Monday 17 April 2017

Prof. Panut Mulyono, rektor UGM (2017-2022) terpilih, yang sabar meniti karir struktural sejak 1994

Prof. Panut Mulyono
Pada Senin (17/4) Rektor UGM 2017 - 2022 telah terpilih. Setelah melalui proses awal, akhirnya muncul 3 nama yang dipilih oleh MWA (25 suara). Tiga nama yang dibawa ke MWA UGM adalah Prof. Panut Mulyono, Prof. Ali Agus, Dr. Erwan Agus.

Di level MWA ini, pilihan dilakukan dalam 3 putaran. Putaran pertama, Prof. Panut Mulyono mendapat 11 suara, Dr. Erwan Agus 7 suara, Prof. Ali Agus 7 suara.

Putaran kedua antara Dr. Erwan Agus dan Prof. Ali Agus untuk menentukan yang akan "melawan" Prof. Panut Mulyono di putaran final. Akhirnya Prof. Ali Agus mendapatkan suara lebih banyak dari Dr. Erwan Agus, untuk kemudian dipilih bersama Prof. Panut Mulyono.

hasil akhir
Pada tahap 3, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. mendapatkan suara 15, sementara Prof. Ali Agus 10, sehingga rektor terpilih UGM 2017-2022 adalah Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., yang saat ini merupakan dekan FT UGM.

Penelusuran saya pada buku profil dosen dan karyawan FT UGM, yang terbit 1 Februari 2008, tercatat Prof. Panut memulai karir struktural di KPFT sejak 1994, yaitu sebagai PPF (Pembantu Pengurus Fakultas) Bidang Sarana Prasarana. Saat itu dekan FT UGM dijabat oleh Prof. Dr. Ir. Sri Harto, dan Prof. Panut belum menjadi profesor.

Parto: benar-benar karir dari bawah, ya Kang?
Karyo: Iya, To. Buah dari kesabaran.

Sri Sultan memilih
Karir di FT ini dilalui Prof. Panut dalam beberapa jabatan berbeda sampai menjadi dekan FT UGM 2 periode. Saat terpilih menjadi rektor, Prof. Panut menjalankan jabatan dekan periode dua.

Berikutnya, tahun 1997-1998, Prof. Panut masih menjadi PPF bidang sarana prasarana. Berikut ini kutipan lengkap beberapa jejak karir Prof. Panut Mulyono.

1994 - 1997: PPF Bidang Sarana Prasana
1997 - 1998: PPF Bidang Sarana Prasarana
1998 - 2000: PPF Bidang Sarana Prasarana
2000 - 2004: PPF Bidang Sarana Prasana, kemudian berganti menjadi PPF Bidang Keuangan
2004 - 2008: Asistek Wadek bidang Perencanaan dan Sarana Prasarana
2008 - 2012: Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan
2012 - 2016: Dekan FT UGM
2016 - sekarang: Dekan FT UGM

Setelah 23 tahun berlalu sejak 1994, tepatnya 17 April 2017, Prof. Panut Mulyono terpilih menjadi Rektor UGM pada sidang MWA. Jabatan tertinggi di UGM yang diraih dari titian awal jabatan. Sebuah kesabaran menjalani amanah yang menurut saya, luar biasa.

Akhirnya telah terpilih Rektor UGM 2017-2022, sosok yang dulu sering menghabiskan waktu di perpustakaan UGM (sekip) dan di gelanggang mahasiswa [1], Prof. Panut Mulyono.

Selamat, semoga dapat membawa gerbong UGM menjadi lebih baik lagi.



tahap pertama
Prof. Sofian Effendie memberi sambutan

penghitungan tahap 3

Dato Sri Tahir memilih


Prof. Pratikno memimpin sidang





Referensi:

[1] lihat http://kagama.co/prof-ir-panut-mulyono-m-eng-d-eng-sering-tidur-di-gelanggang-mahasiswa-ugm

Sumber data: Profil Dosen dan Karyawan FT UGM, diterbitkan oleh Fakultas Teknik UGM tahun 2008. Kecuali data setelah 2008, dari saya sendiri (hasil mengingat) :)

Sumber gambar: capture dari streaming ugm.ac.id/streaming, saat proses pemilihan.

Foto Prof. Panut Mulyono: http://ft.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2016/12/10R-2_resize.jpg

Baca juga http://bulaksumurugm.com/wawancara-eksklusif-prof-ir-panut-mulyono-m-eng-d-eng-rektor-harus-berpikir-besar-bertingkah-detail/


Thursday 13 April 2017

, ,

Beberapa software ini perlu dikuasai oleh Pustakawan Perguruan Tinggi

Teman-teman, tulisan ini hanya berdasar yang saya rasakan saja, sebagai praktisi. Bukan dari riset ilmiah ala ilmuwan perpustakaan.

Selama 5 tahun mengabdi di Perpusakaan FT UGM, setelah sebelumnya 8 tahun di Jurusan Teknik Geologi, maka saya menyarankan beberapa aplikasi berikut untuk dipelajari dan dikuasai. Tujuannya, untuk meningkatkan layanan perpustakaan dalam bentuk pendampingan atau bimbingan penggunaannya pada mahasiswa.

Tolong jangan ditanya, "bagaimana itu dikaitkan dengan kerja pustkawan, apakah itu pekerjaan pustakawan?". Hehe, kadang saya ndak berfikir ekstrim seperti itu. Apa yang bisa kita lakukan untuk mahasiswa, itu lebih penting daripada mendiskusikan idealisme kerja kepustakawanan. Jangan protes yak. Tapi, saya rasa kaitannya dengan beberapa aplikasi yang saya tulis ini, masih berhubungan dengan kerja kepustakawanan.

Sing paling utomo, kudu seneng lan bergembira. 

Aplikasi yang saya tuliskan di bawah ini berkaitkan dengan peran layanan  langsung pustakawan pada mahasiswa. Untuk software yang mendukung layanan secara tidak langsung, saya akan tuliskan pada postingan lainnya.

Paijo: "bedanya layanan langsung dan tidak langsung, apa To?"
Parto: "embuh".

Zotero, Mendeley, Endnote, serta file RIS, BIB
Zotero, Mendeley dan Endnote adalah aplikasi untuk pengelolaan referensi. Intinya, aplikasi tersebut menjadi sebuah katalog induk dari koleksi referensi, baik itu buku, jurnal, prosiding dan semacamnya, tercetak maupun digital. Jika semua sudah dikelola di dalamnya, maka si pemilik akan mudah menemukan dan membacanya. Selain itu, aplikasi tersebut akan membantu dalam membuat kutipan dan daftar pustaka.
Lalu, apa itu bib dan ris?.
Bib dan Ris adalah format file dari metadata referensi. Jurnal online, biasanya menyertakan file jenis ini pada databasenya, untuk diunduh dan digunakan. Cara penggunaannya mudah. Bisa diimport ke aplikasi Zotero, Mendeley atau Endnote; atau digunakan untuk membuat referensi di aplikasi berbasis tex (latex atau lyx).

Latex
Latex adalah aplikasi untuk membuat tulisan, mirip seperti Ms. Word atau Libreoffice. Namun filosofinya beda. Ms. Word dan Libre itu What You See is What You Get. Sedangkan Latex menggunakan filosofi What You See is What You Mean.
Beberapa jurnal mensyaratkan penulisan artikelnya menggunakan Latex, terutama jurnal yang mmuat banyak rumus. Aplikasi ini populer di kalangan matematikawan.
Menguasai aplikasi ini, akan menciptakan peran baru pustakawan terkait literasi teknologi.

Powerpoint 
Lah, itu kan aplikasi yang sudah umum, ngapain di tulis di sini?. Beberapa mahasiswa belum mendalami powerpoint secara baik. Sehingga hasil slidenya juga standard saja. Coba dalami berbagai fitur di PP, niscaya akan sangat bermanfaat untuk layanan.

Prezi
Aplikasi ini ada yang berbayar ada yang gratis. Digunakan untuk membuat presentasi, dengan beberapa kelebihan. Menguasai aplikasi ini akan melengkapi kemampuan Powerpoint sebagai alternatif lain untuk membuat presentasi.

Xmind dan Mindmapple
Aplikasi ini digunakan untuk membuat peta konsep. Selain itu, khusus Mindmapple versi free juga bisa menkonversi filenya ke Ms. Word atau Powerpoint. Sehingga, jika digunakan untuk membuat konsep riset atau konsep presentasi, akan mudah dilanjutkan penulisannya di PP atau di Word.

Ms. Word dan Libreoffice Write
Dua aplikasi ini digunakan untuk menulis. Lalu apa yang harus didalami pustakawan? Word dan Libre untuk menulis ilmiah. Coba cek ke mahasiswa, bagaimana cara mereka membuat daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, memanipulasi halaman, memanipulasi nomor halaman, membuat halaman arab dan romawi. Jika ada yang membuat daftar isi dengan cara nulis manual, maka akan kesulita jika ada perubahan nomor halaman.
Nah, heading style di Ms. Word dan Libre Write akan membantu hal ini.

yEd, DIA
Dua aplikasi ini alternatif untuk membuat flowchart selain Visio. yEd dan DIA gratis dan dapat diunduh secara bebas


Mendeley data
Lanjutan dari fitur di Mendeley, Mendeley Data digunakan untuk mengelola data riset. Fungsi lebih lanjut silakan buka http://www.purwo.co/2016/06/mengelola-data-riset-menggunakan.html atau di webnya langsung, https://data.mendeley.com.

----------------

Masih ada yang lain? mestinya masih.

Saya tidak merampatkan semua pustakawan perguruan tinggi harus menguasai aplikasi di atas. Bisa jadi ada skala prioritas atau semacamnya. Yang perlu digaris bawahi adalah bergembira.




Sambisari, 
Kemis Pon, 16 Rejeb 1950, tahun Je, Sengoro Langkir.
Esuk, jam 5.57 wektu Indonesia ireng kulon 




Tuesday 11 April 2017

Mencoba Menggunakan Handl.in, platform registrasi online buatan warga UGM

Handl.In, "Let’s take your event registration to the next level!" demikian ditulis dalam web https://www.handl.in/.

Web ini mirip seperti eventbrite, namun dibuat oleh lokal Indonesia, khususnya lokal UGM. Namun demikian, dapat digunakan oleh siapapun. Lebih lengkap tentang siapa dibalik HI ini, cek di https://www.handl.in/about_us.

Saya mencoba memanfaatkan HI untuk beberapa acara di perpustakaan FT UGM. Membuat acara cukup mudah, dengan tampilan yang sederhanya, tidak banyak pernak-perniknya.
HI dapat digunakan untuk acara gratis maupun berbayar, dengan skema tertentu. Untuk acara gratis, tidak dipungut biaya apapun.

Model konfirmasi pada pendaftar menggunakan email. Setelah pendaftar mendaftar acara, pemilik acara dapat mengirim balik verifikasi, dan si pendaftar, dapat melakukan konfirmasi via email secara otomatis. HI juga dilengkapi form manual. Misalnya ada yang mendaftar secara offline pun, bisa dimasukkan ke form di HI oleh admin.

Untuk mengingatkan pendaftar, akan ada email reminder H-2 acara.

contoh konfirmasi
contoh tiket



tampilan form juga sudah responsiv


Mari kita coba gunakan produk dalam negeri.



Monday 10 April 2017

Penyelenggaraan Diklat Kepala Perpustakaan Sekolah untuk Guru: strategi, bisnis atau sebuah bentuk pengkhianatan intelektual?


Paijo: nulis opo meneh iki, Dul?
Dul: hus, iki latihan nulis. Rak ra popo, tho?. Yo isih iso kleru, Jo. Tak akoni.

Paijo: karepmu! 


Purwo.co - Sebagaimana kita ketahui, ada penyelenggarakan diklat Kepala Perpustakaan Sekolah. Dasar dari pelaksanaan kegiatan ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 25 tahun 2008. Pada peraturan ini disebutkan bahwa perpustakaan sekolah DAPAT mengangkat kepala perpustakaan, dengan beberapa dasar.

dapat, bukan wajib
Beberapa institusi dan juga asosiasi profesi, ada yang ikut menyelenggarakan diklat ini. Tentunya dengan beberapa asesoris yang ditawarkan untuk menarik peserta. Salah satunya adalah MoU kerjasama dengan Perpustakaan Nasional, bahwa si institusi atau asosiasi memang mendapatkan mandat untuk menyelenggarakannya.

Siapa peserta kegiatan diklat ini?

Jika dilihat dari peraturan menteri, ada dua opsi Kepala Perpustakaan Sekolah. Pertama adalah tenaga pendidik, dengan syarat tertentu. Kedua, tenaga kependidikan. Pustakawan atau alumni ilmu perpustakaan, masuk pada opsi kedua. Bagi pendidik, minimal D4 atau S1. Sedangkan bagi tenaga kependidikan, minimal D2 ilmu perpustakaan

Karena yang dikelola adalah perpustakaan, maka jika peserta yang diajukan untuk ikut diklat kepala perpustakaan sekolah adalah alumni ilmu perpustakaan yang ditempatkan di perpustakaan, maka hal tersebut bisa dianggap kondisi ideal.  Bukankah sekolah merekrut alumni ilmu perpustakaan memang untuk mengelola perpustakaan?


Organisasi profesi pustakawan berkewajiban meningkatkan kemampuan pustakawan, bukan menfasilitasi kompetensi guru.

Berbagai isu muncul pada level pelaksanaannya ketika yang diajukan untuk mengikuti diklat adalah guru yang ditempatkan di perpustakaan. Isu guru yang mengikuti diklat karena diminta menjadi kepala perpustakaan sekolah akibat kurangnya jam mengajar, isu beban kerja yang hanya dikerjakan oleh si pustakawan, pustakawan yang dianggap tidak mampu menjalankan fungsi manajerial kepala perpustakaan, dan sebagainya.

Ada beberapa kondisi yang bisa dipetakan, terkait kepesertaan diklat kepala perpustakaan sekolah ini.


  1. Sekolah tidak memiliki alumni perpustakaan untuk mengelola perpustakaan sekolah
  2. Meski ada pengelola perpustakaan dari alumni Ilmu Perpustakaan, namun dipandang kurang tenaga untuk mengelola perpustakaan sekolah
  3. Alumni ilmu perpustakaan dipandang tidak cakap menjadi kepala perpustakaan sekolah
  4. Meski ada alumni perpustakaan, dan dipandang mampu, namun ada guru yang kekurangan jam mengajar.

Kita coba renungkan dulu, kondisi ideal di sekolah. Idealnya yang mengelola perpustakaan sekolah adalah orang yang mengetahui seluk beluk perpustakaan sekolah. Dan, idealnya guru, tidak kekurangan jam mengajar. Maka, ketika ada guru yang diminta mengelola perpustakaan, itu tidak ideal. Pun ketika ada perpustakaan sekolah yang tidak dikelola oleh orang yang mengetahui seluk beluk perpustakaan, juga tidak ideal. Maka dari itu, kebijakan yang harus dikeluarkan adalah membuat perpustakaan sekolah dikelola oleh orang yang memiliki kemampuan ilmu perpustakaan, dan membuat agar guru tidak kekurangan jam mengajar. Berdasarkan hal tersebut pula,  jika ada alumni ilmu perpustakaan bekerja di perpustakaan sekolah, namun ada penempatan guru yang kekurangan mengajar (maupun tidak) untuk menjadi kepala perpustakaan sekolah, adalah kondisi tidak wajar dan tidak ideal.

Kembali ke diklat kepala perpustakaan sekolah. Jika dikaitkan dengan empat kondisi yang saya tulis di atas, maka: idealnya, yang mengikuti diklat kepala perpustakaan sekolah, adalah orang yang berlatar belakang ilmu perpustakaan. Jika yang mengikuti diklat dari unsur guru, misalnya, maka dapat dipastikan, apapun alasannya, pasti itu kondisi darurat. Darurat karena tidak ada tenaga perpustakaan dari alumni ilmu perpustakaan, atau darurat karena guru tersebut kekurangan jam mengajar sehingga diberi tanggungjawab tambahan.

Alasan darurat pertama, dapat dimaklumi. Mengapa? Ya, karena tidak ada yang mengurusi perpustakaan. Lah, mau bagaimana lagi?.

Alasan darurat kedua, karena guru kekurangan jam mengajar, sehingga diberi jam tambahan untuk menjadi kepala perpustakaan sekolah melalui diklat. Dari sisi mana alasan ini dapat dimaklumi? Alasan ini logis ketika ada alasan pertama. Atau alasan kedua ini bisa masuk nalar, jika disertai alasan pertama. Jika alasan kedua ini berdiri sendiri, maka sangat tidak logis dan tidak dapat diterima nalar.

Guru yang kekurangan jam mengajar, bisa diminta membantu mengelola perpustakaan. Namun statusnya adalah membantu pustakawan yang telah ada (jika ada). Kontrol dan manajerial, tetap ada di pustakawan, bukan di guru tersebut.


Perpustakaan PT, dan asosiasi pustakawan tidak memiliki kewajiban memfasilitasi guru yang kekurangan jam mengajar untuk memenuhi jam mengajarnya.

Darurat karena pustakawan dianggap tidak mampu, dan darurat karena tenaga perpustakaan belum pegawai negeri.

Darurat model ini, agak aneh menurut saya. Yang pertama, bermakna meragukan institusi pendidikan yang mencetak pustakawan. Bagaimana mungkin, tenaga perpustakaan sekolah dianggap tidak mampu, padahal mereka lulus dari pendidikan tinggi kepustakawanan? Pandangan ini meremehkan institusi pendidikan tinggi, dengan segenap proses pendidikan di dalamnya. Padahal, di dalamnya ada dosen berkualitas, pemikir kepustakawanan yang sehari-hari menggembleng mereka hingga lulus.

Sementara, jika alasannya karena tenaga perpustakaan dari alumni ilmu perpustakaan belum berstatus PNS pun tidak masuk diakal. Bukankah di Peraturan Menteri tidak ada dikotomi PNS atau bukan PNS. Kekhawatiran jika belum PNS maka ada kemungkinan mereka akan resign, juga tidak beralasan. Bukankah guru pun demikian, mereka bisa dirotasi antar sekolah.



kalau guru kurang jam mengajar, trus ditambal dengan menjadi kepala perpustakaan sekolah, itu biar apa tho? kan kalau jam mengajarnya kurang, malah kepenak.


Siapa yang menjerit akibat adanya diklat kepala perpustakaan sekolah?

salah satu ungkapan pustakawan sekolah
Yang menjerit akibat diklat ini adalah tenaga perpustakaan. Beberapa kutipan yang saya peroleh mengindikasikan bahwa ada ketimpangan kerja. Pekerjaan keseharian dilakukan pustakawan, guru dengan mudah dapat tambahan jam mengajar. Mirisnya lagi, jika pustakawan yang ada disekolah ini bergaji minim.

Institusi pencetak pustakawan, saya lihat tidak “menjerit”. Kenapa? Karena mereka menikmati kue dari keadaan darurat ini. Kue penyelenggara diklat kepala perpustakaan sekolah. Pastinya, dengan penyelenggaraan ini akan ada “gizi” tambahan bagi para pematerinya.


Diklat guru menjadi kepala perpustakaan sekolah: sebuah strategi.
Ada yang menyatakan bahwa diklat ini dilakukan sebagai sebuah strategi. Strategi untuk memasukkan ide-ide kepustakawanan ideal, pada para guru yang diberi mandat menjadi kepala perpustakaan sekolah.

Jika penyelenggaraan “kue” diklat tersebut dianggap strategi, maka ada beberapa pertanyaan, menurut saya harus dijawab oleh penyelenggra diklat. Sampai kapan akan dilaksanakan? Sampai kapan kebutuhan diklat kepala perpustakaan sekolah tersebut akan terpenuhi?


Pustakawan harus bekerjasama dengan guru dalam rangka mengembangkan perpustakaan, namun dengan pola hubungan kerjasama yang tepat.

Sebagai sebuah strategi, perlu skema timeline sampai pada titik jenuh dan ideal. Artinya, si penyelenggara harus punya hitungan dan target. Berapa sekolah yang membutuhkan diklat kepala perpustakaan sekolah dari unsur guru? Tentunya dengan alasan yang masuk nalar. Kapan kebutuhan tersebut akan terpenuhi dengan diklat? Apa target setelah diklat untuk mencapai kondisi ideal?
komentar lainnya

Jika kondisi ideal yang dimaksud adalah: kepala perpustakaan sekolah didelegasikan pada pustakawan, dan guru dikembalikan pada fungsi mendidik, maka pasca diklat, si penyelenggara harus memiliki skema tanggungjawab pasca diklat untuk mengarahkan pengelolaan perpustakaan sekolah ke kondisi ideal. Pengelola diklat, harus memiliki skema, lini waktu yang jelas tentang hal ini.

Jika pasca diklat, penyelenggara tidak memiliki strategi untuk menempatkan pengelolaan perpustakaan pada kondisi ideal, maka diklat yang dilakukan tidak lebih dari sekedar BISNIS. BISNIS yang diselenggarakan di atas jeritan tenaga perpustakaan sekolah.


Memfasilitasi guru yang kekurangan jam mengajar untuk menjadi kepala perpustakaan sekolah, dengan mengesampingkan posisi pustakawan, adalah bentuk pengkhianatan intelektual pada profesi.

Jangan sampai, diklat kepala perpustakaan sekolah untuk guru, ibarat pabrik rokok, yang jualan rokok, tapi tidak bertanggungjawab pada akibat rokok. Padahal, di bungkus rokok jelas tertera efek buruknya.

Strategi, bisnis, atau bentuk pengkhianatan intelektual? masing-masing penyelenggara punya jawaban sendiri. 


komentar Pak Ihsan via WA


note: koreksi dari Pak Ihsan, penekanan pada tafsir Permen 25 2008 terkait pendidik atau kependidikan yang berijazah diploma atau sarjana ilmu perpustakaan,tidak perlu diklat lagi, otomatis dapat menjadi kepala perpustakaan sekolah. Tanggapan saya: hal ini semakin memperkuat, bahwa jika ada alumni ilmu perpustakaan di sekolah tersebut, menjadi sangat-sangat tidak logis jika yang menjadi kepala perpustakaan sekolah adalah guru yang bukan alumni Ilmu Perpustakaan. 



Slonjoran, wedangan jahe anget.. ger
tulisan ini adalah pandangan saya pribadi, sebatas info dan pengetahuan yang saya miliki.
Sambisari, Kalasan, Sleman, akhir pekan, pekan pertama April 2017

Surat undangan rapat RT dalam Bahasa Jawa: nguri-uri Boso Jowo

Hidup di kampung, namun undangan rapatnya berbahasa Indonesia. Kok kadang merasa aneh yak? Jika demikian, maka Bahasa Jawa hanya akan menunggu waktu saja untuk punah di daerah sendiri.

Berawal dari hal tersebut, akhirnya saya berinisiatif membuat surat undangan rapat RT dalam Bahasa Jawa.

Paijo: sik nyusun kowe kabeh?

Tentunya saya tidak menyusun dari awal, namun menyusun berdasarkan contoh, lalu disesuaikan.

Bagaimana dengan orang yang tidak berasal dari daerah yang terbiasa bahasa Jawa? ya, biarkan mereka belajar.

Ketika membuat surat tersebut pun, saya merasa ada beberapa kata yang hilang. Catatan, misalnya. Namun, dengan bertanya ke beberapa teman, saya temukan kata yang saya anggap cocok.

Kalau ada koreksi surat di atas, monggo, dengan senang hati saya terima.

Ayo lur, nguri-uri boso jowo !