Friday 27 February 2009

Kembalikan buku kami

Hari itu hari minggu, seperti biasanya, Poltak, Harjo dan Karyo, si Trio Pustakawan ini jalan-jalan pagi. Olahraga bersama, dengan mengajak keluarganya masing-masing tentunya. Disinilah keakraban terlihat diantara ketiga keluarga ini.

“Wah, setelah penat dengan kerjaan, akhirnya hari ini kita bisa santaiiiiiiiiiiiiii. Lomba lari yo!!” Harjo membuka pembicaraan.

“Ah, kau Mas Harjo. Sudah tua masih saja mengajak lomba lari, pasti kalah kau. Lebih baik kita jadi juri lomba lari anak-anak kita yang masih kecil ini, sekalian mengkader mereka. Siapa tahu nanti jadi atlet. Betul nggak?” Poltak menjawab tantangan Harjo.

“Oke, boleh juga itu” harjo dan Karyo setuju.

AKhirnya anak-anak mereka bersiap lomba lari. Semetara para istri juga sibuk membimbing anak-anak mereka. Disela-sela waktu, karyo, harjo dan Poltak terlibat pembicaraan.

“Ah, sebenarnya satu minggu ini aku agak kecewa dengan pekerjaanku. Ada ketidak puasan” Harjo kembali membuka pembicaraan.

“Kenapa kang?” karyo bertanya.
“Kalau dihitung aku sampai lupa, tapi ada beberapa pengguna perpustakaanku yang kecewa. Kecewa karena koleksi yang dia butuhkan tidak ketemu. Ketika aku telusur ternyata buku-buku itu dipinjam oleh bapak-bapak guru, dipakai oleh beliau.” Harjo menerangkan.

“Iya Mas, padahal para siswa sebenarnya punya hak juga untuk meminjam, bukankah mereka ini sekolah membayar, berarti koleksi perpustakaan itu juga bagian dari hak dia atas kewajiban dia membayar itu. Ya.. menurutku Mas Harjo memintanya saja, ditulis koleksi apa saja yang sedang dibutuhkan para siswa itu. Kemudian berikan kepada guru yang meminjam. Yang jelas, pakai cara yang baik dan sopan” Karyo memberi solusi.

“Dilema juga mas. Guru butuh untuk mengajar, siswa butuh untuk belajar. Sepertinya ini perlu kita pahamkan kepada mereka, para pengguna perpustakaan kita ini. Supaya ndak ada yang menang-menangan. Kadang bukan cuma guru yang minjam lama tidak dikembalikan. Siswa juga, karena merasa mampu membayar denda dia sengaja terlambat lama. Ya karena memang membutuhkan, punya uang untuk membayar denda, ya menang-menangan.” celetuk Poltak memecah suasana.

“Kita memang mesti arif dan bijaksana. Memperlakukan pengguna kita tanpa pembedaan, baik itu guru, siswa maupun karyawan. Kalau mereka terlambat ya didenda. Dan mekanisme denda justru harus kita terapkan ketat pada para guru, baru siswa” Poltak menyambung tanpa jeda.

“Lho kok malah guru dulu kang?” tanya Harjo.

“Lha kan guru itu diGUGU dan DITIRU, mestinya kan para guru ini dulu yang menjadi contoh. Baru siswanya” jawab Karyo menebak.

“Betul itu mas Karyo!!” Poltak menguatkan.

Tempat buangan

“Lalu bagaimana? kamu menerima saja keputusan pimpinan kantormu itu?” Poltak menerima telepon dari temannya.
“Ya sudahlah, ambil hikmahnya saja, Oke. kamu pasti bisa. Sukses ya” Poltak mengakhiri pembicaraan.

Sore itu, Poltak dan Karyo kongkow-kongkow bareng di teras rumah Karyo. Poltak sengaja bertamu ke rumah Karyo untuk membicarakan masalah yang saat ini sedang melanda teman kuliahnya dulu.

“Bagaimana Tak, ada apa sebenarnya?” tanya karyo.
“Itu temanku, teman kuliah dulu. Sekarang dia kerja di perpustakaan daerah di daerah asalnya. Anaknya pintar, Dia juga bintang kelas. Banyak yang naksir sama dia dulu, hahahahaha” terang Poltak.

“Iya, trus apa masalahnya?” tanya Karyo mendesak.
“Begini, perpustakaannya dia bekerja sekarang menjadi bagian yang terdapat kebijakan mutasi. Nah, yang dia keluhkan orang-orang yang dimutasi ke perpustakaannya itu orang yang sudah tua dan belum tahu bagaimana tata kerja di perpustakaan” jelas Poltak.

“Iya Tak, memang katanya. Seperti apa yang pernah aku baca di koran, perpustakaan itu kayak tempat buangan. Tapi menurutku tidak semua kok Tak. Masih banyak pejabat-pejabat yang bijak, dengan tidak begitu saja melakukan rotasi semaunya. Masih ada rotasi yang bermartabat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan.” Karyo menyahut.

“Iya, semoga saja teman kuliahku dulu itu bisa menerima. Paling tidak dia dapat mengambil sisi positif dari mutasi pegawai ini. Kan ada kemungkinan yang berbalik Mas Karyo. Kalau yang ditaruh diperpustakaan itu orang yang sudah tua, beliau-beliau ini dapat dijadikan penasihat. Kemudian kita buat perpustakaan menjadi tempat konsultasi hidup, ya beliau yang sudah tua ini nanti yang menjadi konsultannya. Kan sudah banyak makan asam garamnya kehidupan. Pasti menarik itu. Menjelang pensiun mereka dapat lebih bermanfaat bagi sesama. Lha karyawan yang bermasalah dan dipindah ke perpustakaan, kita sebagai pustakawan mendidik mereka, ya… semacam kawah chandradimuka begitu. Jadi setelah mutasi selesai, nanti ada mutasi lagi mereka menjadi orang yang lebih berkualitas” ucap Poltak membayangkan solusinya.

“Betul Tak, kita mesti berfikir positif dan memandang sesuatu hal dari banyak sisi. Kita ambil hal positifnya saja, pasti lebih bermanfaat”. Karyo menambahkan.

Pustakawan proyek?

“Asem tenan, nek koyo ngene iki njuk piye? ra adil babar blas!” ucap Karyo gerah.

“Kenapa to kang?” tanya Harjo.
“Bagaimana tidak kesal to kang?. kita ini sebagai pustakawan, sudah gajinya kecil masih di aniaya, mengerjakan ini-itu, di minta mencarikan ini itu” jawab karyo.

“Kang, apa gak salah kata-katamu itu?, wong kadang kala, bahkan banyak pustakawan yang kerjanya cuma duduk-duduk, gak ada kerjaan, nunggu orang datang. Jadi banyak nganggurnya. Lha ini kamu malah mencak-mencak diminta mencari ini-itu, banyak kerjaan, piye tho?” tanya Harjo.

“Begini kang, aku tidak menafikan bahwa banyak diantara teman-teman kita yang waktu kerjanya dan waktu luangnya banyak waktu luangnya. Tapi juga tidak sedikit yang waktu kerjanya banyak. Harus mikir pengembangan, mikir melobi atasan supaya memberi perhatian kepada perpustakaan, belajar otomasi, belajar digitalisasi dan yang semacamnya. Pendek kata, ada wilayah yang kita harus berfikir teknis, dan juga berfikir konsep. Jadi tidak benar itu, kalau diam dan tidak ada pengguna datang sama dengan nganggur” jelas karyo.

“Kenapa ini, pada ribut-ribut. Ikut-ikutan para politisi yang pada ribut rebutan kursi apa, kalau kampanye koar-koar, janji ini itu, para simpatisan bekerja siang malam, kata “berjuang” seakan menjadi sihir bagi mereka. Lha setelah kepilih, para simpatisan masih haris kembali berjuang mencari nafkah, untuk makan. Sementara yang kepilih, yang didukung, lupa sama mereka. Mereka asyik nongkrong di hotel, lobi-lobi politik tingkat tinggi. Ini perjuangan, katanya. Sudah lah, gak usah bicara politik, kita ini pustakawan, jangan bawa-bawa perpustakaan ke ranah politik” Poltak tiba-tiba nimbrung.

“Ah kau Tak, tidak tahu duduk permasalahannya, tahu-tahu nimbrung dan koar-koar. Kamu ini gak beda sama politisi, juga koar-koar tu namanya. Jelaskan kang Karyo” timpal Harjo.

“Begini, kita ini kan pustakawan, yang sepemahamanku, kalau di kantor ya mencari informasi untuk pengguna. Mereka mencari ini, kita bantu. MEreka butuh buku ini kita carikan. Itu tugas utama kita. Ditempatku kan ada dosen, ada mahasiswa dan sebagainya. Tugas dosen utamanya kan mengajar, jadi wajar kan kalau aku mencarikan buku untuk dosen mengajar. Nah ini butuh artikel bukan untuk mengajar, mana artikelnya susah nyarinya lagi. Tapi akhirnya ya ketemu meski sampe kringetan. Lha setelah ketemu, terimakasih, sudah. Selesai” terang Karyo.

“Wah kan betul itu, sudah benar kerja kau mas Karyo, lalu apa yang salah sampai kau marah-marah” tanya poltak.

“Masalahnya, hal itu sudah berlangsung beberapa kali. Proyek Thankyou terus” kalau untuk mengajar kan ya wajar, wong itu tugas utama. Lha ini untuk proyek je, kan ada duitnya itu. Apa pada tidak menghargai informasi ya mereka itu” lanjut Karyo.

“Sudahlah kang, orang-orang dinegeri ini memang belum semuanya bisa menghargai usaha para pustakawan. Nilai informasi itu belum di hargai secara optimal, meski kata orang pintar orang yang akan menang di era informasi ini ya yang menguasai informasi. Kita bersabar saja kang, bekerja profesional. Serahkan sama Yang Mempunyai Harta Hakiki. Ikhlas, jangan berprasangka yang buruk-buruk” Harjo menasihati.

“Selain itu sepertinya kita memang harus menata ulang kembali koleksi perpustakaan kita. Supaya ketika kita mencarikan untuk pengguna, kita dapat mudah menemukan, tidak sampai kringetak kayak kamu tadi Mas Karyo. Selain itu kan juga membuat pengguna lebih nyaman dalam mencari. Kita memang harus introspeksi, kita tingkatkan saja profesionalisme kita dulu, baru nanti kita menuntut” kata Poltak dengan logat bataknya, sembari nenekankan kata MENUNTUT dan mengepalkan tangan.

“Menuntut?” Karyo dan Harjo menyahut sambil saling memandang.

Lomba perpustakaan antar Sekolah

Baru-baru ini, dengan diterapkannya Undang-undang perpustakaan banyak perpustakaan yang mulai berbenah.

Malam itu, setelah siangnya sibuk bekerja. Harjo, Poltak dan Karyo melaksanakan ronda malam sambil ngobrol di gardu kampung.

Rumah mereka bertiga terletak di perkampungan umum, bukan di perumaham mewah. Jadi suasana kekeluargaan sangat kental terasa. Poltak yang berdarah batak menjadi terpengaruh kebatakannya, sehingga agak berbau jawa dikit.

“Untuk ya kita hidup di kampung ini” celetuk Karyo.
“Iya lah, mau bikin rumah dimana lagi?, kita ini bekerjanya cuma di perpustakaan, gajinya berapa sih?” sergah Poltak.
“Ada temen-temen kita yang gajinya masih dibawah UMR, bahkan ada yang magang digaji cepek, kita masih lumayan lur, bisa kerja untuk ngasih makan anak istri” potong Harjo.

“Ya kalau kita ini pengusaha sukses, dosen yang banyak proyek atau politisi yang sukanya nrocos ngumbar janji itu, pasti rumah kita sudah mentereng di perumahan mewah berpagar tinggi” lanjut Harjo lagi.

“Bicara tentang politisi, katanya para politisi kita itu sudah membuat undang-undang perpustakaan ya” tanya Poltak kepada teman-temannya.

“Waaa, kamu itu katanya lulusan D3, kok malam tanya kepada kita yang cuma SMP dan SMA, cuma pustakawan Impassing ini, piye tho?” harjo balik tanya kepada Poltak.

Memang dinegeri ini sudah, atau tepatnya baru saja memiliku undang-undang perpustakaan. Undang-undang impian para pustakawan dan pemerhati perpustakaan.

“Memang, sudah ada undang-undang perpustakaan. Dan kita sebagai pustakawan wajib untuk membaca dan memahami serta mengamalkannya. Begini temen-teman, karena adanya undang-undang itu banyak perpustakaan yang pada berbenah. Katanya sih juga untuk menghadapi lompa perpustakaan, terutama lomba antar perpustakaan sekolah” jelas Karyo dengan bijak.

Memang, di sekolah-sekolah sekitar mereka bertiga bekerja banyak yang membenahi perpustakaanya. Agaknya magnet lomba perpustakaan sekolah yang diadakan baik dalam skala regional maupun nasional sangat berperan. Ada perpustakaan yang dilengkapi dengan TV besar, ruangan ber AC, memakai internet. Bahkan ada yang rela merogoh kocek untuk membeli perangkat lunak perpustakaan. PErangkat lunak yang selama ini dilabeli dengan Software Otomasi PErpustakaan.

“Nilainya jutaan lho” kata karyo lebih jauh.
“Ooo, bagus itu, kan perpustakaan jadi menarik, indah, sejuk dan modern. Kan ada softwarenya segala” sergah Harjo.

“Betul itu, perpustakaan akan menjadi lebih bagus lagi tentunya. Tapi begini kawan. Persoalannya bukan sekedar bagus, menarik, modern dan semacamnya. PErsoalannya adalah bagaimana memberikan pelayanan terbaik pada para pengguna perpustakaan. Dan yang paling penting lagi adalah bagaimana keberlanjutan dari program yang diterapkan itu. Jangan sampai nanti setelah lomba, perhatian pada perpustakaan jadi surut, trus perpustakaan kembali lagi pada semula, acak-acakan. Dan yang tidak kalah penting lagi adalah pustakawan sendiri harus mampu meneruskan apa yang sudah ada itu, lha jangan sampai ada alat modern nan canggih trus pustakawannya belum bisa menggunakan” terang poltak untuk menutup rasa malu atas ketidaktahuannya tentang UU perpustakaan.

Perpustakaan, Harjo, Poltak dan Karyo

Di negeri ini, perpustakaan merupakan hal yang tidak aneh lagi. Sejak dari SD sampai perguruan tinggi terdapat ruang yang namanya perpustakaan. Bahkan, meski bukan tempat orang belajar yang formal, tetap ada perpustakaanya. Sebut saja perpustakaan desa, perpustakaan masjid, perpustakaan gereja, atau apa yang para aktifis menyebutnya perpustakaan alternatif.

Kalau dibaca dari tulisan para cerdik pandai, pembagian perpustakaan itu ada bermacam-macam. Ada perpustakaan umum dan khusus, ada perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi dan semacamnya.

Lalu apa yang ada dalam perpustakaan? tentunya ada buku. Kan perpustakaan itu berasal dari “pustaka” yang artinya buku, atau dalam bahasa arab disebut kitab.

Selain buku, ada apa lagi? ya ada pustakawan tho!. Kalau cuma ada buku, ndak ada pustakawan trus siapa yang mau melayani. Ya, melayani peminjaman. Buku di perpustakaan itu tidak dijual tapi dipinjamkan. Perpustakaan dibangun bukan untuk menjadi mercu suar yang hanya bisa dipakai oleh orang kaya, tapi semua orang. Maka, koleksinya tidak dijual atau di sewakan, tapi dipinjamkan.

Trus ada apalagi? tentu ada sistemnya. Sistem yang merangkai kegiatan perpustakaan itu.

Apakah di perpustakaan hanya ada buku saja? Ooo, tidak. Ada banyak hal di perpustakaan. Ada kaset, ada CD (maksudnya Compac Disk), DVD, bahkan mungkin juga di perpustakaan tertentu ada TVnya ada VIdeo Player, ada Cafeenya dan semacamnya.

————

Disana, di sebuah perpustakaan sederhana, tepatnya disebuah Perguruan Tinggi Ternama di negeri ini ada bermacam pustakawan. Ada yang bergelar S2, S3, S1, D3, D2. Bahkan ada yang lulusan SMA. Sebut saja Harjo, Poltak dan Karyo. Ketiganya bekerja sebagai pustakawan.

Harjo, berperawakan tidak begitu tinggi dan agak gemuk. Dari raut mukanya, harjo ini kelihatan cerdas, tapi humoris. Harjo bukan lulusan jurusan perpustakaan di perguruan tinggi. Melainkan hanya lulus SMU. Tapi jangan ditanya bagaimana kompetensi dia tentang perpustakaan. Di perpustakaan dia bekerja, dia banyak mengingat buku-buku yang dikoleksi. Bahkan kode atau tempatnya. Kadang dia juga ingat buku itu ada atau sedang dipinjam oleh siapa. Luar biasa kan?

Poltak, sosok berdarah batak ini juga seorang pustakawan di perguruan tinggi yang sama, namun beda tempat. Dia adalah lulusan program Diploma 3 perpustakaan. Sewaktu kuliah, dia dikenal cerdas, pinter. Kalau ujian dia selalu milih duduk di depan. Meskipun konsekwensinya dia bisa duduk sendirian. Kenapa? karena ketika ujian kebanyakan teman-temannya pada “merapatkan barisan” supaya bisa saling berbagi. “Pustakawan kan harus bisa berbagi informasi” itu kata-kata temannya. Tapi dia tidak. “Ah.. pustakawan harus bisa mandiri. Berbagi informasi itu antara pustakawan dengan penggguna perpustakaan, kalau berbagi yang kayak gini itu namanya mencontek” ilahnya dalam hati ketika itu.

Sementara Karyo, sama dengan Poltak dan Harjo. Dia juga pustakawan di perguruan tinggi yang sama, meskipun beda wilayah kerja. Karyo, dulu masuk kerja pertama kali memakai ijazah SMP. Maklum ketika itu bisa sekolah saja syukur. Dengan ijazah SMP ini, Karyo pertama kali ditempatkan di parkir, kemudian karena nasibnya mujur dia diminta masuk (parkiran kan diluar, masuk artinya bekerja di dalam kantor), diperpustakaan membantu seniornya yang hampir pensiun. Sekarang dialah yang bertanggungjawab akan keberlangsungan perpustakaannya. Karyo berdarah jawa. Dengan ijazah SMP, maka dia dikursuskan perpustakaan oleh kantornya. Supaya kemampuan mengelola perpustakaan meningkat. Dulu dia pernah belajar DDC, katalogisasi, pencarian, membuat tajuk subyek dan semacamnya.

Ketiganya, merupakan sahabat karib. Meski berbeda umur, ada senior ada yunior tapi karena rumah mereka berdekatan, mereka kerap bertemu dan berbincang-bincang. Kadang tentang perpustakaan, kadang tentang permasalahan umum.

Thursday 26 February 2009

, , , ,

ELiMS -Electronic Library Management System- (lagi)

Menjalin kekerabatan itu memang membawa keuntungan.
Sabtu pagi, 21 Februari 2009, ketika itu saya jalan-jalan keliling beberapa perpustakaan di Jogja. Awalnya bareng istri, tapi karena istri ada acara di masjid kampus ugm maka saya sendirian jalan. Singkat cerita sampailah saya di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Bertemu dengan Pak. M Solihin Arianto (WaKa Perpustakaan UIN), yang kemudian saya diajak beliau ke perpustakaan lantai 2.

Di sana saya bertemu dengam mas Yavan (Hvan Christian), Bu Sri Rohyanti Z (Kepala UPT PErpust UIN) dan beberapa staff perpustakaan UIN. Mas Yavan adalah teknisi ELIMS di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Beliau banyak cerita, bahkan menunjukkan file presentasi .ppt nya (itung2 kuliah gratis). File ini berisi paparan tentang implementasi ELIMS, khususnya di Indonesia.

UIN Sunan Kalijaga, selama ini dalam proses pelayanan menggunakan software SIPPRUS (http://ptpci.co.id). Namun ternyata, ketika harus di hubungan dengan mesim ELIMS (http://www.rflibrary.com), yang menggunakan RFID, SIPPRUS ini tidak kompatibel. Ketidak kompatibelan ini disebabkan karena sipprus menggunakan protokol http.

Singkat cerita, akhirnya harus dibuatkan program baru yang menghubungkan mesim ELIMS ini dengan database Mysqlnya SIPPRUS.

Dari sisi teknis, saya tidak bisa menulis banyak tt ELIMS dan SIPPRUS serta mengkaitan keduanya. Namun, dari yang saya lihat di Youtube dan juga dari paparan mas Hvan, ELIMS memang sangat memudahkan dan mengasyikkan. Paling tidak untuk awal-awal.. kan bisa jadi orang itu dilanda kebosanan :)

Menawarkan kemandirian
ELIMS menawarkan kemandirian bagi para pengguna perpustakaan. Terutama dalam peminjaman dan pengembalian. Dengan mesin ini seseoranng dapat meminjam dengan sendiri dan mengembalikan sendiri pula.


Gambar 1: Peminjaman



Gambar 2: Pengembalian


Kemudahan
Kemudahan disini, salah satunya adalah untuk pustakawan. Dalam proses pengambalian, buku masuk ke tempat yang disediakan dan dipisahkan sesuai dengan kelasnya masing-masing. Hal ini dapat terjadi karena dalam chip tiap buku terdapat identitas klass. Pemberian identitas ini dilakukan pada proses tagging. Dengan pemisahan koleksi berdasar kelas ini, akan memudahkan pustakawan dalam penyusunan koleksi di rak.


Gambar 3: Koleksi di tendang ke bagian sesuai kelasnya masing-masing

semoga bermanfaat.

Thursday 12 February 2009

, ,

Workshop Nasional SENAYAN Library Software

Workshop Nasional Implementasi Otomatisasi Perpustakaan berbasis
SENAYAN Library Software

Hotel Sofyan Cikini, Jakarta 5 - 8 Maret 2009

******************************************************
Brosur lengkap dapat didownload di:
http://senayan.homelinux.net/workshop2009/
******************************************************

OVERVIEW
******************************************************
Pengelolaan Perpustakaan yang dinamis dan bisa beradaptasi dengan
kebutuhan pemakainya, merupakan salah satu aspek penting dalam
manajemen Perpustakaan. Karena itu commitment for improvement dari
pengelola perpustakaan harus terus dipelihara agar semangat memberikan
layanan yang terbaik bisa terus terjaga. Salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas layanan adalah dengan memanfaatkan aplikasi
otomatisasi perpustakaan yang tepat dan handal.

Otomatisasi sistem perpustakaan adalah implementasi teknologi
informasi pada pekerjaan administratif di perpustakaan. Seperti proses
pengadaan, pengatalogan, sirkulasi, dan inventarisasi. Dengan sistem
otomatisasi perpustakaan yang handal, kualitas dan ketersediaan
layanan dapat terukur. Pada akhirnya semua itu bisa meningkatkan
kepuasan pengguna perpustakaan.

SENAYAN adalah Open Source Software (OSS) berbasis web untuk memenuhi
kebutuhan otomatisasi perpustakaan (library automation) skala kecil
hingga skala besar, dalam jaringan stand-alone, intranet maupun
Internet. Keunggulan SENAYAN lainnya adalah multi-platform, yang
artinya bisa berjalan secara natif hampir di semua Sistem Operasi yang
bisa menjalankan bahasa pemrograman PHP (http://www.php.net) dan RDBMS
MySQL (http://www.mysql.com). SENAYAN sendiri dikembangkan di atas
platform GNU/Linux dan berjalan dengan baik di atas platform lainnya
seperti Unix *BSD dan Windows.

Untuk mengakomodasi permintaan pelatihan seputar penggunaan software
SENAYAN, SENAYAN Developer Community sebagai pengembang resmi software
SENAYAN, mengadakan: "Workshop Nasional Implementasi Otomatisasi
Perpustakaan berbasis SENAYAN Library Software". Tujuan workshop adalah:

1. Peserta memahami konsep otomatisasi perpustakaan
2. Peserta memahami model implementasi otomatisasi perpustakaan
3. Peserta memahami strategi, peluang dan tantangan dalam melakukan
otomatisasi perpustakaan
4. Peserta menguasai penggunaan software otomatisasi perpustakaan SENAYAN
5. Peserta memiliki software otomatisasi perpustakaan yang bebas untuk
digunakan, dipelajari, dimodifikasi dan disebarluaskan secara legal

MATERI WORKSHOP
******************************************************
1. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada perpustakaan:
pengalaman di Perpustakaan Nasional RI.
2. Pengalaman implementasi sistem otomatisasi perpustakaan menggunakan
SENAYAN di Perpustakaan Depdiknas RI.
3. Praktek instalasi software SENAYAN.
4. Praktek manajemen koleksi (pengatalogan, data bibliografi & item,
ekspor import data koleksi, cetak label dan barcode, dll).
5. Praktek manajemen keanggotaan (data anggota, manajemen tipe
anggota, ekspor impor data keanggotaan, dll).
6. Praktek manajemen sirkulasi koleksi (peminjaman, pengembalian,
denda, reservasi, aturan peminjaman, dll).
7. Praktek pembuatan statistik / laporan.
8. Praktek administrasi sistem (manajemen staf, hari libur, backup, dll).
9. Klinik modifikasi tampilan/template.
10. Klinik konversi data dari database lain ke SENAYAN.
11. Klinik inventarisasi koleksi (stocktake).

INSTRUKTUR
******************************************************
1. Joko Santoso (Kepala Subbidang Otomatisasi Perpustakaan,
Perpustakaan Nasional RI)
2. Hanjar Basuki (Kepala Subbidang Perpustakaan, Perpustakaan
Depdiknas RI)
3. Tim Senayan Developer Community (Hendro Wicaksono, Arie Nugraha,
Wardiyono, Purwoko, dll http://senayan.diknas.go.id/web/?q=developers).

WAKTU DAN TEMPAT
******************************************************
Tanggal: 5 - 8 Maret 2009
Tempat: Hotel Sofyan Cikini, Jl. Cikini Raya no.79
Jakarta 10330, Indonesia
(021) 3140695 - http://www.sofyanhotel.com

INVESTASI DAN FASILITAS WORKSHOP
******************************************************
Paket A
Rp 3.900.000,- / peserta
Menginap di Sofyan Hotel Cikini (1 kamar / 2 orang) selama 3 malam,
konsumsi (makan pagi, makan siang, makan malam), Coffee break 2 kali
sehari, sertifikat, kaos SENAYAN, workshop kit, CD software SENAYAN,
tas seminar, foto bersama.

Paket B
Rp 3.500.000,- / peserta
Tanpa menginap di hotel, konsumsi (makan siang dan makan malam),
Coffee break 2 kali sehari, sertifikat, kaos SENAYAN, workshop kit, CD
software SENAYAN, tas seminar, foto bersama.

Paket C
Rp 5.000.000,- / peserta
Meliputi Paket A yang ditambah dengan bantuan konversi data dari data
ISIS (WinISIS / CDS/ISIS / SIPISIS / Simpus) atau Athenaeum ke dalam
SENAYAN (data bibliografi dan keanggotaan). Untuk keterangan lebih
lanjut tentang paket C harap hubungi panitia.

TRANSFER BIAYA INVESTASI
******************************************************
BCA cab. GKBI No. Rek. 0061195547. a.n. Wardiyono.
Atau ke
Bank Mandiri cab. Juanda, Bogor No. Rek. 1330001297001. a.n. Arif
Syamsudin Budi Wahyudi.

Konfirmasi pendaftaran paling lambat 26 Februari 2009, melalui Telp:
021-95094529 (Sulfan), 081510809944 (Arif). Email:
workshopsenayan@yahoo.com / workshopsenayan@gmail.com

FORMULIR PENDAFTARAN
******************************************************
Kami mendaftarkan diri sebagai peserta "Workshop Nasional Implementasi
Otomatisasi Perpustakaan Berbasis SENAYAN Library Software"

Nama:

Jabatan:

Instansi:

Alamat Kantor:

Telepon:

E-mail:

Paket yang Dipilih:

INFORMASI DAN REGISTRASI
******************************************************
SENAYAN Developer Community
Komplek Tanjung Barat Indah blok O/6, Tanjung Barat
Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12530
Telp: 021-95094529 (Sulfan), 081510809944 (Arif)
Email: workshopsenayan@yahoo.com, workshopsenayan@gmail.com

******************************************************
Brosur lengkap dapat didownload di:
http://senayan.homelinux.net/workshop2009/
******************************************************