Sunday 21 August 2022

Pujian untuk IPI: adakah? #1 (jawaban untuk Mas Yuan)

Seorang kawan, namanya Yuan, menantang saya untuk memberi pujian kepada IPI, Ikatan Pustakawan Indonesia. Tepatnya 5 pujian. Dia menyebut angka.

Mas Yuan, lengkapnya Yuan Oktavian, merupakan senior saya di dunia kepustakawanan. Jika boleh saya buka kartu, dari beliau lah saya kenal istilah recall and precision dalam sistem temu kembali. Pada masa awal saya kerja, atau beberapa waktu setelah lulus kuliah. Tepatnya saya lupa. Namun saya ingat betul, waktu itu kami dipertemukan melalui Yahoo Messenger. 

Komunikasi di YM ini berkesan bagi saya. Saya berfikir Mas Yuan ini orang yang tidak pelit ilmu. Dia mau berbagi ilmu pada orang yang belum dikenalnya. 

Saat beliau cerita tentang recall and precision itu, saya pas di kampung halaman. Saya chat pakai HP Sony Ericsson, kalau tidak salah K320i. 

Terima kasih, Mas Yuan.

***

Ok. Balik ke tantangan Mas Yuan. Tantangan ini bukan perkara mudah untuk dijawab. "Sik, Mas. Mikir dulu", jawab saya.

Memuji IPI  bagi saya tidak mudah, bukan karena tak ada slot yang layak dipuji. Bukan. Melainkan karena saya tak banyak tahu tentang daleman IPI.

Saat ini saya bukan anggota IPI. Dulu memang pernah jadi bagian dari IPI. Satu periode sesuai masa keanggotaan, atau masa KTA. Perlu diketahui, bahwa KTA saya itu pun bukan karena saya mendaftar. Melainkan karena ada kawan yang berbaik hati, atau mungkin ingin saya masuk IPI. Dia daftarkan, dia bayari, KTA jadi lalu diberikan pada saya. Waktu itu saya hanya setor foto.

Pada masa KTA itu masih berlaku, saya pun tak berkegiatan di IPI. Tidak. Atau nyaris tidak! Untuk sekedar memberi ruang bahwa ada kegiatan yang saya lupa. Saya juga tak yakin, apakah saya memperoleh manfaat selama masa keanggotaan itu. Agaknya tidak.

Oleh karena itu... beralasan sekali jika saya katakan saya tidak tahu daleman IPI. Maka sulit pula saya menerima atau menjawab tantangan kawan Yuan.

Tapi baiklah. Saya coba mengenali IPI melalui websitenya. Berharap ada bagian-bagian yang bisa diubah menjadi 5 slot pujian, bagi IPI.

Saya buka web IPI, lalu coba lihat menu dan isinya.

****

Karir. Menarik juga, web IPI ada informasi karir. Meski sebenarnya saya bertanya-tanya. Yang diurusi IPI itu pustakawan, atau calon pustakawan, sih?

Ikatan pustakawan atau ikatan calon pustakawan?

Okelah. Saya coba telusuri. Siapa tahu ada informasi lowongan yang ada di database ini. Maklum, lowongan memang merupakan informasi sangat berharga bagi para lulusan ilmu perpustakaan. Mungkin IPI juga ingin mendekat pada calon pustakawan lewat web dan info lowongan. Dengan harapan, hatinya tertaut dan segera bergabung jadi anggota IPI.

Namun, ternyata ketika saya coba cari dengan kata kunci 'pustakawan', zonk. Tidak ada.

https://portal.ipi.web.id/info-karir/


Berikutnya....

Saya coba cari kepengurusan. Penasaran siapa saja pengurus IPI periode ini. Pada menu profil, saya temukan tombol tautan Profil, dan mengarah ke informasi pada path web "tentan- kami".

Pada bagian agak tengah ketemulah tautan seperti gambar di bawah ini.


https://portal.ipi.web.id/tentang-kami/

Namun, ternyata URL tombol ini menuju ke https://portal.ipi.web.id/tentang-kami/#. Alias zonk. 

Duh. Mosok  sejak 2018, tidak ada dokumen nama pengurus yang diunggah.

****

Harapan awal saya, dari info karir dapat memunculkan pujian bagi IPI. Sementara dari nama pengurus, dapat dijadikan umpan penelurusan, untuk mengetahui lebih lanjut tentang IPI, yang akhirnya memunculkan pujian bagi IPI.

Namun, agaknya saya harus berusaha lagi.

Mas Yuan, maafkan. Saya belum menemukan. Tapi percayayalah! Pujian itu pasti ada. Hanya belum ketemu saja.

****

Mengamati web ini pernah saya lakukan beberapa tahun lalu. Ini arsipnya.

Semoga bersambung, setelah saya menemukan point yang dapat dijadikan pujian.

Catatan: penelusuran web saya lakukan dengan batasan waktu sebagaimana tercatat sistem atau saya tuliskan. 


21 Agustus 2022

Bumi Petilasan Rakai Garung

07.12 pagi













Monday 15 August 2022

Mengomentari komentar Mas Alam. Masih tentang KPDI, media sosial, dan prosidingnya

Saudara..

Dalam dunia blog per blog-an, tulis menulis, biasalah kita beradu tinta. Tidak selalu buat menang kalah, sih. Ada juga yang untuk melemaskan jari-jari tangan, agar antara otak dan gerakan tangan bisa nyambung, melatih logika, atau tujuan lainnya.

Juga... buat mendidik penguasa. 

Penguasa bisa luas maknanya, lho. Mulai dari penguasa pikiran, penguasa isu, penguasa anu dan anu..

****

Oke. Senang sekali, kawan saya, mas Alam menanggapi tulisan ringan saya  beberapa waktu lalu. Silakan lihat di sini

Di bawah ini ringkasan yang saya buat, + respon singkat saya.



Respon agak panjang saya sebagai berikut.

  1. Memang saya hanya membahas Medsos FB. Kenapa? Ya itu yang paling mudah saya akses pas nulis. Hh. Sesuai judul juga, saya ingin melihat bagaimana para penggawa itu mencitrakan KPDI melalui media sosialnya (FB, dengan batasan waktu saat saya melakukan percermatan). Apakah ilmiah, reuni, makan-makan, atau foto-foto? Hasilnya.. paling banyak foto-foto, juga makan-makan. Lha kok cuma 3 akun yang dilihat? Sst. Itu diambil pada para tokoh SC. Dan, waktu itu, pas nulis sudah dalam keadaan ngantuk. Selain 3 akun SC itu, ada juga yang saya lihat, tapi malah tidak ada postingan KPDInya. Mau nyari yang lainnya lagi, wis kriyip-kriyip
  2. Apakah kesimpulan bahwa ternyata isinya makan-makan itu salah? Tidak. Tentu tidak salah. Suka-suka pemilik akun. Namun...
  3. Apakah tujuan pada nomor 1 di atas penting? Penting. Karena mereka public figure kepustakawanan. Cara mereka bermedsos, cara mereka menggunakan medsos untuk mencitrakan perpustakaan dan kegiatan perpustakaan -KPDI- (semestinya) akan di(jadikan)contoh para penerusnya. 
  4. Terkait web KPDI yang pindah,  itu di luar wilayah saya. Saya hanya melihat apa yang saat ini ada. Mau mlumah mengkurep,  faktanya saat saya coba, prosiding tidak bisa diakses. 😁


Salam jadah goreng....


Saturday 13 August 2022

Benarkah makalah KPDI diungggah untuk diakses terbuka? Setelah cek di web, ini hasilnya....

Berawal dari sebuah komentar, dan kemudian komentar atas komentar, terkait materi Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) dari awal sampai akhir yang katanya di-openaccess-kan.

Komentar itu ditulis pada postingan penelitian sebelumnya, di sini. Komentarnya saya fotokan di bawah ini.

Penulis komentar tidak menampilkan namanya. Dia menggunakan ID Anonim. Entah sengaja, atau pas default terpasang Anonim. Oke, lepas dari itu, saya tertarik dengan komentarnya. Lihat yang saya blok.

Hebatnya KPDi usai perhalatan semua artikel open access bisa dilihat sari lama web kpdi 1 sampai terakhir,...

Komentar ini, dikomentari seorang kawan, di laman FB. Katanya yang tersedia hanya KPDI hanya KPDI 2 dan 12 saja. Saya pun penasaran.

Mari kita cek satu per satu di web KPDI. Sebagai catatan, ya. Pengecekan ini dilakukan pada Sabtu sore, 13 Agustus 2022, selesai pukul 19.57 WIB.

Web KPDI memiliki alamat utama di https://kpdi.perpusnas.go.id/. Setiap seri KPDI memiliki URL yang menginduk pada web tersebut.

KPDI 1

Berikut tampilan layar webnya



Tidak saya temukan URL unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 2

Berikut tampilan layar webnya


Saya temukan URL unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 3

Berikut tampilan layar webnya




Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 4

Berikut tampilan layar webnya



Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 5

Berikut tampilan layar webnya



Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 6

Berikut tampilan layar webnya



Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 7

Berikut tampilan layar webnya


Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 8

Berikut tampilan layar webnya


Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 9

Berikut tampilan layar webnya



Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 10

Berikut tampilan layar webnya


Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 11

Berikut tampilan layar webnya


Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 12

Berikut tampilan layar webnya




Tampilan dari https://kpdi.perpusnas.go.id/site/prosiding/KPDI-12

Saya menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding, tapi belum ada URL ke file prosiding.

KPDI 2021

Berikut tampilan layar webnya



Saya menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

KPDI 13

Berikut tampilan layar webnya



Saya tidak menemukan URL/menu unduh materi/paper/prosiding.

****

Dari tampilan di atas, jika dilihat dari tautan unduh materi/prosiding, maka terkait materi/prisiding/makalah yang tersedia untuk diunduh bebas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Dari 13 + 1 KPDI, hanya terdapat 2 KPDI yang materinya dapat diunduh, yaitu KPDI 2, dan KPDI 2021. 

Coba lihat! KPDI 2 itu tahun 2009, sedangkan KPDI 2021 itu tahun 2021. Mlumpat.

Sementara pada KPDI 12, meski ada menu URL unduh, namun URL menu unduh tersebut masih belum aktif.

Saudara....

Pengamatan di atas terbatas pada tampilan menu di web KPDI, lho. Ingat. Itu batasannya. Bisa jadi ada menu tersembunyi, yang luput dari pengamatan saya. 


****
Paijo: Kang!
Karyo: Piye, Jo?
Paijo: Kayane, habis ini panitia KPDI bakalan oprek. Nyari data materi sejak KPDI pertama, buat diunggah. Ya... Jika ternyata sudah diunggah, ya minimal memperbaiki menu web.
Karyo: hehe



Bumi Petilasan Rakai Garung
Sêtu Lêgi 15 Sura Ehe AJ 1956,
20.00 WIB




Thursday 11 August 2022

Membaca KPDI 2022 dari Medsos Para Penggawanya: kegiatan ilmiah, reuni, makan-makan, atau foto-foto

Pendahuluan

KPDI alias Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia dilaksanakan setiap tahun. Tentu saja, jika tidak ada halangan menghadang. Karena, kalau ada halangan menghadang tapi tetap dilaksanakan, itu namanya nekad. Hhh

Oia. Ini acara tidak baen-baen. Tidak mudah, dan tidak sembarang orang bisa mengikutinya. Selain karena bobot acaranya yang berat, peserta harus membayar sejumlah uang pendaftaran.

Perlu modal, Bro! Modalnya kudu kumplit, kudu lahir bathin. 

Pada KPDI 2022, paling sedikit peserta harus menyiapkan 2,5 juta, dalam kurs rupiah. Dengan uang ini, seorang peserta bisa gabung selama acara acara + halan-halan. Tanpa penginapan. Alias kudu dipikir dhewe, mau nginep di hotel, di masjid, POM bensin, atau numpang rumah kenalan. Atau meh ngglembuki staf hotel, agar boleh tidur di mushola hotel. hh

Jika mau merogoh kocek lebih dalam dan lebar lagi, yaitu 3,4 juta, baru dapat tambahan fasilitas penginapan. Artinya, kalau berani bayar lebih, maka tinggal leha-leha saja, datang, duduk, makan, tidur, halan-halan.

Dengan angka segitu, selain perlu modal, harus dipastikan pula dompet tidak madul. Nanti jadi modal-madul. Wkwk. Isa mangkat KPDI, tapi wong ngomah kaliren. Rak ya bahaya, tho.

Sumber web KPDI 2022

Dengan biaya tinggi tersebut, tidak banyak golongan manusia yang mampu bergabung di acara spektakuler ini. Setidaknya hanya untuk beberapa golongan yang bisa mudah meniti jalan menuju KPDI. Mulai dari pejabat, lalu pemakalah yang lolos seleksi, kemudian yang punya uang lebih (modal tidak madul, hh). Terakhir yang modal nekad minta dibiayai institusinya. Golongan terakhir ini punya prinsip: gasss!!

Bagi anda yang tidak masuk pada salah satu golongan di atas, maka kudu bersabar. Tapi yakinlah! Derajat kualitas kepustakawanan anda tidak ditentukan oleh ikut atau tidaknya di KPDI.

Namun, meskipun tidak mudah gabung ke acara KPDI, mestinya informasi terkait apa yang ada di dalamnya, khususnya materi yang dibahas, tetap bisa diakses pustakawan kelas bawah yang miskin papa. Tentu saja, ini sesuai dengan demokratisasi informasi yang semestinya dicontohkan pada acara besar nan spektakuler ala KPDI ini.

***

Tujuan penelitian

Salah satu cara mengetahui isi acara bisa dilakukan dengan melihat berbagai saluran media sosial. Pada penelitian ini dikhususkan medsos Facebook.  Penelitian ini hendak menelaah, sejauh apa media sosial menyampaikan dinamika dan isi dari KPDI 2022.

Media sosialnya siapa? Salah sijinya, medsos para penggawa KPDI ini. Alias para pejabat yang bergabung di acara KPDI.

Penggawa KPDI? Emangnya siapa? 

Ya. Memang sulit menemukan nama para penggawa KPDI ini, pada dokumen publik. Saya coba cari di web KPDI, juga belum menemukan.


Web KPDI 

Di web KPDI 13 tahun 2022 juga demikian. Nihil.

web KPDI 13

*****
Penelitian ini, harapannya sih dapat mengungkap sejauh apa isu yang dibahas di KPDI, juga dinamikanya, disebarkan melalui media sosial para penggawanya.

Lebih detail, ada tafsir atas isu yang dibahas yang bisa dilihat dari medsos para penggawa KPDI. Ilmiah. Lebih dari sekedar berbagi tautan materi.

Metode pengumpulan data

Namun, meski sulit, ternyata tetap ada jalan bagi yang mau berusaha. Ya, meski seadanya. Hh

Setelah mlumah mengkurep, miring kiwa dan tengen, akhirnya saya memperoleh informasi dari postingan Welmin Suharto pada 9 Agustus 2022 pukul 23.35.  Postingan ini berupa foto dan kepsen yang berbunyi "SC FPDI baru sempat bersantai menikmati foto booth malam2 biar sepi. Pls tag yaaa" 

Foto yang ada pada postingan, diklaim sebagai SC FPDI. SC saya anggap merupakan streering commitee. Cocok dengan namanya, berarti komite yang nyetir atau think-thank-nya KPDI.

Dari wajah yang saya kenal di foto tersebut lah saya coba terlusuri media sosial Facebooknya, untuk mengetahui sejauh apa mereka menyebarkan kegiatan KPDI 2022 ini.

Sebagai catatan, data peneliti kumpulkan pada Kamis, 11 Agustus 2022.

****

Data yang diperoleh + pembahasan

Ini hasilnya. Data ini saya peroleh dari FB Welmin, Titik, dan Hendro. Selain informasi dari sumber, saya tambahi kolom kata kunci pada bagian paling kanan.

Ya, mirip-mirip seperti analisis tematik. 😁

Saya hanya menemukan 3 akun yang postingannya terkait KPDI, yaitu Welmin, Titik, Hendro. 

Welmin punya 9 postingan yang dilakukan pada 9-11 Agustus. Produktif sekali. Satu hari rata-rata ada 3 postingan. Titik, 4 postingannya dilakukan pada 4 hari yang berbeda, yaitu 22 Juni, 13 Juli, 21 Juli, dan 10 Agustus.

Sementara Hendro di posting 1 saja di 2 Agustus, itupun isinya hanya foto tanpa narasi.

Dari data di atas terlihat antusiasme Welmin dalam memosting terkait KPDI. 

**** 

Nah, bagaimana dengan isinya?

Pada tabel di atas, saya coba ambil kata kunci pada tiap postingan. Rekap dan visualisasinya dapat dilihat visualnya di bawah ini.

visualisasi menggunakan wordcloud

Foto (foto-foto) terlihat paling besar. Artinya, postingan yang dibuat, paling banyak ya foto-foto. Hal ini terlihat jelas, karena pada hampir semua postingan, pasti ada fotonya. Cek saja. Hi hi

Menyusul berikutnya 'reuni', dan 'makan'. Kata FPDI (Forum Perpustakaan Digital Indonesia), jika dilihat pada narasi postingan, hanya sekedarnya saja.

Reuni merujuk ada acara kumpul-kumpul. Apalagi ini KPDI pasca pandemi. Jika dilihat dari web KPDI, terakhir (KPDI 12) dilaksanakan pada tahun 2019. Sehingga wajar jika kata kunci 'reuni' kami gunakan.

'Makan', tentu saja merujuk pada acara makan-makan. Pada postingan yang terkumpul, 'makan' ada di 4 dari 14 postingan (28%). Jika didetailkan: makan angkringan santap malam, makan di Mbok Galak dengan menu perkambingan, makan pisang goreng dan minum minuman tradisional, makan siang.

Postingan terkait substansi KPDI, atau apa yang dibicarakan, tidak ada. Atau nol.


Tabel di atas menunjukkan waktu posting. Titik dan Hendro melakukan posting pra acara. Artinya, keduanya memang berniat untuk mengajak orang ikut, atau menunjukkan bahwa dirinya ikut KPDI.

Namun, jika ditelaah lebih dalam agaknya cukup menarik. Hendro hanya posting 1x (promosi), dan itupun tanpa narasi. Kenapa?

Titik, posting 3x yang bernada promosi dengan pola yang sama. Nyaris tidak ada kreatifitas dalam proses posting promosinya. Monoton.

Batasan penelitian + penelitian lanjutan

Penelitian ini terbatas pada pencarian informasi KPDI di medsos para penggawa KPDI. Sangat dimungkinkan, ada informasi yang tersebar di tempat lain.

Penelitian awalan ini, mungkin bisa dijadikan inspirasi untuk penelitian berikutnya. 

Kesimpulan

  1. Melihat mahalnya biaya ikut KPDI, maka saya masih tidak tertarik mengikuti
  2. Sulit mencari informasi, terkait apa yang dibicarakan di KPDI, di medsos penggawa KPDI
  3. Para penggawa KPDI perlu memperbaiki lagi pencitraan dan penyebaran materi atau isu-isu KPDI di media sosial, terutama media sosial para penggawa. Kenapa? lha kan jadi contoh. :)
  4. Mungkin para penggawa KPDI perlu belajar lagi mengoptimalkan media sosialnya. 😊
****
Paijo: "Atau mungkin karena biaya ikutnya mahal, maka apa yang dibicarakan tidak disebar sembarangan, Kang?"
Karyo: "Mazook analisismu, Jo!"


Malem Jemuah, 11 Agustus 2022

11.38 malam

 

Thursday 4 August 2022

Analisis tulis menulis pada paper di jurnal bidang perpustakaan: sebuah kajian review suka-suka

Latar belakang

Kawan, penelitian itu tidak harus ada latar belakang yang dituliskan. Terkadang, latar belakang cukuplah diketahui oleh si peneliti. 

Sebelumnya, penelitian serupa pernah dilakukan. Misalnya ini.

Begitu.

Tujuan

Demikian pula tujuan, yang juga tidak harus dituliskan. Cukuplah si peneliti sendiri yang mengetahui tujuannya.

Tapi kalau anda bertanya tujuan penelitian ini, maka saya jawab: menjawab rasa penasaran.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode 3 jalur. Yaitu cari, amati, tulis. Cara ini sebelumnya sudah diterapkan. Silakan lihat di sini.

Tentu saja, peneliti ingin metode ini bisa diuji pada berbagai penelitian lainnya.


Pembahasan

Nah. Kalau ini perlu ditulis dengan lebih panjang dari bagian-bagian sebelumnya. Lha mosok pembahasan isinya cuma mak plekuntis.

Oke, ada dua paper yang dibahas pada penelitian ini. 

Paper pertama berjudul Evaluasi Kekuatan Koleksi di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dapat unduh di sini. atau di sini.



Pada abstrak terdapat kata disseminasi, yang dicetak miring dan diapit tanda kurung. Pertanyaannya, kenapa miring? Apakah disseminasi ini istilah asing? Bahasa apakah? 

Kenapa saya bertanya? Karena pada abstrak dalam bahasa Inggris (pada paper yang sama), ditulis dissemination.

Juga ada tulisan Taylor Service yang ditulis dalam tanda kurung dan cetak miring. Berbeda dengan disseminasi, Taylor Service ditulis dengan T dan S kapital. Ini nama orang, institusi, perusahaan?

Kata Tri Dharma, jika dicek di UU No. 12 tahun 2012 ditulis Tridharma.

Pada gambar di atas, kalimat pertama bagian pendahuluan langsung terdapat akhiran "nya". Nah. Ini "nya" nya siapa? Mungkin akan lebih enak, jika setelah pokoknya diberi tanda koma. Atau, bisa diringkas menjadi "Perpustakaan didirikan untuk ....". Tugas pokok bisa dijelaskan pada kalimat berikutnya.

Pada kalimat pertama bagian pendahuluan di atas, terdapat "nya" di tiga tempat berbeda.

Kalimat pertama diakhiri titik, lalu disusul kalimat yang diawali dengan kata 'sedangkan'. Nah. Coba cek apakah kalimat kedua tepat diawali 'sedangkan'.


Tiga pustaka yang digaris merah, seperti tampak pada gambar di atas, tidak saya temukan pada daftar pustaka.


Gambar di atas menunjukkan beberapa bagian yang ditulis berulang. Padahal masih dalam satu kalimat. 

Kata yang berulang tersebut yaitu: penelitian ini, dan penelitian sebelumnya. Selain itu, "Evaluasi Kekuatan...." ditulis dengan diawali huruf kapital pada setiap kata. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah maksudnya mau menulis judul? Jika iya, maka apa pentingnya menulis judul pada pembahasan tentang perbedaan penelitian? Jika bukan judul, kenapa ditulis dengan title case?

Oke, sampai di situ saja, ya.

*********

Paper kedua berjudul yang ada di sini atau di sini.


Awal paragraf pertama bagian pendahuluan, kita suguhi oleh saltik. Ada pula kata Modern yang di awali M kapital. Setelah itu, ada kata berbalut. :)

Frasa 'dirasa cukup begitu', masih di kalimat pertama, apa maksudnya ya?
'Dimana', yang kemungkinan terpengaruh kata where dalam bahasa Inggris, muncul di kalimat kedua. Kalimat terakhir paragraf pertama, ditulis tanpa koma, sehingga maksudnya sulit ditangkap.

Pada paper ini, banyak penulisan istilah asing yang tidak konsisten. Ada yang dicetak miring, ada yang tidak. Selain itu, penulisan nama, misalnya nama toko Togamas, terkadang ditulis togamas, ada pula yang ditulis toga mas, maupun Togamas.

Kesimpulan
Tidak ada kesimpulan






Wednesday 3 August 2022

Mencermati 1 artikel di BIP, jurnal bidang perpustakaan kategori S2. Hasilnya mencengangkan!

Ah. Ini iseng saja, sambil belajar bahasa Indonesia. Mencoba membaca paper ilmiah di jurnal. Maklum. Bertahun-tahun tulisan saya tidak berhasil tembus jurnal ilmiah. Mentok hanya masuk blog. Itu saja blog milik sendiri. :)

Uwo, uwoo

Siapa tahu, hasil pembacaan ini bisa memantik semangat menulis ilmiah yang berkualitas.

**

Paper yang saya cermati berjudul Perpustakaan dalam pelestarian warisan budaya di Indonesia tinjauan literatur sistematis,  yang ada di https://jurnal.ugm.ac.id/v3/BIP/article/view/1491 (atau unduh di sini). Paper ini ditulis oleh Septa dan Tamara Adriani Salim.

Mari kita lihat.



Gambar di atas merupakan potongan dari paragraf pertama. Saya coba cermati, dan berikut beberapa catatan saya. 

Kalimat pertama terdiri dari 30 kata, tanpa tanda koma. Kata sabang, ditulis dengan hurus s kecil. Sedangkan Merauke dengan M besar. Lha kok beda? 

Masih pada kalimat yang sama, saya mikir, apakah wilayah yang luas merupakah sebab dikenalnya Indonesia sebagai negara yang punya kekayaan alam dan budaya yang beragam?

:) 

Kalimat berikutnya menyebut bahwa kekayaan budaya dan sumber daya alam diperoleh dari beragamnya suku bangsa, etnis, dan ras (di zaman dahulu). Benarkah? Okelah. Untuk budayanya iya, tapi untuk sumber daya alamnya?

Kalimat terakhir berbunyi Berangkat dari keunikan inilah yang mencerminkan kekhasan tradisi dan budaya dari masing-masing daerah yang menghasilkannya. Saya belum paham maksud kalimat ini.


Paragraf berikutnya, kalimat pertamanya terdiri dari 38 kata. Terdapat 1 tanda koma. Mayan, membacanya tidak ngos-ngosan. Namun, agaknya masih boros kata.

Berikutnya, lanjut. 


Hmm. Lihat bagian yang bergaris merah. Agak gimana gitu.




Okelah, saya langsung ke paragraf terakhir saja.

Mak bedunduk, inilah (ada di atas) hasilnya. Hehe. Paragraf terakhir ini hanya terdiri dari 1 kalimat. Satu kalimat ini terdiri dari 60-an kata.

Oia, di atas paragraf terakhir itu ada saltik. Terdapat angka 2 yang agaknya kedinginan, sehingga nyempil terjepit. Di bagian lain ada kata public, "yang mana", bangsa dan Negara. 

*****

Oke. Sebagai bonus, kita pindah ke artikel lain. Beda judul, beda jurnal, beda penerbit.


Paper ilmiah di atas banyak salah ketik, juga banyak pakai kata yang dipetik. Lha, mosok pembaca dipaksa mencari makna tersembunyi dari sebuah kata. :).

Sudah, ya. Itu saja.

Lalu apa kesimpulannya?

Kesimpulannya, saya masih harus berjuang agar bisa nulis di jurnal ilmiah. Berat, bro!. Apalagi mbayar.

Wis mumet neliti, nulis, e pas mau mempublikasikan masih diminta mbayar. Angel, wis. Angel. Angel.