Friday 11 November 2016

Meningkatkan bobot peran pustakawan Perguruan Tinggi (Diskusi singkat dengan Ibu Luki Wijayanti)


Catatan: tulisan bebas ini, saya tulis dari sisi pandang saya sebagai praktisi pustakawan.

 Jika kita melakukan hal penting yang dianggap penting oleh institusi induk, maka kita akan dianggap penting (lupa sumbernya, tak carinya dulu)
Pustakawan berkeinginan untuk dianggap penting bagi institusi induk. Namun, jika institusi induk hanya membutuhkan perpustakaan yang sekedar melayani pinjam-kembali koleksi, maka selama itu pula status perpustakaan akan disandang. Saya pernah menuliskannya di http://www.purwo.co/2016/02/membaca-pandangan-pimpinan-terhadap.html.

Lalu, apa pekerjaan pustakawan yang bisa dianggap penting? Jika ini ditanyakan ke pustakawan, pasti jawabnya beragam. Saya tidak hendak membenarkan atau menyalahkan, karena wilayah di mana si pustakawan itu berada, akan berpengaruh. Hal yang dianggap penting bagi perpustakaan dan insitusi yang satu, belum tentu juga yang lainnya. Untuk itulah, cara pandang kita pada lembaga induk menjadi sangat menentukan. Kemampuan mencari peluang, dari visi misi atau target lembaga induk, penting dilakukan oleh pustakawan.

Di perpustakaan FT UGM, kami melihat iklim akademik (ilmiah) yang begitu kental. Di mana-mana banyak mahasiswa belajar, diskusi, menulis, dan lainnya. Isu tentang penerbitan di jurnal internasional, juga marak. Sangat menantang. Untuk itulah, akhirnya kami menempatkan perpustakaan sebagai unit yang ingin mendukung proses tersebut. Berbagai bentuk kegiatan kami lakukan.
daftar kegiatan/layanan perpustakaan FT UGM
Kegiatan tersebut digerakkan oleh 4 pilar. Pustakawan, dosen, mahasiswa dan pihak eksternal, dengan berbagai kegiatan yang menjadi bagian masing-masing. Kegiatan bersama dosen, selain mendatangkan orang yang ahli dibidangnya, juga cara kami "mencuri ilmu", untuk kami tularkan pada mahasiswa lain.

Namun, hal tersebut masih sebatas kegiatan. Kontrol kami masih kurang. Ada mahasiswa yang bertanya via wa tentang kesulitan ketika submit di jurnal, menulis menggunakan Ms. Word, Latex dll. Kami buat pelatihan, atau tutorial online, selesai. Kontrol atau pendampingan kami masih kurang, dan kami tidak sadar hal tersebut.

diskusi tentang latex

kabar menyenangkan dari seorang mahasiwa

Achivement
Bermula dari postingan tentang pustakawan yang harus mendukung "achievement" di sebuah grup wa. Karena pesanaran, saya akhirnya bertanya langsung pada si sumber berita, Bu Luki Wijayanti.

Achievement yg dimaksud adalah capaian. Kalau utk lembaga biasanya menggunakan istilah KPI (Key Performance Indicator). Swtiap lembaga paati ounya Visi dan Misi yg berbeda sehingga KPI-nya juga akan beda2.  Dalam hal blended library, kita harus mampu mendeskripsikan kontribusi perpustakaan terhadap KPI lembaga.
Teks di atas, adalah balasan Bu Luki atas pertanyaan saya tentang achievement. Sebagai praktisi yang tentunya tingkat pemahaman pada teori ilmu perpustakaan jauh di bawah para akademisi, tentunya saya harus berfikir ekstra untuk menerjemahkan kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari pustakawan. Baiknya Bu Luki, beliau mau memberi contoh.

Istilah KPI, bagi saya adalah hal baru. Selama ini saya hanya melihat apa yang jadi keinginan institusi, kemudian jabarkan pada kegiatan/layanan di perpustakaan. Sesederhana itu. Mungkin memang beginilah tabiat praktisi. Coba kita lihat, contoh yang diberikan Bu Luki di bawah ini.


Blended librarian
Blended librarian untuk para client mungkin bisa lebih konkrit, yi apa peran pustakawan terhadap capaian para individu. Mis. Achievement mahasiswa adalah lulus tepat waktu, dengan IPK di atas 3 dan cepat mendapatkan pekerjaan. Nah... di sini pustakawan juga harus mampu mendeskripsikan kontribusinya terhadap capaian mahasiswa tsb, yg tentu saja disetujui oleh mhsw ybs. Juga utk dosen yg salah satu capaiannya adalah menerbitkan artikel di jurnal internasional yg ber-impavt factor tinggi. Apa peran pustakawan thd capaian tsb?

Membaca pesan Beliau, saya ingat tulisan saya, yang saya terjemahkan dari sebuah penelitian di Malaysia, http://www.purwo.co/2016/01/peran-scholarly-communications-oleh.html. Tulisan tersebut mempengaruhi saya dalam mengembangkan perpustakaan FT. Namun membaca pesan Bu Luki, saya jadi tersadar. Ada yang saya lupakan, dan itu adalah salah satu yang saya cari selama ini.

Lanjut...

Peran besar pustakawan PT
Jika dosen konsentrasi pada materi, maka pustakawan bisa konsentrasi pada teknis A-Z dalam penerbitan ilmiah. Sebagaimana penelitian di Malaysia yang saya terjemahkan di atas. Tapi, saya melihat ini berat. Karena, pustakawan kudu tahu betul dunia penulisan jurnal di level internasional, dari A-Z (selain isi).

Namun untuk menjadi blended, pustakawan hrs terus mendampingi siva sampai dia benar2 berhasil mencapai tujuannya. Misalnya ketika kita mendampingi mhsw S3 yang tujuan adalah memoublikasikan artikelnya ke jurnal internasional. Dlm hal ini kita hrs mendampingi sampai dia berhasil publikasi.

Teks di atas, adalah lanjutan whatsapp Bu Luki. Kata kuncinya pendampingan. sebelum saya menemukan kata "pendampingan", sudah terasa berat, maka semakin berat lagi setelah ada tambahan ini.

Berat, opo menantang, kang?  - PD wae. Golek pendamping hidup we iso, kok.

Peran pendampingan pada contoh peran pustakawan terkait publikasi di jurnal internasional, sepertinya bukan ke konten, namun ke selain konten tulisan. Artinya, perpustakaan tidak hanya selesai pada membimbing mahasiswa dalam: cara mengutip, cara menulis, cara submit, menghindari plagiat dan lainnya. Namun proses pendampingan setelah pelatihan, dapat diambil juga perannya oleh pustakawan. Pendampingan ini yang justru akan lebih berat, karena dinamikanya akan sangat terasa. Selama ini, pendampingan dilakukan oleh dosen, dan sangat mungkin dosen memiliki keterbatasan dalam proses mendampingi ini.

Mendampingi? Mbok ngilo githok, tho. Tulisanmu ini saja masih belepotan, durung "teteh". Sampeyan juga belum pernah nulis di jurnal, apalagi jurnal internasional.

Tantangan Kompetensi pustakawan
Nah, dari kata kunci "pendampingan" saja, jika dijabarkan akan sangat berat tugas pustakawan. Selain meyakinkan pada atasan bahwa pustakawan mampu, sebelumnya pustakawan juga harus membekali diri dengan berbagai kemampuan. Apa saja kemampuan tersebut? Jika dikaitkan dengan pendampingan menulis artikel di jurnal internasional, maka tidak jauh dengan peran scholarly communication (pada terjemahan saya di atas), atau (komentar Bu Luki) seperti kegiatan yang telah kami lakukan. Nah,  blended-nya adalah proses kita "menyatu" dalam bentuk pendampingan pada mahasiswa.
Bahasa Inggris, cara submit, paham berbagai gaya reviewer dalam menjawab penulis, paham cara membalas reviewer, paham cara mencari jurnal yang tepat, semua aspek tentang penelitian dan penulisan artikel di jurnal, dan sangat ideal, jika si pustakawan juga pernah meneliti dan menulis di jurnal internasional.

Jika pendampingan ini mampu dilaksanakan pustakawan, maka alangkah indahnya kolaborasi antara dosen-pustakawan. Pustakawan akan benar-benar menyatu dengan proses ilmiah mahasiswa.

Sepertinya, cara kita membaca lembaga induk, dan proses mencari peran dapat dilakukan juga dengan bertanya kepada dosen, "apa pekerjaan tambahan dosen untuk mencapai visi-misi lembaga induk (selain pekerjaan administratif), yang sebenarnya bukan pekerjaan dosen, namun menyita waktu?"

Nah, jika menemukan jawaban tersebut, kemudian dapat membantu dosen atau bahkan menggantikan dosen dalam melaksanakan tugas tersebut, tentunya akan menjadi hal yang luar biasa bagi pustakawan.


Bagaimana cara mBlended-nya?
Iyo, kang. Njuk piye carane kui. Lah kemampuannya saja kudu belajar ekstra, isih carane mBlended dengan mahasiswa. Lak yo mumet tho.
Mungkin, pendampingan via jejaring sosial, bisa jadi salah satu caranya. Tapi nanti dulu, tak mikir disik, golek wangsit.


----------


Terimakasih kepada Bu Luki Wijayanti (Dosen Ilmu Perpustakaan UI), atas diskusinya via Whatsapp. 

Sekip UGM
Tanggal sebelas, bulan sebelas, tahun duaribu enambelas
limabelas lebih duapuluh sore.


Bacaan lain:
http://www.purwo.co/2016/01/peran-scholarly-communications-oleh.html
http://www.purwo.co/2016/02/membaca-pandangan-pimpinan-terhadap.html 
http://www.purwo.co/search/label/scholarly%20communication

Wednesday 9 November 2016

Tempelan poster promosi? Kemas ulang jadi kegiatan menarik!

Teman-teman pengelola perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi, pasti sering menemukan tempelan promosi di papan pengumuman perpustakaan. Mulai dari iklan barang (pembuatan kaos, jaket, ...), pelatihan bahasa Inggris, pelatihan keselamatan kerja, pelatihan toefl dan lainnya. Sekilas, tempelan tersebut cuma menghiasi papan pengumuman, dan bagi pustakawan kurang bermanfaat. 

Ya, iya... sangat mungkin yang disasar adalah mahasiswa.

Namun, tidak diragukan bahwa tempelan poster tersebut adalah informasi. Bagaimana cara mengemas informasi tersebut agar lebih menarik, kemudian kita sajikan pada pemustaka/mahasiswa?

Kami, di perpustakaan FT UGM memulai mencoba. Setidaknya kami lakukan untuk si empunya poster pelatihan bahasa Inggris. Ide dasarnya sederhana. Daripada nempel-nempel lalu ditinggal, bagaimana jika promosinya dikemas dengan lebih menarik. "Anda saya undang mengisi diskusi tentang AcEPT dan TOEFL di perpustakaan saya, saya tidak membayar Anda, namun Anda boleh promosi lembaga Anda. Saya cari peserta, dan biarkan peserta menilai lambaga Anda dari promosi dan acara yang Anda ampu?". Ternyata, ada yang mengiyakan, dan kamipun membuat jadwal.

Saya kira, tidak hanya untuk bahasa Inggris, namun berbagai poster promosi yang ada di papan pengumuman perpustakaan, dapat dimodifikasi agar menfaatnya lebih mengena bagi mahasiswa. Jika diperhatikan, tempelan poster yang ada di papan pengumuman dapat dibedakan menjadi:

Pelatihan hardskill

  • Komputer
  • AutoCAD
  • Matlab
  • Pemrograman
  • Hardware komputer
  • dan lainnya

Pelatihan softskill

  • Wawancara kerja
  • Menulis CV
  • Personal branding

Kegiatan ilmiah

  • Biasanya membahas isu populer, baik secara nasional maupun khusus bidang ilmu tertentu.


Ketika dibawa ke perpustakaan, tidak harus sama persis seperti bentuk aslinya, namun dapat berupa diskusi, atau tips-trik, maupun bedah kasus. 

Mulai sekarang, kita coba perhatikan poster di sekitar, dan mencoba membungkusnya dalam kegiatan kreatif perpustakaan. Kita, sebagai pustakawan menjadi kunci dalam proses kemas ulang tersebut. 

"Kuncinya apa, Kang?" - "Kuncine seneng, gembira, perbanyak berinteraksi dengan pemustaka, ngobrol ngalor ngidul, lan ojo minder dengan perpustakaan yang sudah maju. "Fokus...", ngono jare Guru Lee ono ing film Karate Kids."

Weit, ana satu lagi kang, kuncine. Ndableg sitik :)

Dua titik di Jogja, sebagai pengunduh artikel dari jalur bawah tanah

Mencermati tulisan di http://www.sciencemag.org/news/2016/04/whos-downloading-pirated-papers-everyone, sangat menarik. Everyone, setiap orang di negara maju dan berkembang, kaya dan miskin, para peneliti menggunakan SH.

Kabarnya, ini karena kemudahan. Ya, jelas mudah, wong tinggal cari DOI di web tersebut, atau menambahi  URL web asli dengan web SH, 90% artikel yang dicari dapat diunduh. Saya pernah menulis tentang beberapa pandangan pada web "bawah tanah ini", di blog ini. Namun kali ini, coba kita lihat data pengunduh artikel dari web bawah tanah tersebut.

dua titik di Jogja
Saya ragu tentang akurasi titik tersebut jika diklopkan dengan lokasi asli. Namun kita coba lihat isi dari masing-masing titik.
info titik pertama
Area 1, ada 3952 kali unduh yang dilakukan. TOP unduhan adalah artikel dengan DOI 10.1016/S0014-2921(98)00057-9, untuk artikel berjudul "Imperfect competition, risk taking, and regulation in banking". Sementara itu, titik kedua seperti gambar di bawah ini.

info titik kedua

Pada titik kedua ini, unduhan jauh lebih banyak dari titik pertama, 43.885 kali unduhan. Dokumen paling banyak diunduh adalah dokumen ber-DOI 10.1007/978-3-642-31753-8, yang berjudul Web Engineering.

sebaran pengakses di dunia