Thursday 10 December 2009

, ,

Plesiran

Poltak, si pustakawan gaul kali ini baru saja bertemu dengan kawan-kawannya. Bukan Harjo atau Karyo, tapi kawan di bagian lain di institusinya namun masih seorang pustakawan.

Kali ini Poltak ngangsu kawruh pada kawan-kawannya yang baru saja melanglang buana ke negeri seberang. Ke negeri tetangga, negeri singa kata mereka. Untuk apa? ternyata kawan-kawannya ini baru saja mengunjungi tempat yang di negeri sebrang itupun juga disebut perpustakaan. Tentunya dengan bahasa asalnya, "library" kurang lebihnya seperti itu.

"Sayangnya kita ke sana pas waktu ujian" begitu kata kawan Poltak. "Sehingga pas kesana para pustakawan sedang sibuk melayani mahasiswa, dan mahasiswanyapun sedang pada belajar, maka kita tidak bisa leluasa karena takut mengganggu proses belajar mahasiswa" lanjutnya.

"Sistem otomasi disana itu seragam, sehingga kita dapat dengan mudah meminjam dan mengembalikan pinjaman buku dimanapun lokasi perpustakaan kita. Kurirlah yang nanti akan mengantarkan ke perpustakaan asal koleksi itu" dengan nada sumringah dan sambil membayangkan nikmatnya perpustakaan dinegeri tetangga, kawan Poltak yang dari pulau sebrang menyambung.

Ada hal yang di luar dugaan. Ternyata dinegeri sebrang itupun, masih ada perpustakaan yang belum menerima kondisi bebas makan dan minum di perpustakaan. Ya.. sepertinya Poltak membayangkan bahwa dari yang dia pelajari, di perpustakaan sebrang itu "bebas" dan full teknologi. Full teknologi? ah masak iya. Wong katanya yang namanya bookdrop itu disana masih ada yang manual kok. Teknologinya bookdrop, tapi yang menjalankan tetap manusia. ya.. manusianya alias pustakawan ada dalam kotak untuk menyortir buku-buku yang dikembalikan mahasiswa. Tidak otomatis nyortir sendiri kok.

Poltak kaget dan berfikir, bahwa sebenarnya yang mesti kita adopsi tidak melulu teknologinya, tapi konsep teknologinya. Kalau punya uang ya beli mesinnya, tapi kalau tidak punya uang? ya konsepnya kita sadap, yang menjalankan ya manusia.

"Wah mesti kita sadap dan plagiat nih" begitu sambut Poltak setelah mendengarkan uraian kawannya. Agaknya Poltak ini sering mendengarkan berita tentang sadap-menyadapnya KPK.

"Tapi ada yang luar biasa lho di sana itu" kawannya menyela. Apa?

Ternyata di negeri sebrang itu, untuk menjadi pustakawan bukan hal mudah. Setelah mengajukan anggaran untuk penambahan staff, perpustakaan punya hak untuk menyeleksi para pelamar. Bukan hanya dari dalam negerinya saja, tapi lintas negara. Bahkan ada yang dari negeri Poltak, negeri Indonesia yang menjadi pustakawan di seberang. Tentunya bahasa inggris dan profesionalitas mestilah dikedepankan.

"Alamak, gajinya pasti besar. tapi bahasa Inggrisku jelek kali" sahut Poltak.

Terimakasih pada kawan-kawan MIP yang pulang dari studi banding di Singapura.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi