Wednesday 13 December 2017

,

Coaching: banyak maju, sedikit mundur

Banyak orang bermasalah, tapi tidak tahu bahwa dia bermasalah. Atau tahu bermasalah, tapi tidak tahu solusi masalahnya. Atau, ada juga yang tidak sadar dia bermasalah, serta merasa baik-baik saja.

Purwo.co – SMS masuk ke handphone saya. Sejak adanya WA alias whatsapp, ada dua kemungkinan status SMS yang masuk: penting, atau iklan. SMS yang baru masuk itu, ternyata notifikasi dari InEMS (Internal Electronic Mailing System) di tempat kerja, yang membawa berita undangan “pelatihan coaching”. Judul pelatihan yang terasa aneh di telinga saya. “Ini pelatihan apa?”, fikir saya. Coach, pelatih, sepakbola…

Paijo: “kok aneh, Kang?”
Karyo: “biasane kalau dengar kata “coach”, saya ingatnya Coach Indra Syafri, Coach Jeksen”

Setelah undangan saya buka, tidak banyak info yang tercantum. Standard saja, hanya tanggal, tempat dan waktu pelaksanaan. Meskipun ada keterangan materi, namun masih belum menjawab keingintahuan saya. Pelaksanaan kegiatan tanggal 4-5 Desember 2017,  1 ½ hari. Untuk mengikat peserta, panitia membuat grup whatsapp, sekaligus menyampaikan latar belakang, dan proposal materi dari trainer.

Agaknya pelatihan ini bukan main-main, selain hanya diikuti oleh 30 orang (dari unsur KPFT + masing-masing 2 dari tiap departemen), pelatihan ini juga diisi oleh pemateri dari Jakarta, dari sebuah lembaga yang bernama Coaching Indonesia. Proposal pemateri menyebutkan cukup lengkap latar belakang lembaga, calon pengisi dan klien yang pernah memanfaatkan keahliannya.

Sepertinya saya beruntung.

Paijo: "Beruntung piye, Kang?"
Karyo: "Ya beruntung. Yen mbayar dhewe, kayake ra kuat, Jo?

###

Senin pagi, (4/12) hari pertama pelatihan. Acara dibuka oleh Wakil Dekan FT UGM bidang SDM.  “Yang hadir di sini, merupakan orang pilihan”, begitu kira-kira salah satu kalimat yang disampaikan. Agaknya memang tidak berlebihan. Tiga puluh orang, di antara sekian ratus karyawan di FT UGM. Ada harapan besar dari manajemen pada kami yang saat itu duduk rapi pada masing-masing kursi secara berkelompok. Sontak, beban tiba-tiba datang. Bisakah menanggung beban itu?

Seorang wanita, dengan umur kira-kira 40-an, namun terlihat masih muda dan enerjik dan tentu saja cantik, maju mengenalkan diri. Bu Dita, begitu dia mengenalkan dirinya. Di belakang namanya ada tambahan ACC, sebuah tambahan nama yang kemungkinan besar bukan dari lembaga pendidikan formal. Benar, dari perkenalannya ACC merupakan kependekan Associate Certified Coach, salah satu tanda lulus sertifikasi Coach. Dengan suara jelas, serta kalimat yang tertata, Bu Dita memulai sesi pertama. Selain mengenalkan dirinya, Bu Dita juga menyebut beberapa nama perusahaan yang menjadi klien-nya. Serta mengenalkan pemateri kedua, partnernya, yang benama Lina. Perempuan yang agaknya lebih mudah beberapa tahun dari Bu Dita. Sama, keduanya cantik. #halah Paijo.

Mereka menemani kami belajar selama 1 ½ hari. Satu setengah hari yang meriah, dan kadang di warnai guyon bapak-bapak 50-tahun ke atas.

###

Sesi pertama berisi penjelasan atau pengertian coach, coaching, coachee, klien. Kemudian prinsip dasar coaching, dilanjutkan dengan sesi demo dan role play di sore hari yang mengharuskan kami berperan sebagai coach dan  coachee secara bergantian.

Coaching, sebatas yang saya tangkap merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah, mengatasi masalah, meningkatkan potensi diri atau kelompok, menjaga keseimbangan hubungan dalam sebuah kelompok dan lainnya. Proses coaching tidak jauh berbeda dengan bimbingan/konseling, namun memiliki metode yang berbeda.

Prinsip dasar coaching adalah “setiap orang, sesungguhnya memiliki solusi sendiri atas masalahnya”.

iGROW
Coaching merupakan proses komunikasi antara coach dan klien (satu – satu), atau coach dan kelompok klien ( satu – dan maksimal 8 klien) untuk menyelesaikan masalah, membahas masalah, atau untuk menentukan rencana kelompok pada masa yang akan datang.  Proses komunikasi antara coach dan klien menggunakan rumus iGROW. Rumus inilah yang membedakan metode antara coaching dan konseling, misalnya. Pada lembaga lain, ada yang menyebut TGROW. T berarti TOPIC, misalnya pada video ini https://www.youtube.com/watch?v=Pa_dgOqw0Z8.

iGROW merupakan kependekan dari intention, goal, reality, option, dan will. Intention berarti coach “hadir”, benar-benar hadir pada proses coaching, dan benar-benar konsentrasi, fokus pada klien. Dia tidak boleh “nyambi” pekerjaan lain. Kehadiran dan keseriusan ini penting, karena akan menentukan kualitas hubungannya dengan klien. Hubungan ini akan berpengaruh pada hasil akhir proses coaching.




G berarti Goal, yang bermakna proses coaching harus diawali kesepakatan tujuan yang hendak diperoleh klien dan coach. Tujuan ini terbagi dua: 1) apa yang hendak dibicarakan; dan 2) apa yang ingin diperoleh klien pada akhir sesi coaching. Dua hal ini harus disekapati di awal, agar menjadi pedoman, khususnya bagi coach untuk membantu klien menemukan solusi bagi dirinya sendiri.

R berarti reality atau kenyataan. Tahap ini merupakan tahap paling panjang, dan menentukan. Kadang dianggap tahap paling sulit bagi coach. Kemampuan coach diuji di sini. Coach akan mengajukan pertanyaan pada klien, dan pertanyaan ini diharapkan dapat menggali kenyataan-kenyataan yang sedang dihadapi oleh klien. Pertanyaan yang diajukan harus berupa pertanyaan yang bertenaga (powerfull).

Pertanyaan yang bertenaga dicirikan oleh beberapa hal: 1) berdasar kata kunci yang diutarakan klien, 2) berupa pertanyaan terbuka, 3) mampu membuat klien berfikir mendalam, 4) umumnya diawali dengan pertanyaan “apa”. Akibat pertanyaan yang bertenaga ini, klien biasanya akan berfikir sejenak sebelum menjawab. Atau kadang klien akan terbawa pada kondisi emosinya. Jika emosi tidak stabil, maka proses coaching bisa dihentikan sejenak.

O berarti option atau pilihan. Pada tahap ini, coach dapat mengajukan pertanyaan yang mendorong klien berfikir mencari solusi sendiri. Bukan hanya satu opsi, tapi bisa berbagai opsi. Jika telah diperoleh, maka coach dapat membantu menguji solusi ini dengan pertanyaan-pertanyaan “ujian”. Misalnya: “yakin dengan solusi itu?”, “apa alasan mengambil solusi tersebut?”.

W berarti will, atau aksi/tindakan yang hendak dilakukan klien terkait dengan solusi yang dipilihnya. Kapan hendak dilakukan, apa yang bisa menjadi indikator keberhasilannya, serta bagaimana coach dapat mengetahui perkembangannya.

Komitmen akhir antara coach dan klien penting, terutama untuk proses coaching berikutnya. Apa yang akan dilakukan klien harus diketahui coach, untuk kemudian akan dilanjutkan diskusi perkembangannya pada coaching berikutnya.

sumber: http://coachingindonesia.com/ftugm/cfe.pdf


####

Sekilas, agaknya proses coaching ini sederhana dan mudah. Namun, ketika masuk sesi role play, saya gelagapan. Proses R tampaknya menjadi proses yang paling rumit dan perlu jam terbang untuk bisa menguasai keadaan. Alih-alih ingin mengungkap kenyataan yang dirasakan klien, terkadang coach justru terjebak ingin cepat-cepat memberi solusi bagi klien. Padahal, memberi solusi itu haram dilakukan coach, kecuali diminta. Itupun hanya sebatas saran, tidak boleh dipaksakan.


Selain terjebak pada keinginan memberi solusi, coach juga gelagapan mengajukan pertanyaan yang bertenaga. Proses berfikir untuk mengajukan pertanyaan bertenaga harus dilakukan disaat klien menjawab pertanyaan, sambil coach mencari kata kunci dari setiap jawaban yang dilontarkan klien.

Proses coaching seharusnya merupakan proses maju, dengan sedikit mundur. Bukan banyak mundur dengan sedikit maju. Nah, godaan berikutnya bagi coach adalah banyak mundur mengorek masa lalu klien. Apalagi, jika klien cerita tentang orang lain, cerita masa lalu klien akan menjadi sangat menarik. Padahal ini berbahaya.

###

Coach beda dengan trainer. Trainer bisa selesai setelah acara pelatihan, namun coach tidak. Itulah sebabnya, pada dunia sepakbola disebut Coach. Coach di sepakbola tidak sekedar bertanggungjawab pada skill menendang bola, tapi lebih dari itu.

Kemampuan menjadi coach, dalam arti seluas-luasnya, perlu dimiliki semua orang. Kemampuan ini bisa digunakan untuk dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan kerjanya, atau dalam proses berinteraksi dengan tetangganya.

Paijo: “dengan tetangga, Kang? Maksude piye?”
Karyo: “ya, misalnya ketika ronda, jagongan, ana sik punya masalah. Lak bisa tho diterapkan rumus iGROW itu. Lak rondane lebih bermanfaat, dari pada ronda sambil nyabetke kartu remi”

Sejak Paijo diceramahi Karyo tentang coaching, Paijo tak lagi melewatkan malam-malam jatah rondanya hanya dengan gaple dan remi. Dia mau membagi waktu dengan mencoba rumus dari Karyo. Paijo tidak mau menjadi jenis orang ketiga, yaitu orang yang tidak sadar bahwa dia bermasalah, serta merasa baik-baik saja.

Paijo ingin jadi orang beruntung.

Lihat juga video:
How to coach an employee to improve performance https://www.youtube.com/watch?v=4VClQ2AU5zs - 5 STEPS TO HIGH PERFORMANCE COACHING SKILLS https://www.youtube.com/watch?v=WW_B90k_xtI - 
The Three Core Coaching Skills https://www.youtube.com/watch?v=bYZZQigq

Sambisari, 13 Desember 2017
21.15 malam
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi