Wednesday 14 August 2013

PERS, MEDIA DAN PENGARUHNYA



ditulis tahun 2002

LATAR BELAKANG
Media merupakan alat atau sarana yang digunakan untk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. (Hafied Cangara, 2002). Sedangkan informasi merupakan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat yang berbentuk tulisan maupun rangkaian kata-kata serta menginterpretasikan sesuau hal.
Media dapat di kategorikan dalam beberapa hal, yaitu media antar pribadi, media kelompok, media publik sereta media massa.
Media antar pribadi. Media ini bisa berbentuk surat, telepon, ataupun kurir yang mengantarkan informasi tersebut.
Media kelompok merupakan sarana untuk menemukan orang-orang dalam kelompok uintuk saling berinteraksi. Media ini bisa berupa seminar, konferensi serta rapat-rapat tradisional yang sering kita temukan didesa-desa dengan berbagai nama.
Media publik, merupakan media yang mempertemkan banyak orang (massa) yang berinteraksi langsung. Media ini bisa berupa rapat akbar, dialog publik, kampanye.
Media massa memainkan peran untuk menyampaikan informasi pada orang (massa) yang tersebar tak tidak diketahui dimana meraka berada. Madia ini berup surat kabar, film, televisi , dan radio. Media ini bersifat melembaga, satu arah, meluas dan serempak, memakai alat, dan terbuka.
Dalam memahami tentang media dalam suatu komunitas maka kita tak bisa lepas dari apa yang sering disebut pers. Pers merupakan usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan, hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya (Drs. Taufiq, 1997). Diskripsi pers pun dibedakan menjadi dua. Pers dalam arti sempit yang didalamnya termasuk suratkabar (mingguan, harian..), majalah yang tercetak dan diterbitkan. Sedangkan dalam arti luas termasuk radio, televisi, film.
Sedangkan media berfungsi untuk menyampaikan gagasan masyarakat (Satjipto Raharjo, 1998)
Paus Leo XIII memandang pers sebagai alat perantara massa gereja, penolong vitalitas kesegaran, keadilan kebenaran kembali ajaran agama waktu itu. (Prof, Umar Seno Adji, 1977).
Berbicara tentang pers di Indonesia, Abdurrahman Surjomiharjo (1980) menyebutkan bahwa sejak awal pertumbuhannya pers di Indonesia mencerminkan struktur masyarakat majemuk dengan berbagai golongan penduduk. Golongan penduduk tersebut adalah Belanda, Tionghoa, Arab dan India sedangkan Indonesia masih berada dalam berbagai suku.
Pembedaan golongan perspun kemudian dibedakan sesuai dengan golongan penduduk yang ada dengan pertimbangan bahasa penyelenggara pers dan massa yang dituju.

PEMBAHASAN

Media informasi dalam kehidupan bangsa Indonesia muncul dengan beragam peran. Sejak awal perjuangan sampai dengan terjadinya Gerakan September 30 (Gestapu) pertumbuhan pers dan media di Indonesia memperihatkan berbagai kaitan langsung antara usaha desiminasi informasi dengan dinamika politik nasional. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial politik dan finansial yang tadak memungkinkan waktu itu. Periode Orde Lama tidak ditandai dengan bisnis pers dan media yang suksek dalam arti sirkulasi, namun dalam waktu ini lahir RRI dan TVRI yang mampu memberikan rasa persatuan antara berbagai eleman di Indonesia. Dalam kurun waktu Orde baru muncul berbagai bisnis informasi dengan masuknya orang-orang profesional dalam bidang ini serta terjunnya kelompok politik dalam lapangan yang sama.

1. Pra kemerdekaan

Pada tahun 1855, Bromartani surat kabar pertama dengan bahasa Jawa terbit. Pada masa ini pers belum merefleksikan keadaan masayarakat yang ada dalam kekuasaan Belanda dan belum ada keterkaitan dengan usaaha-usaha meraih kemerdekaan.
Pada pra kemerdekaan media informasi di Indonesia dengan bahasa melayu yang pertama diawali dengan unculnya surat kabar Tjahaya Sijang terbit 1869-1927, yang terbit di Minahasa, Sulawesi Utara. Dalam edisi No. 3, Maret, 1989 disebutkan :

“….Djanganlah disangkamu akan kehidupan negeri-negeri yang lebih besar itu lebih baik daripada perdijaman dinegeri kecil. Benarla kehidupan dinegeri besar ini ramai, lebih sedap tetapi janganlah disangka kehidupan itu senang seperti kami merasa di negeri kecil, karena dinegeri besi itu lakunya orang hidup disitu seolah-olah menghambat orang seorang memperoleh kesenangan dan perhentian dan tempoh pada pertimbang-menimbang akan perkata fikiran yang tinggi.
Disitupun seolah-olah manusia hidup saja pada mentjari makan minum dan berpakai yang semuanya gunanya pada tubuh saja,….. disitupun hilanglah perfikiran akan agama !.”

Dalam kalimat diatas dapat kita ambil kesimpulah bahwa problem urbanisasi sudah muncul sejak dahulu. Kehidupan materialistis dan glamour pun sudah menjadi suatu tren pada masyarakat yang disebut sebagai “negeri besar”.
Pesan moral dalam kalimat diatas terus ada sejak dahulu sampai sekarang.
Media informasi ini yang dikelola oleh Belanda selain untuk menyebarkan agama juga memberitakan tentang sejarah yang makin muram dalam kalangan masyarakat melayu saat itu.
Baru pada awal abad 20 beberaopa orang nasionalis (Abdul Rivai dan Tirtoadisuryo) menyadari kekuatan media untuk melakukan penggalangan kekuatan guna kemerdekaan. Sehingga lahirlah Sunda Berita (1903) dan Medan Priyayi (1907). Sejak itulah konsep tentang identitas Indonesia mulai tumbuh dan mencapai puncaknya pada 20-10-1928. Sampai periode tersebut dari 33 surat kabar yang beredar hanya 8 yang menggunakan bahasa melayu selebihnya menggunakan bahasa Belanda dan Cina.
Sejak 1926 di Indonesia juga telah berdiri perusahaan yang memproduksi filam cerita, Java Film Company dengan Loetung Kesarung sebagai film pertamanya. Namun tidak serta merta dengan perkambangan ini merefleksikan perubahan pada sosial kemasyarakatan. Sebab dengan perkembangan tekhnologi inipun acara/programnya hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu saja. Meskipun paling tidak dengan hal tersebut manusia indonesia mulai di hadapkan pada era kemajuan teknologi serta peradabannya.
Pada pra kemerdekaanpun media informsai sangan berperan pada saat mengumandangkan pembacaan teks proklamasi oleh proklamator (Ir. Soekarno dan Bung Hatta) sekaligus menandai kemerdekaan bangsa Indonesia serta berperan pula dalam hal komunikasi serta pertukaran ide dalam masa perang kemerdekaan.

2. Masa Pasca kemerdekaan

Harian Daulat Rakjat yang terbit di Jogjakarta termasuk koran yang merupakan koran tua pada awal-awal kemerdekaan Indonesia. Selain itu muncul pula berbagai harian yang terbit di daerah-daerah (Indonesia Raja di Bandung). Harrian ini berperan dalam mempublikasikan berita berita tentang kemerdekaan dan perjuangannya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan itu. Serta berperan sebagai penyebar isu-isu atau pemikiran-pemikiran Founding Father Indonesia dalam mendisain negara Indonesia.
Tahun 1962 mulailah bangsa Indonesia dengan perkembangannya dalam hal teknologi informasi. Pada tahun ini lahir RRI dan disusul dengan lahirnya TVRI. Mulai saat inilah bangsa Indonesia merasa tersatukan sebagai sebuah bangsa. Apa yang terjadi pada daerah lain akan segera terespon oileh masyarakat dari daerah lainnya.
Namun pada masa-masa ini pers ditandai dengan relasinay dengan poliitik. Sebut saja Suara karya dan Pelita (Golkar), Harian Angkatan bersenjata dJayakarta dan Berita Yudha (ABRI). Sehingga pers dan media informasi di Indonesia selain efektif untuk perjuangan dan mempertsahankan kemerdekaan juga merupakan eleman sosial yang ditunggangi dengan berbagai kepentingan sehingga terjadi pergulatan antara berita yang jujur dan arogansi pemerintah.
Pada masa Orde Baru muncul media yang berorientasi bisnis dengan masuknaya kelompok profesional dalam bisnis media. Sebut saja PK. Ojong dengan Kompas-nya, kemudian ada Suara Indonesia Baru, Berita Buana, Pikiran Rakyat, tabloit Monitor, Hai, Gadis, dan Mode.
Informasi yang disajikanpun mulai beragam mulai dari fashion, gaya hidup selebriti, kehidupan manusia dalam dan luar negeri, musik, film, olehraga, gosip, dll.
Dengan informasi yang diusungnya maka banyak hal yang menjadi perkembangan masyarakat Indonesia. Jakarta-jakarta dan MATRA majalah gaya hidup yang ditujuakan pada laki-laki telah mendobrak sikap masyarakat Indonesia pada dunia seksualitas yang tabu. Seks telah menjadi hal yang lumrah dengan diakadannya sialog seputar masalah seksualitas melalui media massa dan oinformasi ini. Sehingga seks mulai menjadi komoditas yang nilainya ditentukan oleh prinsip pertukaran ekonomi dalam pasar industri. Hal ini juga di dukung dengan perkembangan dalam dunis perfilman Indonesia. Dengan munculnya film-film yang “panas” seperti Gairah yang Nakal, Guna-guna Istri Muda, Budak birahi, Permainan Tabu, Jari-jari yang lentik, dll.
Sehingga film (dan pemainnya) sebagai media untuk mentransfer informasi (dalam arti yang seluas-luasnya) seringkali didudukan sebagai terdakwa atas merosotnya moral bangsa.

Satu kajian menarik terntang pers dan media informasi pada ordebaru oleh Kuntowijjoyo (1997). Pada massa orde baru terjadi pergrseran sensibilitas media massa. Perubahan sosial berupa lenyapnya dikotomi wong cilik dan priyayi dalam pers sejak kemerdekaan menghadirkan sensibilitas kelas menangah yang terefleksikan dalam media massa selama orde baru. Pada level ideologi terjadi pergeseran dari orientasi politik kearah orientasi budaya.
Era orde baru juga merupakan era yang menjadi titik tolak perkembangan televisi dengan dibangunnya televisi-televisi swasta. Munculnya RCTI, SCTV, TPI , Indosiar dan Anteve (TPI, RCTI, SCTV dikuasai oleh keluarga cendana sendiri) merupakan bukti nyatanya. Saat inilah dalam media informasi khususnya televisi memperlihatkan perkawianan antara bisnis industri dengan kekuasaan yang sangat politis sekali. Sehingga sering ditafsirkan sebagai upaya-upaya kekuasaan orde baru untuk mengendalikan informasi guna melanggengkan kekuasaannya. Sebut saja wajib relai acara kenegaraan presiden oleh TV swasta yang kerap muncul dalam Berita-berita dan siaran khusus pemerintah.
Apa yang disiarkan stasiun televisi di Indonesia bukan hanya seni dan hiburan melainkan pola-pola kultural bahkan etika masyarakat lain dibelahan bumi lain pula. Sehingga banyak hal yang harus berubah akibat dari media ini.
Karakter Doraemon, Sin Chan, Simpson menghegemoni anak-anak Indonesia mulai dari dari gaya hidup mereka. Berbagai gaya hidup muncul dihadapan kita, mulai dari gaya bicara, potongan rambut, sikap cara pergaulan serta pola pikir mereka.
Dari SRI: Quality Starts Here september 1995 didapat keterangan bahwa 25 % siaran televisi Indonesia berasal dari program luar negeri . Namun demikian bukan berarti kita sudah pada jalan yang benar dengan banyaknya produk lokal kita. Banyak program yang di beri label “lokal” ternyata merupakan 1imitasi dari program asing. Lokal lebih berarti penyandang dana, pemain, tempat, tidak menyentuh level ideologi. Sebut saja sinetron kita yang menawarkan kehidupan-kehidupan yang glamour disaat msyarakat Indonesia banyak yang berada di jurang kemiskinan dan penderitaan.
Perkembangan lebih menarik lagi dalam dunia media informasi adalah munculnya media informasi digital yang biasa disebut internet mulai tahun 1990-an.
Dengan memanfaatkan teknologi ini media banyak yang melengkapi publiksinya dengan menerbitkan edisi on-line. Sebut saja Tempo, Republika dan Kompas. Dengan media ini pula bisa dilakukan interaksi dengan masyarakat dengan cara pengiriman e-mail. Tentu saja halini mengakibatkan pembentukan sikap kritisme msyarakat Indonesia. Bahkan beberapa media membuka ruang untu diskusi kritis secara lebih mendalam (jurnal Prisma, Ulumul Qur’an, Kalam, dll).
Meskipun demikian dengan perkembangan ini menyuburkan konsumerisme di kalangan masyarakat Indonesia yang bependuduk 200-an juta jiwa.
Pada masa Reformasi pers dangat dirasakan pengaruhnya bagi warga negara Indonesia. Pada masa ini pers memainkan peranan penting dan bermain dengan kepentingan tentunya meskipun jasa pers pada masa ini cukup besar. Dengan pers dan media informasi kita bisa melihat arus demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru tanah air kita dengan segala perkembangannya, namun bila tanpa kehati-hatian tentunya pers dan media bisa juga barperan sebagai agen provokator oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab

KESIMPULAN

Media informasi merupakan suatu hal yang sangat berperan dn penting dalam kehidupan masyarakat. Terbuti dengan media informasi komunikais bisa berlangsung dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada awal kemerdekaan dan perjuangan mempertahan kemerdekaan media sungguh berperan penting untuk melakukan konsolidasi untuk aksi. Selain itu pada jauh hari sebelum kemerdekaan, sebelum perjuangan bahkan, media telah berperan dengan memberikan gambaran-gambaran kehidupan dari belahan dunia yang lain. Pada konteks Indonesia misalnya dengan memperlihatkan budaya daerah lain atau kehidupan akibat penjajahan Belanda.
Diakui atau tidak media dapat membentuk watak dan karakter bangsa Indonesia. Terbukti ada perbedaan kontras watak bangsa Indonesia antara masa pra kemerdekaan dan jaun sebelum masa perang kemerdekaan dengan watak bangsa Indonesia saat ini. Watak bangsa Indonesia (meski istilah Indonesia saat itu belum ada) pada masa pra kemerdekaan yang terpecah-pecah cenderung kesuku-sukuan kemudian bergeser pada persatuan bangsa sehingga lahirlah perang kemerdekaan sampai berhasil. Namun saai ini watak bangsa Indonesiapun mulai bergeser denagn melupakan watak para pendahulu dan founding fathernya. Masyarakat Indonesia cenderung konsumtif egois dan banyak hal yang membedakannya.
Oleh karena itu kita wajib mewaspadai perkembangan pers dan media saat ini. Belajar ari masa lalu tentunya kita tidak ingin bila pers dan media kembali dipolitisasi oelh kekuasaan. Hal lainnya tentunya kita menjaga agar dengan media madyarakat tidak serta merta menerima apa yang ada didalamnya.
Untuk hal ini tentunya harus dipersiapkan Undang-Undang Pers dan penyiaran yang berpihak pada rakyat dengan selalu mengunggulkan aspek sosial dibanding dengan liberalisme dan otoritarianisme.

Daftar Pustaka

Cangara, Hafied., Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Grafika, Jakarta, 2002.
Hass, Robert, HAM dan Media, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta , 1998.
Senoadji, Umar, Prof., Pers dan aspek-aspek Hukum, Erlangga, Jakarta, 1977.
Simorangkir, CT., J., Hukum dan Kebebasan Pers, PT Binacipta, Jakarta, 1980.
Taufiq, Drs., Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia, Triyindo, Jakarta, 1977.