Saturday 20 February 2016

,

Membaca pandangan pimpinan terhadap perpustakaan dan pustakawan

Selamat membaca.., dan catat, bahwa anda boleh tidak setuju dengan pendapat atau tulisan saya ini,

Pimpinan dalam hal ini mengacu pada pejabat manajemen tertinggi pada sebuah institusi yang menaungi perpustakaan, atau di atas penanggungjawab/kepala perpustakaan.


Pimpinan yang perhatian penuh
Pimpinan model ini, sepertinya jarang. Pimpinan model ini bagus, namun jika tidak diimbangai dengan pustakawan yang mumpuni, maka tetap saja tidak optimal. Bentuk perhatiannya dapat berupa seringnya datang ke perpustakaan, menanyakan masalah dan kebutuhan, memberi anggaran untuk pengembangan, membantu kebijakan pengembangan, membagi/memberi peran perpus dalam rangka pengembangan institusi, memberi penghargaan pada pustakawan dan lainnya. Pimpinan model ini ada dua kemungkinan: waktu luangnya banyak, atau dia pandai membagi perhatian untuk unit-unit di bawahnya.

Perpustakaan itu tempat menyimpan buku
Pandangan ini biasanya dimiliki oleh pimpinan yang pendidikannya tidak tinggi-tinggi amat. Kalau toh pendidikannya tinggi, dia hanya belajar di lingkungan terbatas. Bagi pimpinan  yang berpendidikan tinggi di sekolah ternama, namun memiliki pandangan seperti ini, biasanya disebabkan oleh kondisi institusinya.

Pustakawan sebagai penjaga buku, meminjamkan dan melayani pengembalian
Pandangan ini dimiliki oleh pimpinan yang hanya memandang perpus sebagai tempat menyimpan buku. Pandangan ini berpengaruh pada penempatan tenaga perpustakaan. Rotasi yang tidak kira-kira (?), kerap dilakukan, karena dianggap siapapun bisa melakukan layanan pinjam-kembali. Pekerjaan pinjam-kembali dianggap pekerjaan ringan, yang tidak perlu pendidikan tinggi. Maka staf berijazah SMP, SMA kerap ditempatkan pada perpustakaan. Bahkan perpustakaan ada juga yang dikelola staf yang nyambi dengan bagian lain.
Jika staf perpustakaan memiliki kemampuan lebih, dan merupakan pustakawan fungsional yang tidak mungkin dipindah, maka konsekuensinya dia akan ditambahi dengan pekerjaan lain. Fenomena ini disebabkan karena pekerjaan yang dilakukan sebagai pustakawan dianggap terlalu ringan, atau memang selama bekerja mencitrakan diri sebagai pengelola perpustakaan yang pekerjaannya berpotensi dianggap remeh oleh orang lain.

Tidak adanya perhatian pada perpustakaan
Tidak sedikit, pustakawan yang mengeluhkan perhatian pimpinan kepada perpustakaan. Bentuknya macam-macam, mulai dari tidak atau jarang berkunjung ke perpustakaan, jarang menanyakan kabar perpustakaan, tidak memberi kejelasan tentang peran perpustakaan di institusinya, tidak memberi kejelasan tentang status pengelola perpustakaan, dan lainnya.
Tentunya hal tersebut berefek negatif, namun jangan salah, tetap ada sisi positifnya.
Jarangnya kunjungan pimpinan bisa dimaknai sebagai sebuah kebebasan. Kreatifitas dapat dilakukan dengan bebas merdeka, tanpa tekanan. Catat, bahwa kebebasan dan kemerdekaan ini hal yang mahal. Demikian juga dengan beberapa bentuk tidak perhatiannya pimpinan lainnya di atas, justru memberi keleluasaan kepada pengelola perpustakaan.

Pimpinan yang pasrah “bongkokan” pada pustakawan
Pimpinan model ini, mempercayakan perpustakaan pada si pustakawan. Biasanya tidak memiliki konsep jelas terhadap perpustakaan yang ada di institusinya. Dia lebih sibuk mengurusi hal lain yang dianggap penting. Skala prioritas berperan dalam hal ini. Dia juga dimungkinkan memberi kepercayaan kepada pustakawan karena manganggap pustakawan mampu mengelola perpustakaan, dengan pengembangan secara mandiri.

Pimpinan yang menganggap “asal ada yang mengelola secara administratif dan bertanggungjawab”
Ini mirip dengan tipe sebelumnya, namun lebih parah. Karena selain tidak memiliki konsep terhadap pengembangan  perpustakaan di institusinya, dia mengganggap perpustakaan sebagai pelengkap keberadaan institusi, untuk syarat akreditasi dan semacamnya. Tipe ini ada yang sekaligus pasrah “bongkokan”, ada juga yang memberi suntikan dana, meski minimal dengan konsep “asal perpustakaan jalan”.

-----

Selain masa lalu atau pengalaman pimpinan pada perpustakaan, pandangan-pandangan di atas juga dapat dikuatkan oleh keadaan riil perpustakaan saat ini. Maka pencitraan yang dilakukan pustakawan pada dirinya sendiri sebagai pustakawan, serta untuk perpustakaannya menjadi penting. Pencitraan yang dilakukan pada pemustaka, diharapkan akan berimbas pada pimpinan.
Saya yakin, ada pekerjaan/yang bisa dilakukan pustakawan, yang tidak bergantung pada perhatian pimpinan. Kadang, kita harus menempatkan pimpinan sebagai "yang lain".
Menghadapi semua tipe pemimpin di atas, pustakawan harus selalu mengembangkan diri untuk pengembangan perpustakaannya. Khusus bagi pengelola perpustakaan yang bukan berijazah ilmu perpustakaan, khususnya lagi yang dari SMA ke bawah: lakukan saja kegiatan penyimpanan, peminjaman dan pengembalian, penataan dan kebersihan. Ini minimalnya, karena memang dimaklumi pendidikan anda bukan ilmu perpustakaan. Tetap jaga hubungan baik dengan pimpinan.


Bagi yang dari ilmu perpustakaan, anggap sebagai tantangan profesi. Pengalaman riil di atas tidak ada dalam bangku kuliah. Tunjukkan bahwa kita memang pustakawan yang telah terdidik dan terlatih melalui pendidikan kepustakawanan. Lakukan hal-hal lain, selain kegiatan rutin perpustakaan yang telah dikenal secara umum. Kaitkan dengan misi organisasi induk, dan ambil peran dalam mendukung misi tersebut.
Pekerjaan pustakawan berbeda dengan staf administrasi lainnya. Ada unsur kemandirian yang menjadi ciri utamanya (menurut saya sih.. :) 
Selain itu, tetaplah bergembira, tidak usah ngersulo. Toh mau bagaimanapun juga, hidup hanya sekali, nikmati berbagai karakter pemimpin di atas dengan riang gembira. Tetap tertawa dan tidak ada salahnya anda menertawakan pimpinan anda, karena keunikan-keunikannya itu adalah bukti kekuasaan Tuhan. Serta #singpentingmadhyiang
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi