Wednesday 15 February 2023

Buku LI-nya FPPTI yang baru, pakai rujukan apa?

Sudah saya bilang berkali-kali, literasi informasi (LI) jadi tuah sakti bagi pustakawan, tidak terkecuali pustakawan perguruan tinggi.

Berbagai kegiatan berjudul LI pun dikembangkan, baik semacam pelatihan maupun seminar atau lainnya. Termasuk oleh FPPTI,  organisasi hebat pustakawan perguruan tinggi, yang akhirnya menerbitkan buku tentang LI.

Bukan yang pertama sih, tapi patut dihargai. Sebelumnya ada beberapa perpustakaan atau pustakawan yang sudah menyusun buku-buku tentang LI. 

Tujuannya satu: meningkatkan posisi tawar pustakawan. Lainnya merupakan tujuan turunan saja.

*****

Selasa, 14 Februari 2023, di hari valentine dan tepat 1 tahun menjelang pemilu 2024, saya hadir di acara Musda FPPTI DIY. 

Sst. Ini kegiatan saya ikut seminar pertama secara luring, setelah sekian lama mengundurkan diri dari hiruk pikuk kegiatan serupa. :)

Di depan pintu masuk ruang acara, ada meja yang memajang buku-buku. Tampaknya juwalan. 

Saya dekati. Semua buku yang ada di meja tentang perpus. Akeh pokoke. Salah satunya ya buku LI-nya FPPTI tadi. Judulnya “Panduan Literasi Informasi Pendidikan Tinggi”, terbit November 2022, penerbitnya FPPTI.

Buku setebal 148 halaman ini dibandrol 110.000 diskon 10%. Dua lembar uang 50-an ribu saya berikan ke penjual, saya dapat kembalian 1000. Harganya jadi 99.000.

Mahal?

Iya. Untuk ukuran buku setebal 148 halaman, menurut saya mahal. Jika dibelanjakan untuk buku lain, uang 99.000 sudah dapat buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat-nya Mark Manson. Atau sudah bisa bawa pulang Homo Deus-nya Harari, atau kalau mau Sapiens, tinggal nambahi sedikit.

Tapi, buku LI-nya FPPTI itu tetap saya beli.

Kenapa?

Saya penasaran. Setelah pernah merasa kecewa oleh buku LI yang terbit sebelumnya, saya berharap banyak pada buku LI-nya FPPTI ini.

Oia, apa sebab saya kecewa pada buku LI yang sebelumnya saya beli?

Karena isinya (pinjem istilah Pak Faiz, kawan saya) klak-klik. 

*** 

Setelah saya dapat kembalian 1000 rupiah, buku saya terima, lalu saya duduk manis di kursi deretan belakang. Saya buka buku baru itu. Saya bolak-balik halaman isinya. Acak.

Mak jenggirat.

Kesan pertama saya ada pada penomoran halaman. Terdapat 4 halaman yang isinya berupa tabel dan berurutan, tepatnya nyambung. Disajikan berdampingan tapi ungkur-ungkuran, landscape, nomornya ada di sisi luar. 

Bisa dibayangkan. Betapa sulit jadinya saat hendak membaca.

Anda sulit membayangkan?

Maafkan. 

Halaman yang saya maksud yaitu 20-21, 22-23.

** 

Oke. Mari kita lihat daftar isinya. Buku ini, sebagaimana diklaim dalam sambutan ketua umum FPPTI (hal. v), difungsikan sebagai instrumen  pemetaan kompetensi literasi informasi, selain itu juga berwujud modul pelatihan LI.  

Dari dua klaim fungsi buku di atas, isi buku dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian 1 berjudul Panduan dan Framework Literasi informasi. Bagian ini hanya berisi 1 bab saja, yang isinya dibagi dari a sampai g.  Framework yang dibahas dalam bagian  ini, sayang sekali tidak dilengkapi dengan gambar.  

Kemudian Bagian 2 yang diberi judul Modul Literasi Informasi. Bagian ini terdiri dari 4 bab, di awali dengan GBPP (Garis Besar Pengajaran Pelatihan). Setiap bab, agaknya, merupakan penjabaran 4 framework yang dijelaskan di Bagian 1.

Oia, "Bagian" yang saya tuliskan di atas ada dalam isi, mengawali Bab terkait. Namun, "Bagian" itu tidak ditulis pada daftar pustaka. Kenapa? Entahlah.

Setiap framework pada Bagian 2 diulas dalam bentuk SAP alias Satuan Acara Pelatihan. 

Saudara-saudara yang berbahagia. 

Pada bagian inilah, akhirnya lagi dan lagi… saya menemukan  panduan teknis. Ada petunjuk yang berbentuk instruksi klak-klik. Misalnya hal 92-93 tentang Mendeley, 101 tentang edit video, 98 tentang Canva, 109 tentang academia edu, 113 tentang ScimagoJR, serta masih ada lainnya.

Ada pula gambar yang semestinya sudah tidak relevan lagi. Gambar pada  halaman 91 berupa tangkapan layer menu literature search di Mendeley. Padahal, fitur ini sudah lama tidak ada di Mendeley Desktop. Mendeley Desktop pun sebenarnya sudah tidak didukung lagi sejak 1 September 2022, sebulan sebelum buku terbit.

***

Berikutnya terkait tata tulis. Saya nemu beberapa kekeliruan. Misalnya “paraphrase”, yang jika dicari di KBBI akan ditemukan “parafrasa”, pakai “a” bukan “e”. Lebih jelas dapat dilihat di halaman 87. Pada halaman vi juga terdapat saltik. Pada halaman 48 terdapat kesalahan penulisan "di". Pada halaman tersebut "disitus" ditulis gandeng. Juga "diatas". Mungkin juga ada di halaman lainnya.

Cetak miring untuk istilah asing juga kurang konsisten. Misalnya di halaman 55, essential oil tidak dicetak miring. Padahal, masih di halaman yang sama, ada istilah asing yang dicetak miring.

Pada halaman 69-72, terdapat penulisan contoh kerangka tulisan. Namun, rasanya jarak barisnya sangat mengganggu pembaca. 

Buku ini diklaim terbit November 2022. Terhitung baru. Usianya pun, jika dihitung sampai saya menulis review ini, baru 3-4 bulan. Namun, pada halaman 15, saat menjelaskan tentang url Sinta, masih menggunakan sinta.ristekbrin.go.id. Ketidakkonsistenan penulisan URL Sinta juga terlihat di halaman 112. Pada halaman ini, URL Sinta ditempel pada domain ristekdikti, bukan ristekbrin sebagaimana halaman 15. Itupun Sinta2. Padahal, URL Sinta sudah berganti menjadi kemdikbud.

Kemungkinan ini akibat penulisan bareng-bareng, yang penyelaras bahasa-nya kurang kuat berperan.

***

Pada halaman 76, ada penjelasan tentang plagiat yang diambil dari Permendikbud tahun 2010. Padahal, sudah ada Permen baru terkait penegakan integritas dalam publikasi, yaitu Permendikbud nomor 39 tahun 2021 yang di dalamnya juga membahas tentang plagiat.  

Jika buku ini terbit November 2022, semestinya acuan tentang plagiat dapat dipakai yang lebih baru.


-----------***-------------

Catatan (mungkin) yang terakhir.

Pada daftar pustaka tercantum 13 karya. Dari 13 karya itu, yang terbit 2016 ada 2, 2019 ada 1, 2020 ada 1, selain itu terbitan 2013 dan lebih tua lagi. Paling tua, saya lihat tahun 1999. Judulnya the plague of plagiarism. 

Sebagai karya yang terbit 2022, agaknya, hmmm, referensinya kurang kuat.

Pada penulisan daftar pustaka pun ada ketidakkonsistenan. Ada judul karya yang ditulis dengan title case, ada pula yang sentence case. 

Duh.

Referensi framework pada buku ini diklaim dinisbahkan pada Information Literacy Competency Standards for Higher Education dari ACRL 2018, sebagaimana disebutkan pada halaman v, serta pada Bagian 1 halaman 4.

Namun, saya coba cek di daftar Pustaka, tidak saya temukan referensi di atas. 

Nah.

Kalau dari URL ini, https://alair.ala.org/handle/11213/7668, Information Literacy Competency Standards for Higher Education itu berangka tahun 2000, bukan 2018. Yang lebih baru dari 2000 ada, yaitu 2016. Namun judulnya "Framework for Information Literacy for Higher Education" bukan seperti yang ditulis pada buku LI-nya FPPTI. 

Lalu, buku itu pakai referensi yang mana?

Entahlah.

-----**--------

Oke. Dari beberapa catatan di atas, apakah buku literasi ini sudah masuk kategori literate?

Monggo, jika perlu dijawab, boleh dijawab.

Kemudian, apakah buku ini layak dibeli. 

Nah. Kalau ini, ya jelas layak-lah. Wong saya juga beli. :)

Kawan, kalau anda punya uang berlebih, dan ingin tahu LI, belilah. Itung-itung menghargai karya FPPTI, organisasi hebat perpustakaan perguruan tinggi Indonesia.

Namun, jika anda tipis uang, jangan beli. Pinjamlah saja di perpustakaan.

Saran saya logis, kan?

Apalagi buku ini dibuat dengan melibatkan banyak orang, dengan beragam peran. Mulai dari pengarah, penyusun, perumus, tim ahli, tim pelatih, reviewer, editor, dan sekretaris. Total saya hitung ada 28 nama untuk semua peran itu. 

Selain itu, di sampul belakang juga tertulis testimoni 2 begawan ilmu perpustakaan Indonesia. Yang, tentu saja, sebelum memberi testimoni pasti sudah membaca keseluruhan isi buku.

Kurang apa lagi?

Kurang referensi? #ups

Share:

1 comment:

  1. Saya kok eman, jadi kalau pengen baca nunggu ada yang pinjemi aja. Wong gak butuh-butuh amat buat kegiatan praktis di perpustakaan hehehe.

    ReplyDelete

Terimakasih, komentar akan kami moderasi