Tuesday 23 April 2019

Keidealan perpustakaan harus dimulai dari perguruan tinggi yang memiliki jurusan (ilmu) perpustakaan

Malam-malam, Paijo nostalgia bersama Karyo. Mengingat jaman dulu, ketika ketoprak di TV masih menjadi tontonan favorit. Saling menimpali ketika dulu tv masih hitam putih, pakai aki, harus rela ngirit demi tontonan favorit. Tetangga rela ngluruk untuk nonton ketoprak. Apalagi, jika sayembara berhadiah. Sambil udur, adu argumen menjawab pertanyaan sayembara.

Ah, tapi sekarang ketoprak sudah kalah dengan sinetron. Apa mau di kata. Akhirnya, Paijo dan Karyo tetap kembali kepada khittahnya: tentang perpustakaan.

****

Paijo mendekati Karyo. Raut mukanya serius, kemudian membuka pembicaraan. "Dan seutama-utamanya contoh perpustakaan perguruan tinggi adalah perguruan tinggi yang memiliki jurusan (ilmu) perpustakaan. Karena keidealan perpustakaan harus dimulai dari perguruan tinggi yang memiliki jurusan (ilmu) perpustakaan." Kalimat itu meluncur dari bibir Paijo.

Paijo masih melanjutkan, "termasuk dalam hal kepala perpustakaan. Lihatlah dahulu perguruan tinggi yang memiliki jurusan (ilmu) perpustakaan. Bagaimana mereka menempatkan pustakawan dalam jabatan kepala perpustakaan?".

Karyo kaget. Apa sebab Paijo sampai membuat pernyataan yang sebegitu keras. Paijo masih melanjutkan, "jika ada dosen ilmu perpustakaan masih mau saja menjadi kepala perpustakaan, itu sudah menjadi bukti buruk dan gagalnya dia menjadi pendidik pustakawan. Dia gagal mengkader pustakawan di institusinya sendiri".

Karyo bertanya, "dosen ilmu perpustakaan kan punya pendidikan ilmu perpustakaan, Jo. Jadi ya wajar, dong".

"Tidak, kang. Jelas itu menunjukkan bahwa di situ ada masalah. Selain menunjukkan gagalnya para pendidik pustakawan dalam mengkader, mereka juga gagal dalam meyakinkan pimpinan universitas. Jika para dosen itu mengambil job kepala perpustakaan, maka itu sudah merupakan bentuk terkecil dari pelecehan pustakawan yang dalam bangku kuliah selalu mereka ceramahi tentang harga diri dan idealisme. Pelecehan pustakawan paling parah adalah yang dilakukan dan dimulai oleh pendidik pustakawan itu sendiri," Paijo menjawab tegas. Sambil tangannya meraih gagang cangkir berisi kopi pahit tanpa gula. Bibirnya langsung menyeruput. Tampak matanya merem melek, menyelami nikmatnya kopi.

*** 

"Apakah jika demikian, harga mati tidak boleh dosen (ilmu) perpustakaan mengambil posisi sebagai kepala perpustakaan, Jo?

"Boleh, Kang. Boleh saja. Toh tidak ada larangan. Tapi, dengan dia mengambil posisi itu, maka ada berbagai kesimpulan di belakangnya: gagalnya kaderisasi, dan gagalnya meyakinkan pimpinan."

Karyo tampak manggut-manggut. Dia paham, Paijo ingin menunjukkan hal yang selama ini luput dari perhatiannya. Duduknya dosen (ilmu) perpustakaan sebagai kepala perpustakaan perguruan tinggi, bagi Paijo memiliki tafsir yang yang harus diperhatikan benar-benar. 

"Harusnya para dosen (ilmu) perpustakaan yang jadi kepala perpustakaan itu malu. Malu pada perpustakaan "biasa", yang pustakawannya bisa mandiri", sambut Paijo tanpa memberi waktu Karyo berkomentar.

"Tapi, kang. Bagiku tak berpengaruh. Karena sesungguhnya ruh pustakawan itu adalah merdeka. Dan merdeka yang hakiki adalah merdeka secara spiritual. Nah, merdeka secara spiritual itu kuncinya adalah mengalahkan rasa tertindas, rasa tertekan, rasa terkalahkan,".

"Bagiku siapa saja kepala perpustakaannya, tidak mengurangi derajat kepustakawananku,"  Paijo mengakhiri. Tangannya meraih ungkrung goreng yang tersaji di piring putih bermotif kembang. Sesaat kemudian, dia kunyah ungkrung goreng itu, sambil sesekali menyeruput kopi.

"Gerrrr," mulutnya melafalkan kegembiraan dan kenikmatan.

---- selesai ----
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi