Sunday 22 May 2022

Final Rektor UGM: FT Gagal Hattrick, FK Bikin Deret Angka Cantik, suara yang njomplang, dan ke mana suara Mendikbud?

Setelah melalui berbagai tahapan, Rektor UGM 2022-2027 akhirnya terpilih. 

Prof. Ova Emilia (FKKMK) terpilih menjari Rektor lewat capaian 21 suara. Lebih dari 50%, bahkan mencapai 84%. Jika suara Prof. Deen (3), dan Prof. Bambang (1) digabung pun tidak bisa menyaingi.

Mungkin karena  komposisi nilai inilah, akhirnya tidak ada final 2 besar.

Prof. Ova, sebagaimana saya tuliskan pada analisis saya sebelumnya, tidak masuk menjadi jago saya. Harap dicatat, ya... dalam jago menjagokan ini, saya tidak memilih calon yang potensi menangnya besar. Dua prinsip saya di pilrek 2022 dapat dilihat di sini.

Calon rektor (sumber)

Kabarnya memang Bu Ova kuat. Namun, saya tidak menjagokan siapa yang kuat dari yang lemah. Saya punya cara sendiri dalam menentukan kecenderungan.

Tetapi, setidaknya dengan terpilihnya Bu Ova, salah satu harapan saya di 2022 ini terwujud: rektor tidak lagi dari FT UGM. 

Karyo: "kok berani sekali kamu, Jo?"
Paijo: "kebebasan akademik"

***

Proses pilihan di tingkat MWA, pada Jumat 20 Mei lalu, sejauh yang saya tahu, tidak disiarkan live. Jujur saja, saya menunggu notif dari Yutub UGM. Tapi tidak ada. Bagi saya, proses penghitungan yang tidak disiarkan secara live seperti periode sebelumnya, menjadi catatan tersendiri. Setidaknya, bolehlah saya menyebut ini sebuah kemunduran.

Dari sisi hasil pun, menarik dicermati. Angka 21:3:1 ini beda jauh jika dibandingkan dengan 2017. Tahun 2017 pada tahap pertama 11:7:7, kemudian pada final 15:10. Imbang, kan? Lihat jejak skrinsutnya di sini.

Tahun 2022 ini njomplang.

Khususnya, dari hasil yang njomplang itu,  menarik menerka ke mana arah suara pemerintah (lewat Mendikbud)?

***

Oke. Saya ulang lagi: sebanyak 1 suara (4%) untuk Pak Bambang, 3 (12%) untuk Pak Deen, serta 21 atau sekitar 84% yang diraih Bu Ova.

Jika diangka-kan, berapa sih suara Mendikbud?

Berdasar ketentuan, sebanyak 35% suara milik pemerintah melalui Mendikbud. Maka, jika total angka perolehan pada calon rektor adalah 1+3+21=25, maka pemerintah memiliki 35% x 25=8,75. Dibulatkan menjadi 9.

Hitungan di atas klop juga jika dikaitkan dengan berita ini. Berita ini menyebut hadir 17 anggota MWA (termasuk Menteri), + 1 daring, sehingga total MWA hadir ada 18 orang. Dari total 18 ini, Rektor tidak memilih. Berarti tersisa 17 pemilih termasuk Menteri.

Jika Menteri memiliki  35% suara, maka  sisanya 65% dibagi kepada 16 pemilih lain. Jika 16 ini masing-masing punya 1 suara, maka dari total 25 suara, maka ada 9 suara yang dimiliki Menteri.

Klop. Clear, ya.

****

Kawan-kawan...

Karena pemilihannya secara tertutup, dan juga tidak ada live streaming, maka kita tidak tahu persis 'siapa memilih siapa'. Ya. Walau misal ada live streaming pun, meski feel-nya dapat, juga tidak diketahui siapa memilih siapa.  

Namun demikian, layaknya para pengamat politik yang otak-atik kemungkinan larinya suara rakyat atau arah dukungan parpol, tentu dari hasil pilrek yang ada juga dapat dianalisis. Atau, ya.... dapat diperkirakan.

Nah, tabel di bawah ini menunjukkan 2 kemungkinan ekstrim ke mana larinya suara Menteri.
  

  1. Jika semua suara Pak Bambang dan Pak Deen berasal dari pemerintah, maka, seperti terlihat pada "Kemungkinan ekstrim 1", suara yang bisa diberikan oleh pemerintah kepada Bu Ova maksimal ada 5 (berasal dari 9-4). Selebihnya, suara non pemerintah (16 suara) masuk ke Bu Ova.
  2. Jika semua suara Pak Bambang dan Pak Deen berasal dari non pemerintah, maka,  seperti terlihat pada "Kemungkinan ekstrim 2", 100% suara pemerintah (9 suara) masuk ke Bu Ova. Sisanya dukungan dari non pemerintah sebanyak 12 suara.

Dua kemungkinan ekstrim di atas menunjukkan kemungkinan suara pemerintah ke Bu Ova minimal 5, dan  maksimal 9.

Kemungkinan lainnya tentu ada. Namun, angkanya ada di antara 5 sampai 9, sebagaimana saya tulis di atas. 

Jika rekan-rekan melihat rekaman yang tersebar di medsos, ada yang unik lagi. Perolehan Pak Bambang dan Pak Deen, muncul pada pembacaan akhir, dan berurutan. Sehingga, agaknya beralasan juga jika suara keduanya dari 1 pemilih yang sama. Saya juga membayangkan, betapa deg-deg-annya beliau berdua.

***

Nah!
Dari komposisi perolehan suara yang begitu njomplang inilah, kita bisa ambil beberapa catatan atas proses pemilihan rektor ini.

  1. Pertama: dukungan pemerintah dan non pemerintah ke Bu Ova besar. Ini jadi modal besar agar rezim rektor 2022-2027 kuat. Namun, yang harus diingat, muruah UGM sebagai perguruan tinggi. Jangan sampai karena besarnya dukungan, khususnya pemerintah, jadi lembek  dan tidak kritis atas kebijakan pemerintah.
  2. Kedua: ada kemungkinan presentasi calon rektor (carek) dan dinamika forum di MWA sangat gayeng. Pada presentasi, Bu Ova mampu menunjukkan kualitasnya, jauh dari dua kandidat lainnya. Hal ini menjadikan para anggota MWA mayoritas mengarahkan suaranya kepada Bu Ova. Termasuk Mendikbud, dengan kemungkinan jumlah suara seperti pada tabel.
  3. Ketiga: suaran njomplang juga bisa (kemungkinan) akibat kekurangsuksesan Pansel dalam menjaring para calon untuk mendaftar, hal ini ditunjukkan dari jumlah bakal carek yang menurun dibanding periode sebelumnya.
  4. Keempat: kegagalan Senat Akademik dalam memilih kandidat yang seimbang kualitasnya untuk dibawa dan dipilih di tingkat MWA. 
  5. Kelima: melihat suara yang njomplang, perlu jiwa besar bagi calon yang tidak terpilih.
  6. Keenam: agaknya saya ndak kuasa ngetik. Ngantuk juga, sudah hampir tengah malam. Khusus yang keenam ini, mungkin jika ketemu kita bisa obrolkan sambil minum air putih. 😉

Karyo: "Jo. Kok kamu berani menulis analisis di atas?"
Paijo: "lho, memang apa salahnya, Kang?"

***

Terpilihnya Bu Ova menjadi Rektor, juga melahirkan catatan rekor. Pertama, FT tidak jadi mencetak hattrick. Kemudian, Bu Ova sebagai dosen FK ke-3 yang menjadi Rektor UGM, mencatatkan angka cantik 17, gabungan dari 1 dan 7. 

Angka 1 mewakili Rektor Pertama UGM yang berasal dari FK, Prof. Sardjito. Angka 7 mewakili angka urut Rektor ke-7 UGM, yang juga dari FK yaitu Prof. T. Jacob. Angka 17, gabungan dari 1 dan 7, merupakan angka urut Bu Ova sebagai rektor ke 17 UGM.

Bu Ova, yang seorang dokter, terpilih di 20 Mei 2012, tepat di hari kebangkitan nasional. Kebangkitan nasional juga ditandai dengan organisasi Budi Oetomo tahun 1908, sekitar 104 tahun lalu,  yang digagas para dokter STOVIA.

Semoga hal di atas juga menjadi pertanda kebangkitan UGM.

Sebagai putri dari guru besar yang juga rektor di dua perguruan tinggi terkemuka, bahkan tidak hanya satu periode, Bu Ova, tentu diharapkan bisa menahkodai UGM menjadi lebih baik lagi. Meneladani Sang Ayah, menjunjung integritas.

Selamat bekerja, Bu Rektor!

Dan selamat juga untuk FKKMK, yang akan punya dekan (yang benar-benar) baru.


Penutup
Sidang pembaca, tulisan ini murni otak atik saya dari data publik. Sekali lagi, ini juga bagian dari latihan nulis dan menganalisis dari data yang terbuka. Juga sebagai bentuk kebebasan akademik.

Selain itu, apa yang saya lakukan sangat terkait erat dengan profesi saya: pustakawan. Tulisan ini juga sebagai arsip. Memudahkan jika ada yang bertanya.

Saya sedang belajar, untuk tidak sekedar menyajikan data atau info sebagaimana adanya. Namun juga sebisa mungkin menyertainya dengan visualisasi, juga tafsir atau interpretasi. Tentu, agar pembaca bisa lebih kaya lagi saat menerima informasi dari saya.

Salah sangat dimungkinkan. Sehingga tafsir itu sangat bisa didialogkan. 

Bukankah begitu seharusnya?

Bagi yang kurang sepakat, jangan marah, ya.... Santai saja. Boleh kita obrolkan sambil minum air putih bersama.


[[ selesai ]]

Bumi Sambisari,
22 Mei 2022
23:14 malam



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi