Thursday 6 July 2017

Makerspace di perpustakaan: konsep baru, atau sekedar kemas ulang saja?

Paijo: nulis opo menehhhhh. Nganggo gambar gedang goreng barang. 
Parto: gedang goreng disamping, produk dari proses menggoreng, yang membutuhkan alat, ada orangnya. Dan yang paling penting, ono sik luwe butuh mangan, Jo. Gelem? Meh njaluk wae ndadak komentar.
-------------------------
Pisang goreng, produk makerspace :)

Purwo.co -  S
ayup-sayup saya mendengar kata #makerspace yang disandingkan dengan perpustakaan. Perpustakaan sebagai makerspace.  Karena lama tidak mengikuti kuliah ilmu perpustakaan, maka saya tidak kuasa memahami istilah langitan tersebut dengan cepat. 

"Penasarun", begitu kata Odet di serial Ok Jek pada salah satu TV swasta di Indonesia. Saya cari, apa maksud makerspace ini. 

Ternyata, makerspace tidak hanya disematkan pada perpustakaan. Pada postingan ini https://teknojurnal.com/makerspace/, ditulis contoh tempat yang digolongkan sebagai makerspace. Didirikan oleh seseorang, dan dilengkapi dengan berbagai alat yang mendukung proses yang diharapkan terjadi pada tempat tersebut. 

Silakan cek juga di https://id.techinasia.com/daftar-makerspace-di-jakarta

Makerspace, istilah yang berbau Inggris yang jika dialih bahasa ke Bahasa Indonesia, mungkin kurang lebih "ruang para pembuat" (maaf kalau keliru), atau tempat berkumpulnya para pembuat. Fasilitas yang ada di makerspace berupa  mesin, alat, serta tempat yang memadai untuk melakukan pembuatan produk. [1] Definisi lainnya tentang makerspace adalah "spaces used by people to share tools, knowledge, and ideas". Demikian dikemukakan Burke. [3, chapter 1 hal. 2]

Apa yang dilakukan dalam ruang tersebut? Mursyid menuliskan pada artikelnya, bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan [2]. Mulai dari  memperbaiki laptop, handphone, mencetak 3D dan lainnya. Konon, kabarnya termasuk memasak atau praktik resep tertentu. Lebih lanjut tentang contoh yang tergolong kegiatan di perpustakaan makerspace dapat dilihat dibukunya Burke. [3]

Nah, apakah makerspace ini barang baru di perpusatakaan? sehingga, konon disebut generasi ke-lima pada perkembangan perpustakaan?

Saya berfikir, konsep makerspace ini mengandung beberapa unsur. Orang, ruang, alat, tujuan tertentu. Jika di perpusakaan ada orang, ruang, alat, tujuan tertentu terkait proses "membuat" sesuatu, maka sangat mungkin di perpustakaan juga bisa menjadi makerspace.
Paijo: unsur itu ada landasan ilmiahnya ora, To?
Parto: ra ono, gur lamunan. 
Nah, bagaimana di perpustakaan selama ini?. Silakan lihat gambar di atas. Itu adalah gambar pisang
goreng (produk), hasil dari proses menggoreng yang dilakukan di perpustakaan. Unsur yang lain dari gambar tersebut adalah resep, alat dan tempat menggoreng, orang yang menggoreng, alasan menggoreng.

Karena proses di atas dilakukan di perpustakaan, maka sesunggungnya perpustakaan telah menjadi makerspace. Dan tentunya proses tersebut sudah ada sejak lama. Silakan cek, pasti ada gelas, piring, bahkan kompor di perpustakaan.
Loh, itu yang menggoreng siapa? yang bikin kopi siapa? kan pegawai atau pustakawannya? Tidak melibatkan pemustaka.  Ah, belum makerspace itu. Baru level kebiasaan saja, belum ilmiah.
Kawan, pustakawan itu juga pemustaka. Pemustaka juga pustakawan. Pustakawan itu menjadi pustakawan bagi orang lain, tapi juga menjadi pustakawan yang melayani dirinya sendiri sebagai pemustaka. Pemustaka, juga menjadi pustakawan pada dirinya sendiri. Jadi, proses menggoreng di atas, sudah melibatkan pemustaka.

Clear?

Nah, artinya sebenarnya makerspace itu bukan konsep baru di perpustakaan. Contoh lain selain menggoreng pisang, juga ada praktik meracik kopi, meracik teh, mempraktikkan cara memasak mi goreng dan lain sebagainya. Hanya saja, tidak ditempeli istilah makerspace seperti sekarang ini. Kalau yang disodorkan saat ini, dalam konsep makerspace di perpustakaan itu adalah produk dengan dukungan teknologi modern, itu hanya kemasannya saja. Konsep dasarnya, sudah ada sejak lama.
Loh, itu masih belum makerspace. Makerspace harus melibatkan teknologi. Semacam printer 3D. 
Bro, nggoreng dan bikin kopi itu juga butuh teknologi. Jadi kalau ditanya, "Perpustakaanmu sudah menerapkan makerspace, belum?". Jawablah dengan lantang, "wis suwe!".


Sumber: Burke (2014)

Namun jangan lupa, mulailah ajak orang lain untuk bergembira di makerspace-mu. Agar semakin semarak.

Makerspace itu punya tempatnya sendiri-sendiri. Di perpustakaan juga demikian, penyesuaikan pada kemampuan perpustakaan, jenis, dan lingkungan perpustakaan tetap perlu dilakukan.


Salam tiwul goreng. 


[1] https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2014-2-01348-MC%20Bab1001.pdf
[2] http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/jipi/article/view/97/61
[3] Burke, dalam Makerspace: a practical guide for librarian. Terbit tahun 2014.

Note: tulisan ini terbersit, ketika naik motor perjalanan ke tempat buruh. Hati-hati,  ini tulisan tidak ilmiah. :). Boleh tidak setuju dengan tafsir di atas. Satu yang pasti, kita harus bergembira.
Share:

3 comments:

Terimakasih, komentar akan kami moderasi