Saturday 2 May 2015

, ,

Respon Pustakawan pada berbagai sumber informasi digital daring


diperoleh dari
http://goo.gl/1TJnf6r


Apa yang dilakukan pustakawan dalam menghadapi berbagai sumber informasi yang ada disekitarnya?
Jurnal digital, buku digital, baik yang dilanggan atau yang underground.

Saya melihat ada beberapa respon pustakawan:
Mengunduh dan mengelola berbagai informasi tersebut, kemudian melayankan kepada pemustaka.
Pustakawan merasa bahwa berbagai informasi yang ada di internet sangat berharga, apalagi jika informasi tersebut diakses karena dilanggan. Maka yang dilakukan adalah mengunduh kemudian menyimpan dalam sistem informasi yang telah dipersiapkan.
Sistem informasi inilah yang kemudian dipublikasikan kepada pemustaka untuk diakses.

Menyampaikan berbagai sumber informasi tersebut kepada pemustaka.
Pustakawan menginformasikan berbagai sumber tersebut melalui berbagai saluran, mulai dari web, jejaring sosial, papan pengumuman dan media lainnya. Hasil akhirnya adalah pemustaka mengetahui bahwa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan pencarian ke berbagai sumber daring yang tersedia.

Mendidik pemustaka memaknai berbagai sumber informasi dan mengkaji kualitas informasi yang dimuat. Pustakawan aliran ini menyadari bahwa pemustaka harus tahu dari mana asal informasi dan bagaimana status informasi dengan sumber tersebut. Maka selain menyampaikan sumber, mereka juga berusaha menginformasikan kepada pemustaka bagaimana mengevaluasi sumber informasi yang ada tersebut.

Pasif. Pustakawan dengan aliran ini memiliki semboyan "sing penting madhiang".  Tidak peduli dengan perubahan, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak mau melakukan apa-apa.

Mungkin masih ada lagi model respon lainnya?

Beberapa catatan di atas saya peroleh dari gambar tentang tiga paradigma kepustakawan. Gambar tersebut saya peroleh dari  FB pak Imam Budi (Pustakawan Binus Jakarta).
Share:

2 comments:

  1. apakah pasifnya suatu profesi juga dipengaruhi oleh organisasi profesi yang pasif juga, kurangnya pembinaan & pelatihan, atau mungkin program dan acara-acara yang diselenggarakan terlalu eksklusif sehingga yang tidak mampu menjangkau berbagai kalangan.

    ReplyDelete
  2. Bisa jadi krn faktor "right man at the right place" yaitu krn tdk adanya "soul" pustakawan yg berjiwa melayani & mempunyai visi sbg pustakawan, blm lagi bs krn faktor dukungan anggaran utk upgrade skill & sarpras

    ReplyDelete

Terimakasih, komentar akan kami moderasi