Wednesday 13 February 2008

Catatan kecil hatiku...

Awalnya tulisan ini saya terima cukup panjang, namun karena sesuatu hal, hanya puisinya saja yang saya postingkan.


menjelajah dunia, menelisik warnanya
mencari....tantangan, untuk menempa kedewasaan
saat kembali, kuingin bercerita
langit itu biru
hujan itu air bukan sembarang air
sungai itu mengalir mengalunkan nada
pohon itu hijau
dan gunung itu tinggi
semua kuceritakan dengan cerita yang akan berbeda
bercerita dengan cinta, karena penjelajahan itu telah kudapati cintaNYA
dan yang paling ingin kucerita.....adalah tentang pelangi
biar tinggi di langit, dia terasa dekat
biar menjulang ke angkasa, dia seakan dapat diraih
biar beda tiap warnanya, dia tetap satu….INDAH
di biru langitNYA
semua ingin kuceritakan, di sebuah rumah
yang kubangun dengan cintaku dan cintaNYA


(Bidadari Syurga)

Monday 11 February 2008

Kisah Jumat sore.....

ditulis atas saran dari Fitri S.

Mulai dari rabu malem, saya bersama dua temen, Mas Heri dan Mas Arif disibukkan dengan beberapa persiapan untuk membantu sebuah pelatihan perpustakaan di UIN Sunan Kalijaga. Tepatnya Rabu malem, lembur burning CD yang akan dibagikan pada hari Kamis. Kamis pagi sampe sore, seharian penuh di UIN. Malemnya masih harus bertemu lagi dengan peserta, sampe sekitar jam 9 malem.

Sampailah pada hari jum'at. Kantor sedang libur, hingga bisa digunakan untuk istirahat. Setelah merasa cukup istirahat, sore harinya saya mempersiapkan hal-hal untuk pelatihan perpustakaan di UAD. Pelatihan ini kami lakukan bertiga, atas nama Jogjasoft.com (saya, Mas Heri Abi, dan Mas Arif Surachman). Satu hal yang mesti saya lakukan adalah mengantarkan inventaris printer ke rumah Mas Arif, yang kami jadikan tempat kongkow-kongkow. Menjelang magrib saya sampe disana. Ternyata Mas Arif, Mbak Fafa (Istrinya) dan Nada (anaknya) tidak ada. Kata Mbak yang jaga rumah, sedang keluar sebentar.

Saya titipkan dulu printer di dalam rumah, kemudian saya sempatkan membeli kertas HVS. Setelah kembali ke rumah Mas Arif, beberapa saat kemudian beliau bertiga datang.

Di dalam rumah, saya dan mas Arif membuka printer yang memang masih di segel, kemudian memasang di komputer. Sambil menunggu intalasi driver kami ngobrol ngalor ngidul. Mendadak Nada (anak mas Arif) datang sambil bawa mainan uang-uangan dari kertas. Sambil bermain dia memperlihatkan keluguan dan kelucuan anak kecil.

Tiba-tiba "om uangnya kejepit" seru Nada. Ternyata uang-uangan Nada keinjek kaki kursi yang saya duduki. Kemudian saya berdiri memberi kesempatan Nada untuk mengambil uangnya.

Saya kira uang-uangannya sudah diambil, saya berniat duduk lagi. Baru beberapa persen badan saya mau duduk, Nada teriak "aduhhhhh sakitttttttt" Dalam hati saya bertanya "Kenapa sih". Lha ternyata jari Nada keinjek kursi yang saya duduki. Dia langsung menjerit menangis, wajahnya memerah pula. Ya Allah salah saya ini.

Mbak Fafa langsung menggendongnya dalam keadaan terus menangis. "Maafin Om ya Nada" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari mulut saya. Dalam kamar saya mendengar dia masih saja menangis. Sumpah, jadi belingsatan saya waktu itu. Kacau.... Saya bilang ke mas Arif, "bawa ke dokter saja mas". "Nggap papa kok, paling cuma memar sedikit, nanti juga sembuh sendiri" jawab mas Arif.

Setelah magrib saya pulang. Pikiran saya gak karuan...betapa jahatnya saya, bikin anak kecil menangis keras, dengan wajah memerah pula. Pasti sakit sekali.

Di jalan, sya merasa ada sms masuk ke hp saya. Saya buka, ternyata mas Arif yang SMS dengan mengatas namakan Nada. Bunyinya gini "om tangan Nada da sembuh kok, ni sudah main game HP. maafi Nada ya om, tadi nabok Om". Kemudian saya balas "Alhamdulillah, Om yang minta maaf, om kurang hati-hati. Satu pelajaran yang om dapet sore ini, bahwa om harus lebih hati-hati. Om doa moga tangan Nada cepat sembuh dan Nada jadi anak pinter"

Sesampainya di kos, saya coba taruh jadi di bawah kaki kursi, kemudian saya sedikit duduk. Ternyata memang sakit... bagi saya saja sakit, apalagi bagi Nada yang masih 4 tahunan.

Nada, maafin om ya... :)

Friday 1 February 2008

Membunuh Kreativitas --tentang HAKI--

sumber jawa pos

Oleh Nurul Barizah

Tulisan ini mencermati fatwa MUI tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dikeluarkan sebagai respons atas permohonan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP). Prinsipnya, mendukung usaha pemerintah memerangi banjir pembajakan di Indonesia.

Berdasarkan fatwa tersebut, pelanggaran HKI di Indonesia sudah berada pada taraf mengganggu, merugikan, dan membahayakan berbagai pihak, terutama para pemegang hak, negara, dan masyarakat. Karena itu, MUI mengeluarkan fatwa tentang status hukum Islam HKI sebagai petunjuk bagi umat Islam.

Intinya, pertama, HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kedua, setiap bentuk pelanggaran, termasuk pembajakan, adalah zalim. Status hukumnya haram.

Permasalahan

Lalu, apa permasalahannya? Tentu, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam fatwa tersebut.

Pertama, ditetapkan bahwa HKI yang mendapat perlindungan adalah yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, secara incontrario, berarti MUI mengakui bahwa tidak semua HKI itu sesuai dengan Islam, atau ada HKI yang bertentangan dengan hukum Islam.

Namun, fatwa itu tidak menjelaskan lebih lanjut, mana HKI yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak, dan apa batasannya. Pada ketentuan umum, MUI menjelaskan cakupan HKI, namun tidak menjelaskan bagian mana yang tidak Islami.

Kedua, penjatuhan status hukum haram terhadap pelanggaran hukum publik (hukum tentang HKI) sama artinya dengan menganggap bahwa penggunaan HKI tanpa izin pemegang hak adalah zalim dan melanggar hukum Allah bagi setiap pelanggarnya.

Mencampurkan konsep haram (hukum Allah) dengan pelanggaran hukum positif adalah kurang tepat karena seseorang dianggap melanggar hukum positif jika telah ada putusan pengadilan yang tetap. Hukum positif adalah hukum yang dinamis, dapat berubah setiap waktu.

Jika konsep haram dikaitkan dengan hukum positif, maka konsep haram juga akan berubah-rubah sesuai dengan kondisi. Bukankah hal ini tidak malah membinggungkan?

Ketiga, sifat pelanggaran HKI itu termasuk innocent infringement atau passive infringement. Artinya, pelanggaran bisa terjadi tanpa adanya niat untuk melanggar atau tanpa adanya kesengajaan. Apakah passive infringement ini termasuk HKI yang sesuai dengan Islam menurut fatwa tersebut?

Jika passive infringement juga haram karena melanggar hukum positif, pertanyaannya, bagaimana seseorang yang di luar prediksinya atau secara kebetulan menciptakan desain atau merek tertentu dan ternyata hasilnya sama dengan desain yang sudah ada sebagai perbuatan yang zalim dan haram? Tidakkah ini akan membunuh kreativitas?

Bagi yang mengikuti fatwa tersebut, barangkali, lebih baik memilih tidak kreatif daripada melakukan dosa. Karena itu, fatwa MUI tersebut menjadi kontraproduktif.

Keempat, dalam invensi di bidang bioteknologi, sumber daya genetik, varietas tanaman, pelanggaran pasif merupakan masalah yang serius. Kasus Monsanto v Percy Schemeiser jadi keprihatinan berbagai pihak. Scheimeiser, seorang petani Kanada, mengembangkan canolanya sendiri, sedangkan tetangga petani lainnya membeli bibit Roundup Ready Canola dari perusahaan Monsanto. Dia juga menyimpan sebagian hasil panen untuk ditanam pada musim tanam berikutnya seperti petani Indonesia.

Ternyata berdasarkan investigasi pihak Monsanto, ditemukan Roundup Ready Canola tanpa lisensi tumbuh di ladang miliknya. Meski bukti di pengadilan meyakinkan Canola tersebut menyebar ke ladang Schemeiser tanpa disengaja, secara alamiah dengan proses; (1) penyerbukan silang oleh serangga dan angin; (2) bibit terbang dari truk tetangga yang tutupnya lepas dan kantong bibit yang bocor; dan (3) bibit yang menempel dari alat-alat pertanian yang tidak dibersihkan.

Namun, putusan pengadilan tetap menyatakan Schemeiser bersalah dan menghukum membayar denda serta ganti rugi miliaran.

Jika kasus tersebut terjadi di Indonesia dan menimpa petani kecil, apakah petani yang di lahannya tumbuh secara tidak sengaja suatu tanaman yang dilindungi HKI tanpa lisensi termasuk dalam kategori haram berdasarkan pandangan MUI? Dan petaninya dianggap melakukan dosa?

Jika demikian, betapa tidak fairnya perlindungan HKI itu, betapa tidak adilnya aturan Islam yang dimanifestasikan dalam fatwa tersebut. Bukankah Islam itu agama yang adil? Kenapa yang dipermasalahkan cuma VCD bajakan, software bajakan, kepentingan siapa sebenarnya di balik itu semua? Kepentingan negara Indonesia? Kepentingan masyarakat Indonesia? Tentu MUI sudah tahu jawabannya.

Pengguna Hak

Terakhir, maraknya pembajakan HKI seharusnya tidak semata-mata dilihat dari perspektif pemegang hak saja, tetapi juga pengguna hak. HKI tidaklah hanya norma hukum positif yang melindungi karya intelektual dan alat untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi.

HKI juga mesti dipahami menyeluruh dari berbagai perspektif, filosofi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Juga dampaknya bagi masyarakat secara keseluruhan dalam akses terhadap barang-barang publik dan vital lainnya.

HKI bukan hanya pembagian kue ekonomi dan wealth creation bagi pemegang hak, tetapi juga berkaitan langsung dengan distribusi sumber daya langka. Lebih-lebih di bidang kesehatan, HKI merupakan masalah hidup dan mati.


Nurul Barizah, dosen Hukum Hak Kekayaan Intelektual pada Fakultas Hukum Unair, sedang menempuh program PhD pada University of Technology, Sydney