Tuesday 6 November 2007

Mengenal Konsep Oposisi



Oposisi, dalam Webster Encyclopedia of Dictionary disebut sebagai opposite, yang berarti “diametrically different” atau perbedaan yang sama sekali bertentangan. Disebut juga “contrary” yang berarti berlawanan, membantah.
Dalam politik kenegaran oposisi atau disebut juga oposan, mendefinisikan dirinya dalam berbagai bentuk. Salah satu bentuk yang paling populer adalah partai politik. Partai politik yang kalah dalam pemilu biasanya mengambil jarak dengan penguasa, dan mendeklarasikan dirinya sebagai kaum oposan. Tentunya dengan tidak menafikan bahwa ada partai yang merapat ke pemerintah dengan berbagai alasan dan kepentingan.
Bentuk lain dari kaum oposan adalah LSM/NGO, Gerakan-gerakan mahasiswa, serta gerakan gerakan lain yang memproklamirkan dirinya sebagai penyeimbang pemerintahan [baca:pengkritik pemerintahan]. Latar belakang dan alasan kenapa mereka mengambil sikap dengan mendeklarasikan diri sebagai oposisi, tentunya bermacam-macam. Ada alasan keuntungan, bisa juga alasan ideologis.
Satu hal yang perlu ditekankan dalam konsep oposisi ini adalah: konsep oposisi tidak hanya menempatkan diri “melawan” pemerintah. Oposisi, sesuai dengan arti katanya bisa menempatkan diri dimanapun dalam suatu kelompok, organisasi, lembaga, dan dimana saja.

Kenapa oposisi penting?
Oposisi jelas penting. Berjalannya sebuah organisasi, atau secara luas sebut saja berjalannya sebuah system, tentunya tak akan luput dari berbagai kebijakan yang diambil oleh si penguasa. Kebijakan ini bisa baik dan bermanfaat bagi sasaran [baca:rakyat]. Namun disisi lain bisa jadi kebijakan-kebijakan itu justru merugikan. Dalam hal-hal seperti ini perlu adanya oposan yang punya akses seimbang antara kebawah [rakyat] dan keatas [penguasa]. Fungsi perantara inilah yang bisa mengantarkan keluhan-keluhan si tertindas, atas kebijakan-kebijakan penguasa.
Kekuasaan tentunya melahirkan power, dan power yang absolut akan melahirkan keburukan yang absolut. Power tends to corrupt, and absolut power corrupt absolutely [Lord Acton]. Sehingga oposisi itu mutlak diperlukan, titik.

Beberapa konsep oposisi
Konsep oposisi pertama adalah oposisi seremonial. Dilihat dari asal katanya, seremoni berarti resmi, formal. Oposisi jenis ini ditentukan orangnya, kedudukannya dan fungsinya. Melihat sejarah Indonesia pada masa orde baru, DPR sebagai oposisi seremoni, keanggotaannya ditentukan oleh penguasa dan fungsinya juga ditentukan, sebagai pelantun lagu “setuju”. Namun ternyata, hal-hal seperti ini justru menjadikan bom wantu bagi pemerintah. Ketidak puasan muncul, yang akhirnya kerinduan akan perubahan juga memuncak. Hingga memunculkan oposisi non formal yang berbentuk organisasi-organiasi non pemerintahan. Sebut saja MAR [Majelis Amanat Rakyat], PRD [Partai Rakyat Demokratik], yang berjuang ekstra parlementer. Oposisi-oposisi nonformal inilah yang memunculkan sosok-sosok baru yang mampu membukakan mata rakyat akan kebobrokan penguasa.

Oposisi destruktuf-oportunis
Oposisi jenis ini berusaha untuk selalu merusak citra pemerintahan, dari sudut pandang apapun. Kebijakan yang diambil selalu disikapi secara diametral. Kelemahan-kelemahan selalu dicari. Dengan harapan kewibawaan penguasa runtuh dan kudeta bisa dilakukan. Oposisi ini menginginkan kejatuhan penguasa secepat mungkin, sehingga kaum oposan bisa segera mengambil alih.

Oposisi fundamental ideologis.
Perlawanan yang dilakukan oposisi jenis ini tidak hanya pada dataran kebijakan saja. Namun sampai ke tataran ideologis. Tidak jauh berbeda dengan oposisi jenis kedua, jenis ini menginginkan kejatuhan penguasa, untuk segera bisa digantikan. Namun demikian penggantian ini tidak sekedar penggantian penguasa semata, lebih jauh sampai ke ideologis. Artinya menggantikan dasar negara semula dengan dasar yang dianggap lebih baik. Kaum oposisi fundamental ideologis ini tergerak menjadi oposisi karena dorongan faham. Entah itu bersandar pada religi, sosialisme, komunisme, nasionalisme, pluralisme dan lain lain.

Oposisi konstruktif demokratis
Kelompok oposisi ini meletakkan dasar perjuangan mereka pada kepentingan umum. Berbeda dengan oposisi sebelumnya yang hanya memperjuangkan kepentingan kelompok sehingga adanya kelahiran tiga jenis oposisi pertama justru menjadikan kacaunya tatanan yang ada. ketiga oposisi sebelumnya hanya akan menggantikan otoritarianisme lama dengan otorianisme yang baru. Dalam oposisi kontruktif demokratis, oposisi difungsikan semabagi penyeimbang pemerintahan dengan tetap melihat sisi positif yang telah dicapai, dengan tetap memperjuangkan demokratisasi pemerintahan, dan menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan golongan.

Zona nyaman terkadang membutakan mata sehingga tidak mempu melihat berbagai kekurangan. Zona nyaman terkadang melenakan sehingga mematikan nalar oposan kita. Zona nyaman terkadang memabukkan sehingga membunuh angan ideal kita.

Saturday, December 03, 2005
9:47:46 AM
purwoko@mail.ugm.ac.id
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi