorang kawan, pernah cerita, ketika submit di jurnal yang dianggap predator, seminggu setelahnya langsung disetujui diterbitkan. Anehnya, si pengelola jurnal justru bertanya "masih ada yang ingin kamu perbaiki?". Hal ini aneh, karena semestinya justru pengelola jurnal, melalui reviewer menunjukkan hal yang kurang dan harus diperbaiki oleh penulis.

Tentu kita ingat, kasus sebuah artikel yang memuat nama penulis Inul Daratista dan Agnes Monika, untuk sebuah jurnal bidang pertanian. Tidak satu artikel, namun dua artikel yang mencantumkan nama Agnes Monika dan Inul Daratista.

  1. "Mapping Indonesian Paddy Field Using Multiple-Temporal Satellite Imagery." klik: http://sains.kompas.com/read/2012/08/29/13392470/Agnes.dan.Inul.Dicatut.di.Makalah.Jurnal.Internasional, download di https://simpan.ugm.ac.id/s/24UOopva81jDvUx
  2. "Effect of methane emission from fertilizer application" atau unduh di https://simpan.ugm.ac.id/s/wsvSgbT9gsDXm78
note: selanjutnya, jika saya tulis Inul Daratista atau Agnes Monika, maka yang saya maksud adalah nama yang tertulis sebagai penulis kedua artikel di atas.

Wussss,
Coba kita bayangkan, jika kita bukan orang Indonesia, lalu bidang ilmu kita pertanian. Maka tidak menutup kemungkinan kita akan mengutip artikel tersebut? apakah ini terjadi. Kita lihat gambar di bawah ini:

Artikel ber DOI 10.1109/TGRS.2016.2590439
salah satu daftar pustaka artikel ber DOI 10.1109/TGRS.2016.2590439
Silakan cari artikel tersebut di jurnal online ternama. Kemudian pastikan, apakah benar referensi nomor 10 mengutip artikel Inul Daratista?

Paper DOI 10.1007/s10333-015-0502-2

Tampilan referensi 

-------------------
Untuk lebih jelas, kita lihat di GoogleScholar. Lihat gambar, tautan di GS silakan klik https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0,5&q=agnes+monica+inul+daratista
Artikel Inul Daratista yang terindeks GoogleScholar

Artikel yang mengutip artikel "Effect..."

Artikel yang mengutip "Mapping..."

terjadi, kan?
Weh, kudu ngati-ati yo kang? - yo jelas, Lek
---------------- 

Kembali ke web ScholarlyOA.

Web ScholarlyOA.com, juga diacu oleh DIKTI (http://pak.dikti.go.id/portal/?p=41), untuk menyaring dan menilai artikel yang diajukan para ilmuwan di bawah DIKTI. Ilmuwan (sebagian) merasa risih jika submit paper di jurnal yang oleh Beall ditulis di webnya. 

Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access publishers
(https://scholarlyoa.com/publishers/)

Kalimat di atas, merupakan pembuka pada laman daftar penerbit yang dibuat Beall. Sedangkan di bawah ini, merupakan pembuka di laman daftar jurnal.

Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access journals 
(https://scholarlyoa.com/individual-journals/) 


Potential, possible. Dua kata yang dipilih Beal tersebut, memiliki beberapa arti. Beall, masih membuka ruang, bahwa daftarnya keliru. Yang kedua, bagi kita, yang membaca web tersebut memiliki ruang untuk menafsirkan sendiri daftarnya Beall, berdasar penelitian atau pengamatan kita pada jurnal tersebut. Nah, oleh karena itu,  Saya lebih cenderung menggunakan daftar yang dibuat oleh Beall sebagai sarana/alat untuk menfilter/menyeleksi jurnal yang hendak digunakan, baik sebagai referensi maupun disasar submit artikel.

Nah, berkaca pada kasus 1) adanya nama artis yang ditulis sebagai penulis, dan berhasil terbit di jurnal, 2) adanya ilmuwan yang mengutip dari artikel yang kemungkinan besar abal-abal, sebagaimana tertera pada paparan di atas, maka wajib bagi para ilmuwan untuk berhati hati. Setidaknya berhati-hati pada 1) menggunakan artikel yang diunduh dari internet, tidak diterbitkan dari oleh sumber terpercaya, 2) hati-hati dalam memilih jurnal untuk disasar. Caranya bagaimana?
  1. Gunakan daftarnya Beall, sebagai daftar yang membantu untuk memilih
  2. Kombinasikan dengan daftar yang ada di pengindeks jurnal Scopus, dan JCR.
  3. Kritis pada sumber.
----------------

Yang aman? 
Mengelola jurnal, memang susah-gampang. Kabarnya yang paling susah adalah mendapatkan naskah. Ketika jurnalnya masih baru, belum terakreditasi, belum masuk Scopus atau Jurnal Citation Report (JCR), padahal saat ini para ilmuwan (baca: dosen) digerakkan untuk menulis di jurnal yang terindeks Scopus (minimal), maka menjadi sulit mendapatkan naskah berkualitas.

Menghidupkan jurnal, membangun jurnal dari 0, jurnal lokal agar berkualitas, kemudian bisa diakui dengan standard yang digariskan Arjuna, Scopus, JCR perlu terus dilakukan. Sehingga, semakin banyak jurnal di Indonesia yang selevel kualitasnya dengan jurnal di luar Indonesia (dengan standard yang ditetapkan, tentunya). Jika demikian, maka orang submit, tidak akan mikir Scopus atau JCR atau semacamnya, karena kualitas itu telah terpenuhi. PR berikutnya adalah menjaga kepercayaan. Jangan sampai ketika sudah terindeks Scopus atau JCR, jadi jual murah, apalagi kepada kolega yang "meminta-minta" agar lolos terbit.

Weit, kok mbladrah, Kang? 

Saat ini, mau main aman?.. Gunakan 3 cara yang saya tulis di atas. Pilih jurnal yang tidak ada dalam daftarnya Beall, namun statusnya terindeks Scopus minimal Q1,Q2, syukur juga terindeks JCR. Kritis pada sumber, nilai jurnal dan artikel pada jurnal tersebut sebelum submit. Scopus dan JCR, dalam hal ini hanya kita pinjam untuk memilih, bukan dijadikan "berhala". Selain itu, jika mau terhindar dari daftarnya Beall, hindari jurnal Open-Access. Sasar jurnal Open-access hanya yang diterbitkan oleh Elsevier atau Springer, atau penerbit ternama lainnya.

Sst, tapi jika anda percaya diri dengan artikel yang anda tulis, anda bisa mencoba mengirim artikel tersebut ke jurnal biasa saja, tanpa embel-embel Q, IF dll. Jika artikel memang bagus, pasti juga akan dikutip ilmuwan lain.


Dua artikel yang disinyalir mengutip dari artikel "Inul" dan "Agnes"
  1. http://link.springer.com/article/10.1007/s10333-015-0502-2
  2. http://ieeexplore.ieee.org/stamp/stamp.jsp?arnumber=7527671 
#teguhtimbul
#sehatwaras






 

Tuesday 25 October 2016

,

Mamanfaatkan Kelas Online ELISA UGM untuk layanan perpustakaan

Pemenang pertama kuis kelas online
Aplikasi online learning banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi. UGM, juga demikian. ELISA namanya, alamatnya di elisa.ugm.ac.id.

Pada aplikasi online tersebut, seorang dosen dapat membuat kelas, mengatur siapa saja yang bisa bergabung, membuat pokok bahasan, membuat kuis (perseorangan, kelompok, pilihan ganda atau essay) sekaligus menilainya. Membuat topik diskusi, mengunggah video atau slide kuliah, atau menautkannya dengan sumber referensi yang tersedia di perpustakaan.

Kami tertarik menggunakan Elisa ini, tentunya untuk perpustakaan yang kami kelola. Akhirnya, setelah kontak admin ELISA, saya disetel sebagai dosen ketika login ELISA. Sehingga, saya dapat membuat kelas dan lainnya.

loh, kowe kan dudu dosen tho, kang? 
Akhirnya, jadilah kelas ini:
Kelas online di http://elisa.ugm.ac.id/community/show/literasi-informasi/


Di kelas tersebut, kami membuat diskusi, mengundang orang, mempublikasikan dan membuat kuis berhadiah. Hadiahnya dari mana? cari berbagai dukungan.

Kelasmu itu sudah bagus po kang? --  Jelas durung tho, Lek. Wong lagi wae digawe, kok. 

Teman-teman pustakawan lain, mungkin bisa menengok perguruan tingginya, jika ada fasilitas serupa, bisa digunakan. Jika tidak ada, bisa membuat sendiri.

fitur Latex di Elisa

Kelas online ini, hanya sekedar suka-suka. Tanpa konsep yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun kami ucapkan terimakasih kepada Bu Purwani Istiana (Pustakawan Senior UGM), yang bersedia berdiskusi dan memberikan saran dalam pembuatan dan pemanfaatan kelas online ini. Kekurangan yang ada, murni dari kami.



note: kelas tersebut di bawah supervisi Ibu Purwani Istiana, MA. (Kepala Perpustakan Fakultas Geografi UGM)

Thursday 20 October 2016

,

Menggunakan Latex untuk menulis artikel: tips, template, rumus, tabel

Pada umumnya, orang tahu Microsoft Word atau Libreoffice untuk menulis skripsi atau artikel atau dokumen lainnya. Padahal, ada bermacam software lain yang dapat digunakan untuk menulis. Misalnya Lyx, Latex, KingOffice.

Latex memang kurang populer, namun di kalangan mahasiswa Matematika atau fisika, agaknya menjadi software yang wajib diketahui. Beberapa jurnal, juga menyertakan template Latex untuk penulisan artikelnya, misalnya http://www.latextemplates.com/template/ieee, atau https://www.ieee.org/publications_standards/publications/authors/author_templates.html. Hasil dokumen yang diolah menggunakan Latex lebih bagus (menurut saya), presisi, rumusnya lebih pas (memangnya pakaian?..). Pokoke baguslah..

Yang ndak mau ribet belajar Latex, bisa mencoba converter word to latex. Saya belum coba hehe..., klik http://www.wordtolatex.com/

Kita bicara tentang Latex. Latex sebenarnya ada kemiripan dengan Lyx (kuwalik kayake). Lyx merupakan antarmuka dari Latex. Saya pernah membuat dokumen menggunakan Lyx, menantang namun menyenangkan dengan hasil yang memuaskan (unduh hasilnya di sini). Latex, saya kenal tahun 2005-an. Saat itu, seorang kawan, Rachmad Resmiyanto (dosen UIN Sukijo) menulis skripsinya menggunakan Latex. Lama tidak menggunakan, akhirnya lupa.

Ketika sesi sinau bareng di Perpustakaan FT UGM, menghadirkan seorang mahasiswa aktif pengguna Latex (Pak Warindi, mahasiswa S3 TETI UGM), memori saya kembali terbuka. "Menggunakan, atau tepatnya belajar Latex dengan studi kasus template Elsevier". Miktex dipasang sebagai antarmuka Latex. Kemudian mengunduh template Elsevier lengkap dengan cls, dan style daftar pustakanya. Ketika menuliskan abstrak, bab pendahuluan cukup kopas (kopi paste) dari Ms. Word ke section yang dimaksudkan. Nah, sulitnya adalah ketika membuat rumus, menyusun daftar pustaka, membuat tabel, dan menyisipkan gambar.


Membuat rumus
Rumus di latex ditulis dengan kode. Misal \frac \sum dan lainnya. Sulit bagi saya, karena saya tidak hafal nama kode tersebut. Sebagai jalan keluar, saya gunakan LyX.  LyX menyediakan GUI untuk pembuatan rumus, jika sudah jadi, tinggal ko-pas saja kodenya di halaman kerja Latex. Selesai.
Selain menggunakan LyX, dapat pula menggunakan web online latex4technic, misalnya. Cara kerjanya sama dengan LyX.

\sum\frac{1}{2\sqrt{2}}\int1 akan menghasilkan  


\int_{a}^{b} f(x)dx = F(b) - F(a) akan menghasilkan  


Menyusun daftar pustaka
Untuk menyusun daftar pustaka, diperlukan file style, dan file bib. Keduanya harus didefinisikan di dokumen tex. Perintah \bibliographystyle{ieeetr} berarti menggunaakan ieeetr sebagai style, sementara itu \bibliography{references_article} berarti menggunakan file references_article.bib sebagai sumber referensinya.

Contoh penulisan "kalimat \cite{kode}" untuk mendapatkan (Jones, Giannini and Chang, 2004). Atau "kalimat \citep{kode}" untuk mendapatkan Jones, Giannini and Chang (2004). Kecuali style IEEE, coba pakai \cite

Membuat tabel dan menyisipkan gambar
Perintah menyisipkan gambar adalah sebagai berikut:
\begin{figure}[h]
    \centering
    \includegraphics[width=4in, angle =0 ]{figure_6.pdf}
    \caption{Graph response of SN Ratio on calorific value of coconut shell charcoal}
    \label{fig : figure 6}
\end{figure}


Perintah di atas berarti menampilkan gambar dari file figure_6.pdf, dengan keterangan gambar sebagaimana disebut dalam caption. Gambar diberi label figure 6. Label ini bisa digunakan sebagai cross reference dalam dokumen.
Sementara itu, untuk memperbudah pembuatan tabel, bisa menggunakan file kecil latabel, atau menggunakan LyX. Caranya dengan membuat tabel sesuai kebutuhan, panggil kode latexnya, copy ke halaman kerja Latex.



Wednesday 19 October 2016

,

Membaca metric-nya Google Scholar

Google Scholar (GS) juga mengembangkan metrik untuk membuat peringkat jurnal sekaligus menunjukkan angka kekuatannya. Tentu saja, jurnal yang ditampilkan adalah jurnal yang diindeks oleh google. Google Metric (GM) ini menampilkan informasi peringkat jurnal dalam berbagai bahasa, nama jurnal sesuai urutan peringkatnya, serta nilai indeks-h5 dan median-h5. Khusus yang berbahasa ingris, ditampilkan pula jurnal sesuai kategorinya.

Ssst, mau tahu kategori jurnal ilmu perpustakaan dan informasi? klik saja ini https://scholar.google.co.id/citations?view_op=top_venues&hl=id&vq=soc_libraryinformationscience

Angka 5 pada indeks-h5 dan median-h5 menunjukkan 5 tahun terakhir. Artinya indeks dihitung pada 5 tahun terakhir yang telah berlaku, demikian pula untuk mediannya.

Indeks-h5 adalah indeks-h untuk artikel-artikel yang diterbitkan pada 5 tahun terakhir. Ini adalah angka terbesar h sedemikian rupa sehingga artikel h yang diterbitkan pada 2011-2015 masing-masing memiliki setidaknya kutipan h
 Sementara itu,
Median-h5 untuk suatu terbitan adalah angka tengah kutipan untuk artikel yang membentuk indeks-h5
Pada saat artikel ini ditulis, sesuai dengan keterangan di laman GM, hasil dari GM adalah artikel yang diindeks Google Scholar sejak 2011-2015. Hasil indeks yang dihitung adalah pengindeksan pada Juni 2016. Mungkin ada yang bertanya-tanya, "kok, jurnalku gak mlebu, yo? . Itu bisa punya beberapa sebab. Mungkin karena artikelnya kurang dari 100 artikel dalam 5 tahun terhitung, tidak memenuhi guide dari GS, atau tidak ada yang mengutip :(. Cek selengkapnya di https://scholar.google.co.id/intl/id/scholar/metrics.html#coverage.

,

Jurnal: diindeks Proquest, tapi masuk daftar ScolarlyOA Jeffrey Beall

Saya menemukan jurnal, yang masuk di daftarnya Jeffrey Beall (JB), namun diindeks oleh Proquest (PQ). Jurnal tersebut berjudul "International Journal of Computer Science and Information Security". Pada https://scholarlyoa.com/individual-journals/ dapat dilihat pada gambar di samping. Jika di klik, tautan akan diarahkan ke https://sites.google.com/site/ijcsis/, yang menunjukkan identitas ISSN ISSN 1947 5500 .  Nah, sekarang silakan buka http://search.proquest.com/publication/616671/citation/C0C9B2996E044DE1PQ/1?accountid=13771. Jurnal tersebut ternyata juga diindeks oleh PQ. Tautan di atas memberi informasi identitas jurnal sebagai berikut:
Nomor ISSN sama dengan yang ada di web JB.

Agak aneh web tersebut. Selain webnya dibuat hanya menggunakan google site, artikel full text dari jurnal tersebut disimpan di academia.edu dan tempat lainnya. Namun, mengulang yang saya tulis di atas, juga disediakan tautan ke PQ. Silakan cek di https://sites.google.com/site/ijcsis/vol-13-no-12-dec-2015.

Eit, tunggu dulu.. tempat penyimpanan dan laman web yang menggunakan google site, bukan tolok ukur kualitas jurnal.  

Gambar di atas, memperlihatkan informasi tanggal kirim dan keputusan publikasi. Jarak antara terakhir dikirim dan pengumuman, hanya terpaut 3 hari. Informasi ini, sangat mungkin menjadikan orang ragu. "Jika ada paper yang disubmit tanggal 19, apa bisa cuma 3 hari proses reviewnya?". Keterangan berikutnya, yang tertulis "* Deadline extension to submit a paper can be offered on request.", ini mungkin juga akan menjadikan keraguan pada jurnal tersebut.

Lalu, bagaimana sebaiknya? Apakah yang masuk di web JB pasti diragukan atau malah predator?


Ada yang tidak ingin terjebak pada istilah "predator", kemudian menggunakan istilah "dipertanyakan". JB sendiri, pada web di atas menuliskan "Potential, possible, or probable predatory scholarly open-access journals"Artinya, daftar yang dibuat Beall, saya cenderung menggunakannya sebagai salah satu pedoman dalam menetapkan jurnal yang harus dihindari sebagai referensi, atau jurnal target.

Saya sendiri lebih cenderung bersikap hati-hati pada jurnal yang masuk di daftarnya Beall. Itung-itung, menggunakan daftar tersebut sebagai bantuan untuk mengidentifikasi jurnal yang akan digunakan sebagai referensi, atau disasar untuk menerbitkan artikel kita. Jika ada jurnal yang mau disasar ternyata ada di daftranya Beall, maka alangkah lebih baik jika  dibuka webnya, lalu diamati terkait: tanggal penting, siapa saja reviewernya, kalau perlu kontak ke penulis yang sudah pernah menerbitkan artikelnya disana.

Identifikasi kualitas jurnal, akan dibahas dipostingan lainnya.

Memang, bisa jadi lebih baik langsung dihindari. Toh, ada banyak jurnal lain yang bisa dijadikan sasaran untuk menerbitkan artikel. Mau aman? sasar jurnal yang Q1 atau Q2, dan ada atau terindeks di JCRnya Thomson Reuters.


Ssst, saya tidak menganjurkan menggunakan SJR, Scopus, dan TR sebagai satu-satunya tolok ukur, lho.. Tiga web tersebut, sebagai alat bantu identifikasi.


Wednesday 5 October 2016

Membuat daftar pustaka dari karya yang ditulis dengan bahasa non latin

A Note About Foreign Alphabets
If you are citing a work written in a non-Latin script (e.g., Chinese, Greek, Japanese, Russian), the reference must be transliterated into the English alphabet. See "Apples to תפ׀חים" for more on this topic.

kutipan di atas saya ambil dari blog APA styles, http://blog.apastyle.org/apastyle/2012/12/citing-translated-works-in-apa-style.html.

For my paper, I’m using several sources that I read in foreign languages. Some of my other sources were originally written in foreign languages, but I read them in an English translation. How should I cite these works?
--Polly Glodt

Dear Polly,
For foreign or translated works, a reference follows the basic APA Style templates, but you may need to add some additional information to get your reader to the source you used.
For example, here’s how you would cite the original French edition of a work by Piaget (note that an English translation of the title is included in brackets):
Piaget, J. (1966). La psychologie de l’enfant [The psychology of 
     the child]. Paris, France: Presses Universitaires de France.

Here’s another example, from a German journal. Again, brackets contain an English translation of the work’s title (the article, not the journal).
Janzen, G., & Hawlik, M. (2005). Orientierung im Raum: Befunde zu 
     Entscheidungspunkten [Orientation in space: Findings about 
     decision points]. Zeitschrift für Psychologie, 213(4), 
     179–186. doi:10.1026/0044-3409.213.4.179
You may have noticed that the capitalization of the article’s title is a bit unusual. That’s because in German, nouns are always capitalized. Since the capitalization carries grammatical weight (much like the capitalization of proper nouns in English), it’s preserved in the reference list.
If you read an English translation of a foreign work, the author, title, and so forth come from the version you read, with a nod to the translator:
Piaget, J. (1969). The psychology of the child (H. Weaver, 
     Trans.). New York, NY: Basic Books.

http://blog.apastyle.org/apastyle/2010/08/apples-to-%D7%AA%D7%A4%D7%97%D7%99%D7%9D.html






http://ait.libguides.com/c.php?g=280093&p=1866392
When referencing foreign language material where the information is written using another alphabet, such as Japanese, you should transliterate (not translate) the details into the English alphabet.
Example:鷲田清一. (2007) 京都の平熱 : 哲学者の都市案内. 東京: 講談社.
Washida, K. (2007) Kyōto no heinetsu: tetsugakusha no toshi annai. Tōkyō: Kōdansha.

Thursday 22 September 2016

Ilmuwan (ilmu) Perpustakaan dan Informasi: laman profil dan karya intelektual mereka

S3 atau studi doktor merupakan jenjang pendidikan tertinggi.  Tidak semua orang dapat meraih  jenjang studi ini. Selain karena dana  dan kemampuan, juga bisa karena usia, maupun yang pasti suratan takdir.

Sebagai upaya berbagi kepada orang yang tidak dapat (atau belum dapat) mencerap jenjang pendidikan tersebut, sudah selayaknya jika para doktor ini berbagi kenikmatan ilmu yang dipelajarinya pada orang lain. Tentunya, dengan derajat doktor yang dipelajarinya, tulisan dan kajiannya akan memiliki bobot intelektual yang di atas rata-rata. Karena ini bidang perpustakaan, tentunya karya intelektual mereka memiliki kajian tajam pada bidang perpustakaan, yang dapat dijadikan pegangan dalam pengembangan perpustakaan.

Nama-nama yang saya temukan, sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Perannya terhadap perkembangan kepustakawanan di Indonesia, sudah tidak ada keraguan lagi. Berikut beberapa nama yang berhasil saya lacak, baik mahasiswa maupun sudah lulus, sekaligus tautan yang memperlihatkan karya-karya intelektual mereka.


Sri Rohyanti Zulaikha
Dosen IPI di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menyelesaikan S3 di UNY. Jejak karyanya dapat dilihat di:

Safirotu Khoir
Kesehariannya bekerja di Perpustakaan UGM.  Setelah tamat S2, mengabdi di UGM, menjadi pengurus FPPTI DIY, dan kemudian melanjutkan studi S3 di University of South Australia.

Jejak pemikirannya dapat dilacak lewat kumpulan tulisannya di

Bekti Mulatiningsih
Bekti Mulatiningsih is a PhD candidate at Queensland University of Technology (QUT). Her research focus lies within the domain of social media applications and the implications they can have on individuals and communities. Bekti is the recipient of the 2012 Australia Library and Information Association Student Award for her Master of Information Technology (Advanced) at QUT.
Ulasan di atas saya salin dari laman LinkedIn Bekti, yang beralamat di https://au.linkedin.com/in/bmulatiningsih. Jejak pemikirannya dapat dilacak melalui:
Disertasinya berjudul "LISprofessionals: Library and information science professionals' experience of social media" dapat diakses di https://eprints.qut.edu.au/112768/

Ida Fajar Priyanto
Pustakawan UGM, dan pernah menjadi kepala Perpustakaan UGM. Pak Ida juga mengajar di Pascasarjana UGM serta beberapa kampus lain. Selain itu juga pembicara di berbagai pertemuan ilmiah dalam dan luar negeri. Pak Ida menempuh S3 di North Texas University, Amerika.

Jejak tulisannya dapat di lihat di:

Purwani Istiana
Pustakawan UGM yang ditempatkan di Fakultas Geografi. Sedang menempuh S3 di UGM.

Herianto
I am a Higher Degree Research student at the QUT, Brisbane, Australia. I have more than 10 years experience working on different libraries such as school library, university library and company resource centre. (https://au.linkedin.com/in/heriyanto-068a5a27)
 Silakan lihat di bagian publikasi, pada laman LinkedIn Herianto. Disertasi Herianto berjudul "Understanding how Australian researchers experience open access as part of their information literacy" bisa diunduh melalui https://eprints.qut.edu.au/117651/


Imas Maesaroh
Dosen di UIN Sunan Ampel, Surabaya. Menempuh studi doktor di Curtin University

Nurdin Laugu 
Dosen ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga ini menyelesaikan S2 di Belanda. Sedangkan S3nya diselesaikan di UGM. Disertasinya berjudul "Representasi Kuasa Dalam Pengelolaan Perpustakaan Studi Kasus pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam di Yogyakarta" dapat dilihat di http://etd.repository.ugm.ac.id/

Disertasi ini juga telah dibukukan. Informasi promosi doktornya dapat dilihat di 
http://ugm.ac.id/id/berita/8525-perpustakaan.jadi.ruang.negosiasi.dan.kontestasi.aktor

Laman Google Scolar: https://scholar.google.co.id/citations?user=XUD-gJMAAAAJ&hl=id&oi=ao




Tafrikhuddin
Sehari-harinya merupakan dosen di UIN Sunan Kalijaga. Menyelesaikan S3 di UNY. Disertasinya berjudul "Sumber Belajar dan Dampaknya terhadap Pola Pikir dan Perilaku Keagamaan Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta)" dapat dilihat di http://eprints.uny.ac.id/13071/

Aditya Nugraha
Staf di Perpustakaan Universitas Petra Surabaya. Menyelesaikan S3 di Curtin University Australia, dengan disertasi berjudul "Institutional Repositories in the Indonesian Higher Education Sector: Current State and Future Prospect".



----------------||-----------------

Jika ditemukan data baru, akan ditambahkan.


,

Bagaimana jika sebuah artikel telah terbit, ternyata plagiat?

Meskipun telah melalui berbagai proses, sangat mungkin artikel yang telah terbit ternyata menyalahi aturan, dan diketahui dikemudian hari.
Aturan dapat berupa banyak hal. Terkait plagiat, diterbitkan di dua tempat, kesalahan data, kesalahan penulis (penulis palsu), dan lainnya.

Apa yang akan dilakukan oleh penerbit?
Elsevier menerapkan kebijakan Withdrawal, Retraction ,removal dan Replacement. (https://www.elsevier.com/about/company-information/policies/article-withdrawal)

Namun demikian, misalnya untuk yang Restracted, paper tetal available, namun ditandai dengan Restracted. Jika dilihat, sangat mengerikan. Karena selamanya orang akan membaca artikel tersebut lengkap dengan tanda tersebut.


Contoh di atas, ada di http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0165168405002458, maka mari kita hati-hati ketika hendak mengirimkan naskah untuk diterbitkan.

Selain contoh di atas, silakan bandingkan juga dua tesis berikut ini.
  1. http://eprints.undip.ac.id/18359/ Alawiya, Nayla (2009) COPYLEFT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PERBEDAAN PANDANGAN TENTANG HAK CIPTA DALAM MASYARAKAT ISLAM INDONESIA. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Deposit on 30 Jul 2010
  2. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30925 Copyleft Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kaitannya Terhadap Perkembangan Copyright (Hak Cipta) Pada Masyarakat Islam Indonesia, oleh Lubis, Muhammad Ikhsan, Issue date 1-Feb-2012
atau, dua artikel berikut:

Kejadian di atas, terjadi ketika kesalahan ada di pihak penulis. Bagaimana jika kesalahan di pihak penerbit?


Jika kesalahan ada di pihak penerbit
Masih ingat kasus artikel Inul Daratista? klik di http://www.purwo.co/2016/10/hot-artikel-agnes-monica-dan-inul.html.  Salah satu artikel yang mengatasnamakan Inul, ber-DOI 10.5897/AJAR12.148. Nah, ketika kita cek menggunakan DOI.ORG, ternyata tidak ditemukan. Prediksi saya, telah dihapus oleh penerbit?

Jika sebuah tulisan, terbit dan ditemukan masalah, ada dua kemungkinan. Pertama, jika masalah itu ada di sisi penulis, maka tulisan akan terpampang, dan bisa diberi tulisan RETRACTED, seperti contoh di atas. Mungkin, maksudnya untuk menghukum penulis, agar tidak main-main dan lebih hati-hati.
Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan penerbit. Dengan cara demikian, maka nama penerbit akan diperhitungkan, dan penulis tidak berani main-main.

Namun, jika kesalahan ada di pihak penerbit, maka dengan kekuasaannya, penerbit kemungkinan besar akan menghapusnya. Kenapa? karena tentunya itu aib penerbit, bukan aib penulis. Maka penerbit harus menghapusnya.

Itulah kejamnya kekuasaan.






Monday 19 September 2016

Menulis Ilmiah Populer di bidang perpustakaan


Selasa, 13 September 2016, saya mengikuti diskusi tentang menulis ilmiah populer. Pemantik diskusinya adalah I Made Andi Arsana, dosen Teknik Geodesi UGM. Beberapa kutipan saya peroleh, dan, seperti biasanya saya bawa kutipan tersebut ke ranah yang saya geluti, perpustakaan.
#memposisikan diri menjadi orang awam, ketika kita hendak mengantarkan bidang ilmu kita
Saya melihat, dunia tulis menulis, saat ini cukup populer bagi para pustakawan. Buku-buku terkait perpustakaan, khususnya yang populer banyak yang telah terbit. Ada kelas menulis pustakawan, blog pustakawan, tulisan di berbagai media massa tentang perpustakaan, dan semacamnya. Namun, untuk yang sifatnya ilmiah (keilmuan) yang disusun dengan bahasa populer, menurut saya masih perlu diperbanyak.
Masih sedikit tulisan populer bidang ilmu perpustakaan (khususnya para akademisi) yang menarik dibaca namun tetap punya bobot keilmuwan atau kemanfaatan bagi para praktisi. Dulu saya menemukan iperpin, yang ditulis oleh Pak Putu. Tulisan Pak Putu di blog tersebut, saya yakin ditulis dengan seruis, dangan tata bahasa yang apik agar mudah dipahami. Saking senengnya, sampai saya unduh menggunakan web copier, agar bisa saya urai dan baca setiap saya butuh, tanpa harus terkoneksi internet.
Menulis bidang kepustakawan untuk orang awam, juga bentuk promosi ilmu perpustakaan (dan informasi).
Jika dilihat, sebenarnya banyak ilmuwan bidang perpustakaan, namun dibutuhkan pula yang mampu membahasakan ilmu perpustakaan (dan informasi) lebih membumi dan menyajikan point jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh pustakawan. Atau menurunkan teori ilmu perpustakaan (dan informasi) dalam bahasa yang renyah, dan tulisan yang mudah diakses.
Belum lagi, jika pembacanya adalah bukan pustakawan, atau tidak memiliki pendidikan ilmu perpustakaan. Mungkin, akan lebih menarik lagi jika ilmu perpustakaan dapat dihantarkan kepada orang awam, atau siswa yang potensial jadi mahasiswa dengan bahasa awam, populer agar lebih mengena.
jangan sampai, justru banyak tulisan populer kepustakawanan oleh orang yang tidak berlatar belakang ilmu perpustakaan?
#menganalisis isu populer dengan ilmu kita
Perpustakaan masih dirasa dipinggirkan, namun para pustakawan berontak dan menyatakan bahwa perpustakaan itu penting. Teriakan “kami penting”, atau “perpustakaan itu penting”, tidak akan ada artinya jika tidak dibuktikan dengan kontribusi. Perpustakaan, banyak diungkap selalu dihubungkan dengan bagaimana informasi itu dikelola. Berbagai isu populer, jika ditelisik juga berkaitan dengan informasi. Mampukan ilmu perpustakaan (dan informasi) ikut menelaah dan memberi sudut pandang terkait berbagai masalah yang ada saat ini? Memang, tidak semuanya bisa dianalisis dengan ilmu perpustakaan dan informasi. Namun, setidaknya yang bisa ditelisik dengan IPI, itulah lahan garapan untuk berperan/berkontribusi pada isu/masalah sekitar.
jangan sampai pegiat yang bukan berlatar belakang ilmu perpustakaan, lebih peduli dengan perpustakaan.
#menulis populer, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pada penyandang dana
Menulis di jurnal adalah sebuah kebanggaan, namun menulis populer di media selain jurnal juga memiliki kontribusi yang bernilai pula. Mulai dari blog, opini koran, suara pembaca, dan berbagai rubrik lainnya. Menulis populer dengan sasaran non pustakawan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban profesi pada khalayak ramai. Apalagi bagi pustakawan yang digaji negara.
#yang dijual adalah bonusnya
Kutipan di atas sangat menarik menurut saya. “Handphone, saat ini yang dijual bukan kemampuan SMS atau menelpon, namun kemampuannya memotret dan juga kapasitas prosesornya sehingga nyaman untuk berinternet”, begitu analogi dari Pak Andi. Kemampuan pustakawan yang wajib dimiliki, mestinya juga bukan lagi nilai lebih jika ingin promosi diri. Namun kemampuan non-kepustakawanan justru akan mendongkrak nilai tawar pustakawan atau calon pustakawan. Pustakawan yang mahir jadi MC, mahir stand-up comedy, mahir kaligrafi, mahir menggambar kartun, menulis cerpen, justru nilai lebih tersendiri.
Apa yang sebaiknya dilakukan praktisi?
Dihadapkan pada berbagai istilah perkembangan bidang perpustakaan, bagi praktisi, seperti ditempatkan pada ruang yang terjepit di empat penjurunya. Pustakawan praktisi memang bukan akademisi (pendidik ilmu perpustakaan). Di perguruan tinggi, pustakawan juga bukan seorang civitas akademika.
“Belajar sepanjang hayat”, yang berlaku bagi siapapun, tentunya juga berlaku bagi praktisi pustakawan. Penjabarannya sederhana: belajar kapanpun, dimanapun, dari siapapun. Mencoba melakukan hal baru, mencoba menguasai kemampuan baru, termasuk di dalamnya adalah menulis populer agar khalayak ramai tahu apa itu perpustakaan, dan apa itu ilmu perpustakaan dari sudut pandang yang paling shahih, yaitu para pustakawan.
Apakah semua harus menulis populer? Tentunya kudu berbagi peran, sasaran jurnal ilmiah level nasional, bahkan internasional juga kudu dimainkan. Tergantung kita, para pustakawan, mau memilih jalan yang mana.