Saturday 18 February 2023

Buku LI-nya FPPTI: catatan pungkasan saya

Telah ada 3 tulisan saya sebelumnya, yang membahas buku LI-nya FPPTI yang baru. Pertama secara umum, kedua terkait Bab 5, dan yang ketiga tentang Bab 2.

Sebelumnya, sebagai bagian dari proses komunikasi (agak) ilmiah, saya hendak mencoba menuliskan telaah pada setiap bab buku tersebut. Sebagai produk yang dikonsumsi publik, tentu saja bukan hal terlarang untuk ditelaah. Saya melakukan telaah bukan karena saya sempurna, melainkan karena menjadi bagian dari proses saya belajar. 

Namun, agaknya berat jika meneruskan telaah semua bab. Selain itu, kawan saya, Kang Yogi dalam grup Pustakawan Blogger menyarankan agar disudahi saja. Sebagai junior saya ngestoake dhawuh senior. Saya sudahi saja telaah per bab, saya alihkan ke catatan pungkasan.

Dan, tulisan ini merupakan catatan akhir atau pungkasan itu.

Buku LI-nya FPPTI terbit November 2022. Jika dihitung sampai saat ini, saat tulisan ini saya buat, usia terbitnya sekitar 3-4 bulan. Pada halaman sampul tertulis judul dan logo FPPTI + tahun 2022.  Judul lengkapnya Panduan Literasi Informasi Pendidikan Tinggi. Tidak ada nama penulis.

Nama-nama yang bertanggung jawab atas buku ini ditulis di halaman ii. Nama yang ditulis dikelompokkan pada beberapa peran. Pertama tertulis Tim Pengarah (4 nama),  Penyusun (1 nama dengan keterangan “Ketua Tim”), Tim Perumus (5 nama), Tim Ahli (5 nama), Tim Penyusun (5 nama), Tim Pelatih (2 nama), Tim Reviewer (2 nama), Editor (2 nama), Sekretaris (2 nama). Total ada 28 nama.

Pada halaman iii tertulis hak cipta 2022 Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Pada halaman iv tertulis Katalog dalam Terbitan (KDT), yang memuat informasi penerbit Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti dan FPPTI. 

Namun yang saya belum paham, pada bagian lain di halaman iv, yang tegas ditulis sebagai penerbit hanya FPPTI.

Munculnya nama Kemenristekdikti ini dikuatkan oleh Ketua FPPTI pada halaman v, yang menyebutkan bahwa buku ini lahir dari usulan FPPTI pada Dirjen PRP Kemenristekdikti.

*** 

Berdasar pembacaan saya, yang sebagian telah saya tuangkan pada 3 tulisan sebelumnya, maka ada beberapa catatan pungkasan saya pada buku ini.

Pertama, buku ini terbit November 2022 dengan penerbit (sebagaimana tertulis pada KDT) Kemenristekdikti dan FPPTI. Jika dirunut, pada 2021 Ristek menyatu dengan Kemendikbud. Maka bisa dianggap buku ini terbit terlambat. Diterbitkan oleh institusi, yang saat tahun terbit, institusi tersebut sudah tidak ada.

Kedua, naskah buku ini saya anggap belum selesai sepenuhnya. Setidaknya saya berkesimpulan demikian karena saya (dengan segala kekurangan saya) menemukan berbagai kesalahan yang seharusnya tidak terjadi untuk sebuah buku yang ditulis oleh nama-nama kredibel dan telah tinggi jam terbangnya. Apalagi diberi testimoni sangat positif oleh dua akademisi, salah satunya merupakan guru besar.

Kesalahan tersebut, yang sepele misalnya salah ketik, juga pilihan kata yang tidak tepat. Kemudian yang agak berat misalnya kalimat yang rancu, definisi yang tanpa referensi, bahkan ada referensi yang saya belum temukan di daftar pustaka.

Ketiga, sebagai sebuah buku panduan, buku ini tetap dapat digunakan untuk pustakawan yang hendak belajar menjalankan praktik mengajar literasi informasi sesuai dengan konsep yang diusung buku ini. Namun, jika hendak digunakan sebagai pengayaan teoritis, menurut saya tidak sepenuhnya (bahkan kurang) layak. 

Kenapa? Ada pernyataan yang tanpa dilandasi argumen ilmiah dan referensi. Misanya pada penentuan jurnal atau konferensi yang kredibel dengan melandaskan pada Scopus, Beallslist, ScimagoJR, juga ScolarlyOA.

Keempat, dengan catatan-catatan kekurangannya, buku ini dapat dijadikan contoh karya yang berbeda antara idealisme isi dan kenyataannya.

Misalnya, pada halaman 78 disebutkan tindakan plagiarisme yang tidak disengaja. Dua diantaranya tidak konsisten dalam menggunakan model sitasi, dan jumlah antara sumber yang dikutip dalam teks berbeda dengan yang tercantum dalam daftar pustaka.

Sebatas yang saya lihat, buku ini tidak konsisten dalam menggunakan model atau gaya penulisan sitasi dan referensi, juga berbeda jumlah antara referensi yang ada di teks dan daftar pustaka.

Dengan kalimat pendek, kesimpulan saya: meski mendakwa diri sebagai panduan literasi, buku ini sendiri kurang literasi.

***

Sebagai tambahan informasi, pada halaman sampul belakang, tertulis testimoni dari 2 pengajar Ilmu Perpustakaan.


Terima kasih


Bab 2 buku LI-nya FPPTI yang baru, apa catatan saya?

Oke, sekarang masuk ke Bab 2.

Kenapa tidak urut Bab 4?

Bab 4 halamannya cukup banyak, sehingga berpotensi membuat saya lelah fisik dan pikiran. Saya cari yang sedikit halamannya saja.

Bab 2 berjudul Penelusuran Sumber Informasi yang Reflektif, dimulai dari halaman 25 sampai 43. Total 19 halaman.

Halaman 25 kita mulai dari bagian tujuan instruksional. Bagian ini terdiri dari 10 baris, kurang lebih 70 kata, yang hanya dimuat dalam 1 kalimat. Bayangkan saat membaca, agaknya kesulitan ambil nafas. Terengah-engah.

Halaman 26 terdapat saltik “post tes”. Lanjut di halaman 27 muncul “praktek”, “weaving” yang pada bagian glosari (?) ditulis “Waving”.

Eh, kenapa di akhir glosari saya beri tanda tanya?

Coba cek di KBBI, ya.

Pada halaman ini juga muncul “dimana”. Agaknya ada pengaruh “where” dalam bahasa Inggris. 

Pada halaman 28 masih muncul “praktek”, bahkan lebih dari 1 kali. Ada pula ketidakkonsistenan penulisan huruf pada kata yang mengawali tahapan. 

Pada halaman 29  muncul “dimana”, serta penggunaan yang kurang tepat pada kalimat.

Kalimatnya begini, “Ada beberapa pengertian topik,  dimana berasal dari Bahasa Yunani, yaitu topoi yang artinya inti utama…(dst)”.

Keanehan lain terdapat pada kalimat ini, “Dari dua definisi tersebut memiliki kesamaan, yaitu topik merupakan pokok pembicaraan atau permasalahan yang dibahas.”

Halaman 30 muncul domain Rama dan Garuda yang menginduk ke ristekdikti. Muncul juga kata “peserta”, yang kurang sinkron dengan “Saudara” di Bab 5. 

Masih di halaman 30, penjelasan tentang Contribution terasa rancu. Lihat tangkapan layar di bawah ini.


Pada halaman 31 terdapat awal kalimat, “Berdasarkan tahapan di atas tadi, …”. 

Kemudian ada penyebutan “Misalnya:” untuk mengawai tabel. Alangkah lebih oke jika langsung disebut nomor tabelnya.

Pada halaman 32 terdapat 2 kalimat yang harusnya ada pada paragraf yang sama, namun dipisah.

Kemudian ada kalimat, “Dari pencarian menggunakan website xxxx, misalnya ditemukan kata kunci pencarian dari kata-kata di atas adalah:”. Aneh, ndak?

Halaman 33 terdapat kata “form” tanpa cetak miring. Sederhana, sih. Tapi tetap keliru.

Pada halaman ini masih saja muncul “dimana” yang dekat dengan “where” sebagai penghubung dalam ungkapan bahasa Inggris.

Penyebutan informasi dalam tabel dengan tanpa menyebut tabel juga terjadi di halaman 33.

Bukankah menyebutnya nomor tabel merupakan hal dasar dalam menulis ilmiah?

Lanjut ke halaman 34. Muncul “sintaks”. Cek di KBBI, ya.

Halaman 35 muncul kata “frase” ketika menjelaskan tanda petik dua dalam strategi pencarian. Kalimat lengkapnya silakan lihat pada gambar di bawah ini.


Jika dicari di KBBI, frasa (pakai a) berarti gabungan dari dua kata atau lebih. Cek di KBBI.

Halaman 36 masih terdapat kata “sintaks”, juga “dibawah”. Pada halaman 37 ada kekeliruan penulisan “sciencedirect” pakai “s”. 

Halaman 38 terdapat 3 kata “adalah”, yang dipakai untuk menyebutkan contoh. Menurut saya, lebih tepat menggunakan “yaitu”, atau “misalnya”.  Coba cek arti “adalah” di KBBI. Pada halaman 38 juga terdapat kalimat yang rancu, bahkan ada 2. 

Begini kalimat itu:

1. Informasi tentang sumber primer yang disusun secara sistematis supaya mudah diakses.

2. Sumber tersier (..) merupakan memuat informasi berupa saringan, rangkuman atau kumpulan dari sumber primer dan sekunder.

Halaman 39 terdapat tabel yang tanpa nama dan nomor. Tentu ini beda dengan tabel sebelumnya. Muncul pula “adalah”, serta kalimat yang belum selesai. Begini kalimat itu, “Sumber referensi ini ada yang tercetak atau biasa disebut dengan buku referensi.”

Selain tercetak tidak disebutkan.

Masih di halaman 39, terdapat definisi “data” namun tanpa referensi. Hal serupa ada di halaman 40, yang terdapat definisi kearifan lokal tanpa referensi.

Halaman 40 juga terdapat “disini”, juga pengulangan “dilakukan” dalam 1 kalimat. Halaman 41 juga terdapat pengulangan kata “melihat” dalam 1 kalimat, kemudian diulangi pada kalimat berikutnya.

Halaman 42 terdapat kata “rate” yang dipetik. Apakah ada maksud khusus dari “rate” ini hingga perlu diapit tanda “? Mungkin lebih tepat dicari istilah pengganti saja. 

Halaman 43 terdapat contoh soal dan jawabannya.

Contoh soal itu begini,  “Carilah semua website tentang korupsi dari semua website berdomain pendidikan universitas”.

Soal di atas tidak diakhiri oleh tanda baca apapun. Di bawah soal terdapat jawaban: intitle:korupsi site:edu

Apakah jawaban tersebut sudah mewakili perintah pencarian ke “semua”?

Bagimana dengan domain *.ac.id?

*****

Paijo: sudah kumplit 19 halaman, Kang?

Referensi:

https://ivanlanin.wordpress.com/2009/12/15/di-mana/ 


Friday 17 February 2023

Bab 5 Buku LI-nya FPPTI yang baru: saltik; kalimat yang tidak nyambung, tidak efektif, dan....

Karyo: Lanjut, Jo?

Paijo: Gass, Kang.

Bab 5 terdiri dari 18 halaman, mulai dari 103-120, judulnya Diseminasi Pengetahuan Baru. Bab ini merupakan bab yang hampir terakhir, sebelum penutup. Oia, postingan ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya, yang ada di sini.


Oke, saya akan coba ulas per halaman.

  1. Pada halaman 103 terdapat pemborosan kata “mampu” dan “dapat” yang muncul bersamaan, jejeran, alias berdampingan. Selain itu, pada halaman ini juga muncul kata “Pelatih”, padahal di bagian lain menggunakan kata “Pengajar”. Agaknya karya ini bentuknya kumpulan, lalu penyelaras bahasa kurang optimal perannya. Atau, mungkin tidak ada penyelaras bahasa.
  2. Halaman 104 terdapat kata “praktek”, padahal di KBBI tertulis “praktik”. Juga kata “researchgate” dengan “r” kecil. Jika ini dimaksudkan sebagai nama, maka seharusnya “R”. Reseachgate pada halaman ini disandingkan dengan jurnal, prosiding, dan repositori. Sudah tepatkah? Menurut saya tidak tepat.
  3. Lanjut halaman 105, ya. Pada halaman ini tertulis “pos-tes”, “mempraktekkan”, awalan point dengan huruf kecil: “refleksi”, “Waving” yang pada bagian lain tertulis “weaving”,  “praktek” muncul lagi.
  4. Halaman 106 saya lihat ada kalimat-kalimat yang tidak efektif, tidak nyambung dengan kalimat sebelumnya. Ada kata “peserta” dan “penelitian” yang muncul pada sebuah kalimat secara tiba-tiba, serta penulisan “di” yang tidak tepat. Bagian ini membahas pentingnya diseminasi karya ilmiah, namun tidak disertai referensi. Okelah, mungkin memang tidak mengutip. Ketidakkonsistenan tanda titik juga muncul di halaman ini.
  5. Lanjut ke halaman 107. Terdapat kata “dalam” pada kalimat pertama, yang rasanya kurang pas. Kemudian kata “mengkomunikasikan”, adanya perulangan frasa  dalam kalimat, definisi tanpa disertai referensi, kalimat yang membingungkan, penulisan “peer review” yang tidak konsisten.
  6. Halaman 108 juga saya cermati. Penulisan nama (bukan istilah) kenapa ditulis miring, ya? Misalnya Elsevier. Pada bagian ini terdapat kalimat yang menghadap-hadapkan jurnal “berbayar” dan “open access”. Agaknya itu tidak tepat. Penulisan “open access” sebagai istilah pun keliru, karena ditulis dengan diawali huruf kapital.
  7. Oke, mari lanjut ke halaman 109. Muncul kata “diatas”, yang seharusnya “di atas”. Sederhana, sih. Tapi fatal untuk sebuah buku level nasional yang ditulis banyak orang. Lanjutkan. Pada halaman ini juga ditulis ResearchGate yang dicetak miring. Ada pula “academia.edu” yang penulisannya kurang tepat. Academia.edu yang sudah ditulis itu, kemudian diulang di kalimat yang sama, namun dengan menulis url. Jika konteksnya penyebutan nama, mestinya tetap nama.
  8. Pada halaman 110 terdapat penulisan urutan langkah yang tidak konsisten dalam penempatan tanda “.” (titik). Penulisan “researchgate” dan “academia.edu” yang tidak konsisten di halaman sebelumnya, berlanjut pula di halaman ini.
  9. Halaman 111 ada tanda baca yang tidak tepat. Misalnya terdapat kalimat yang seharusnya menggunakan “,” serta penulisan tanda “.” pada akhir point. Penulisan url Sinta juga tidak konsisten dengan halaman lainnya.
  10. Penggunaan tanda baca, dan ketidakkonsistenan penulisan alamat Sinta juga muncul di halaman 112.
  11. Pada halaman 113,  muncul pula ketidakkonsistenan dalam mengakhiri point. Selain itu, ada 1 kalimat yang boros, hanya mengulang apa yang sudah sebut sebelumnya. Halaman ini membahas jurnal internasional dan jurnal internasional bereputasi, menggunakan rujukan tahun 2016. Agaknya lebih baik lagi rujukannya ditampak PO PAK Dikti 2019.
  12. Lanjut halaman 114. Terdapat penulisan “Quartile journal”, huruf “Q” kapital, sementara “j” kecil. Penulisan SCIMAGOJR juga tidak konsisten. Pada halaman ini terdapat kata sapaan orang ke-2: “Saudara”, yang sepertinya tidak sinkron dengan bagian lainnya. Saltik juga ada pada halaman ini. Penulisan jurnal dan conference yang bersandingan (padahal keduanya beda). Lho kok beda? Ya bedah, dong. Jurnal itu bahasa Indonesia, sementara conference bukan. Mbok ya pakai yang sama-sama bahasa Indonesia saja. Selain itu ada juga penulisan “Questionable Journal”.
  13. Halaman 115. Pada halaman ini, penulis buku cukup berani menuliskan alamat web Beallslist dan Scholarlyoa. Okelah, mungkin mereka punya pertimbangan, namun paling tidak harus ada landasan ilmiahnya. Lanjut… Ada yang fatal di halaman ini, yaitu penulisan ciri jurnal (dan konferensi) yang diragukan, namun kalimat awalnya tidak lugas dalam menjelaskan. Terdapat kalimat kalimat penjelas setelahnya, namun juga tidak lugas.
  14. Halaman 116. Pada halaman ini, sub bab 5 dimulai dengan kalimat yang menurut saya rancu atau minimal maknanya sulit ditangkap. Begini kalimat itu, “Diseminasi karya ilmiah pada jurnal ilmiah perlu pemahaman yang jelas tentang ruang lingkup karya ilmiah yang kita miliki. Menelusuri jurnal ilmiah sesuai bidang ilmu karya ilmiah yang kita milili”. Beberapa saltik juga ada pada halaman ini.
  15. Halaman 117. Saltik ada juga di halaman ini, selain itu terdapat kalimat yang agaknya bagian dari alur/proses namun ditulis terpisah. Pada halaman ini, mak bedunduk muncul “OJS”.
  16. Halaman 118. Terdapat kalimat penjelas langkah submission sangat tidak efektif. Juga ada potongan kalimat ini, “… maka penting baginya untuk memiliki profil penulis atau ID Unik Penulis.” Apa dasar huruf “U” dan “P” ditulis kapital?
  17. Pada halaman 119 muncul lagi kata “Saudara”. Saltik juga tetap muncul di halaman ini, juga ketidakkonsistenan penulisan nama yang kadang diawali huruf kapital, kadang kala tidak.

 Total 17 halaman, ya. Semua ada catatannya.

Karyo: Weh. Setiap halaman kamu baca, Jo? Kamu mengambil alih tugas editor.  Njuk oleh bayaran piro? Trus apa tulisanmu di atas sudah benar semua tanpa salah.

Paijo: Weh, ya ndak bayaran, tho. Ini kerja probono. Aku bukan proyektor, Kang. Hh. Dan tentu saja, tulisanku pasti ada salahnya. Tugas sidang pembaca untuk mengoreksinya. 

Karyo: Wuih, gayamu, Jo. 

Eh, terlewat. 

Terakhir, halaman 120 yang hanya terdiri dari setengah halaman. Namun, apakah lolos dari coretan saya? Tidak. Silakan cek, ya. :)

Gass. Total 18 halaman.

                                                                                                                                                  

Wednesday 15 February 2023

Buku LI-nya FPPTI yang baru, pakai rujukan apa?

Sudah saya bilang berkali-kali, literasi informasi (LI) jadi tuah sakti bagi pustakawan, tidak terkecuali pustakawan perguruan tinggi.

Berbagai kegiatan berjudul LI pun dikembangkan, baik semacam pelatihan maupun seminar atau lainnya. Termasuk oleh FPPTI,  organisasi hebat pustakawan perguruan tinggi, yang akhirnya menerbitkan buku tentang LI.

Bukan yang pertama sih, tapi patut dihargai. Sebelumnya ada beberapa perpustakaan atau pustakawan yang sudah menyusun buku-buku tentang LI. 

Tujuannya satu: meningkatkan posisi tawar pustakawan. Lainnya merupakan tujuan turunan saja.

*****

Selasa, 14 Februari 2023, di hari valentine dan tepat 1 tahun menjelang pemilu 2024, saya hadir di acara Musda FPPTI DIY. 

Sst. Ini kegiatan saya ikut seminar pertama secara luring, setelah sekian lama mengundurkan diri dari hiruk pikuk kegiatan serupa. :)

Di depan pintu masuk ruang acara, ada meja yang memajang buku-buku. Tampaknya juwalan. 

Saya dekati. Semua buku yang ada di meja tentang perpus. Akeh pokoke. Salah satunya ya buku LI-nya FPPTI tadi. Judulnya “Panduan Literasi Informasi Pendidikan Tinggi”, terbit November 2022, penerbitnya FPPTI.

Buku setebal 148 halaman ini dibandrol 110.000 diskon 10%. Dua lembar uang 50-an ribu saya berikan ke penjual, saya dapat kembalian 1000. Harganya jadi 99.000.

Mahal?

Iya. Untuk ukuran buku setebal 148 halaman, menurut saya mahal. Jika dibelanjakan untuk buku lain, uang 99.000 sudah dapat buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat-nya Mark Manson. Atau sudah bisa bawa pulang Homo Deus-nya Harari, atau kalau mau Sapiens, tinggal nambahi sedikit.

Tapi, buku LI-nya FPPTI itu tetap saya beli.

Kenapa?

Saya penasaran. Setelah pernah merasa kecewa oleh buku LI yang terbit sebelumnya, saya berharap banyak pada buku LI-nya FPPTI ini.

Oia, apa sebab saya kecewa pada buku LI yang sebelumnya saya beli?

Karena isinya (pinjem istilah Pak Faiz, kawan saya) klak-klik. 

*** 

Setelah saya dapat kembalian 1000 rupiah, buku saya terima, lalu saya duduk manis di kursi deretan belakang. Saya buka buku baru itu. Saya bolak-balik halaman isinya. Acak.

Mak jenggirat.

Kesan pertama saya ada pada penomoran halaman. Terdapat 4 halaman yang isinya berupa tabel dan berurutan, tepatnya nyambung. Disajikan berdampingan tapi ungkur-ungkuran, landscape, nomornya ada di sisi luar. 

Bisa dibayangkan. Betapa sulit jadinya saat hendak membaca.

Anda sulit membayangkan?

Maafkan. 

Halaman yang saya maksud yaitu 20-21, 22-23.

** 

Oke. Mari kita lihat daftar isinya. Buku ini, sebagaimana diklaim dalam sambutan ketua umum FPPTI (hal. v), difungsikan sebagai instrumen  pemetaan kompetensi literasi informasi, selain itu juga berwujud modul pelatihan LI.  

Dari dua klaim fungsi buku di atas, isi buku dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian 1 berjudul Panduan dan Framework Literasi informasi. Bagian ini hanya berisi 1 bab saja, yang isinya dibagi dari a sampai g.  Framework yang dibahas dalam bagian  ini, sayang sekali tidak dilengkapi dengan gambar.  

Kemudian Bagian 2 yang diberi judul Modul Literasi Informasi. Bagian ini terdiri dari 4 bab, di awali dengan GBPP (Garis Besar Pengajaran Pelatihan). Setiap bab, agaknya, merupakan penjabaran 4 framework yang dijelaskan di Bagian 1.

Oia, "Bagian" yang saya tuliskan di atas ada dalam isi, mengawali Bab terkait. Namun, "Bagian" itu tidak ditulis pada daftar pustaka. Kenapa? Entahlah.

Setiap framework pada Bagian 2 diulas dalam bentuk SAP alias Satuan Acara Pelatihan. 

Saudara-saudara yang berbahagia. 

Pada bagian inilah, akhirnya lagi dan lagi… saya menemukan  panduan teknis. Ada petunjuk yang berbentuk instruksi klak-klik. Misalnya hal 92-93 tentang Mendeley, 101 tentang edit video, 98 tentang Canva, 109 tentang academia edu, 113 tentang ScimagoJR, serta masih ada lainnya.

Ada pula gambar yang semestinya sudah tidak relevan lagi. Gambar pada  halaman 91 berupa tangkapan layer menu literature search di Mendeley. Padahal, fitur ini sudah lama tidak ada di Mendeley Desktop. Mendeley Desktop pun sebenarnya sudah tidak didukung lagi sejak 1 September 2022, sebulan sebelum buku terbit.

***

Berikutnya terkait tata tulis. Saya nemu beberapa kekeliruan. Misalnya “paraphrase”, yang jika dicari di KBBI akan ditemukan “parafrasa”, pakai “a” bukan “e”. Lebih jelas dapat dilihat di halaman 87. Pada halaman vi juga terdapat saltik. Pada halaman 48 terdapat kesalahan penulisan "di". Pada halaman tersebut "disitus" ditulis gandeng. Juga "diatas". Mungkin juga ada di halaman lainnya.

Cetak miring untuk istilah asing juga kurang konsisten. Misalnya di halaman 55, essential oil tidak dicetak miring. Padahal, masih di halaman yang sama, ada istilah asing yang dicetak miring.

Pada halaman 69-72, terdapat penulisan contoh kerangka tulisan. Namun, rasanya jarak barisnya sangat mengganggu pembaca. 

Buku ini diklaim terbit November 2022. Terhitung baru. Usianya pun, jika dihitung sampai saya menulis review ini, baru 3-4 bulan. Namun, pada halaman 15, saat menjelaskan tentang url Sinta, masih menggunakan sinta.ristekbrin.go.id. Ketidakkonsistenan penulisan URL Sinta juga terlihat di halaman 112. Pada halaman ini, URL Sinta ditempel pada domain ristekdikti, bukan ristekbrin sebagaimana halaman 15. Itupun Sinta2. Padahal, URL Sinta sudah berganti menjadi kemdikbud.

Kemungkinan ini akibat penulisan bareng-bareng, yang penyelaras bahasa-nya kurang kuat berperan.

***

Pada halaman 76, ada penjelasan tentang plagiat yang diambil dari Permendikbud tahun 2010. Padahal, sudah ada Permen baru terkait penegakan integritas dalam publikasi, yaitu Permendikbud nomor 39 tahun 2021 yang di dalamnya juga membahas tentang plagiat.  

Jika buku ini terbit November 2022, semestinya acuan tentang plagiat dapat dipakai yang lebih baru.


-----------***-------------

Catatan (mungkin) yang terakhir.

Pada daftar pustaka tercantum 13 karya. Dari 13 karya itu, yang terbit 2016 ada 2, 2019 ada 1, 2020 ada 1, selain itu terbitan 2013 dan lebih tua lagi. Paling tua, saya lihat tahun 1999. Judulnya the plague of plagiarism. 

Sebagai karya yang terbit 2022, agaknya, hmmm, referensinya kurang kuat.

Pada penulisan daftar pustaka pun ada ketidakkonsistenan. Ada judul karya yang ditulis dengan title case, ada pula yang sentence case. 

Duh.

Referensi framework pada buku ini diklaim dinisbahkan pada Information Literacy Competency Standards for Higher Education dari ACRL 2018, sebagaimana disebutkan pada halaman v, serta pada Bagian 1 halaman 4.

Namun, saya coba cek di daftar Pustaka, tidak saya temukan referensi di atas. 

Nah.

Kalau dari URL ini, https://alair.ala.org/handle/11213/7668, Information Literacy Competency Standards for Higher Education itu berangka tahun 2000, bukan 2018. Yang lebih baru dari 2000 ada, yaitu 2016. Namun judulnya "Framework for Information Literacy for Higher Education" bukan seperti yang ditulis pada buku LI-nya FPPTI. 

Lalu, buku itu pakai referensi yang mana?

Entahlah.

-----**--------

Oke. Dari beberapa catatan di atas, apakah buku literasi ini sudah masuk kategori literate?

Monggo, jika perlu dijawab, boleh dijawab.

Kemudian, apakah buku ini layak dibeli. 

Nah. Kalau ini, ya jelas layak-lah. Wong saya juga beli. :)

Kawan, kalau anda punya uang berlebih, dan ingin tahu LI, belilah. Itung-itung menghargai karya FPPTI, organisasi hebat perpustakaan perguruan tinggi Indonesia.

Namun, jika anda tipis uang, jangan beli. Pinjamlah saja di perpustakaan.

Saran saya logis, kan?

Apalagi buku ini dibuat dengan melibatkan banyak orang, dengan beragam peran. Mulai dari pengarah, penyusun, perumus, tim ahli, tim pelatih, reviewer, editor, dan sekretaris. Total saya hitung ada 28 nama untuk semua peran itu. 

Selain itu, di sampul belakang juga tertulis testimoni 2 begawan ilmu perpustakaan Indonesia. Yang, tentu saja, sebelum memberi testimoni pasti sudah membaca keseluruhan isi buku.

Kurang apa lagi?

Kurang referensi? #ups