Sunday 8 April 2007

PERS, MEDIA DAN PENGARUHNYA

<em>ditulis tahun 2002</em>


LATAR BELAKANG
Media merupakan alat atau sarana yang digunakan untk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. (Hafied Cangara, 2002). Sedangkan informasi merupakan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat yang berbentuk  tulisan maupun rangkaian kata-kata serta menginterpretasikan sesuau hal.
Media dapat di kategorikan dalam beberapa hal, yaitu media antar pribadi, media kelompok, media publik sereta media massa.
Media antar pribadi. Media ini bisa berbentuk surat, telepon, ataupun kurir yang mengantarkan informasi tersebut.
Media kelompok merupakan sarana untuk menemukan  orang-orang dalam kelompok uintuk saling berinteraksi. Media ini bisa berupa seminar, konferensi serta rapat-rapat tradisional yang sering kita temukan didesa-desa dengan berbagai nama.
Media publik, merupakan media yang mempertemkan banyak orang (massa) yang berinteraksi langsung.  Media ini bisa berupa rapat akbar,  dialog publik, kampanye.
Media massa memainkan peran untuk menyampaikan informasi pada orang (massa) yang tersebar tak tidak diketahui  dimana meraka berada.  Madia ini berup  surat kabar, film, televisi , dan radio.   Media ini bersifat melembaga, satu arah, meluas dan serempak, memakai alat, dan terbuka.
Dalam memahami tentang media dalam suatu komunitas maka kita tak bisa lepas dari apa yang sering disebut pers. Pers merupakan usaha  dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan, hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya (Drs. Taufiq, 1997). Diskripsi pers pun dibedakan menjadi dua. Pers dalam arti sempit yang  didalamnya termasuk suratkabar (mingguan, harian..),  majalah yang tercetak dan diterbitkan. Sedangkan dalam arti luas  termasuk radio, televisi, film.
Sedangkan media berfungsi untuk menyampaikan gagasan masyarakat (Satjipto Raharjo, 1998)
Paus Leo XIII  memandang pers sebagai alat  perantara massa gereja, penolong vitalitas  kesegaran, keadilan  kebenaran kembali ajaran agama waktu itu. (Prof, Umar Seno Adji, 1977).
Berbicara tentang pers di Indonesia,  Abdurrahman Surjomiharjo (1980) menyebutkan  bahwa sejak awal pertumbuhannya pers di Indonesia mencerminkan  struktur masyarakat majemuk dengan berbagai golongan penduduk. Golongan penduduk tersebut adalah Belanda, Tionghoa, Arab dan India sedangkan Indonesia masih  berada dalam berbagai suku.
Pembedaan  golongan perspun kemudian dibedakan sesuai dengan golongan penduduk yang ada dengan pertimbangan  bahasa penyelenggara pers dan massa yang dituju.

PEMBAHASAN


Media informasi dalam kehidupan bangsa Indonesia  muncul dengan beragam peran.  Sejak awal perjuangan sampai dengan terjadinya Gerakan  September 30 (Gestapu)  pertumbuhan pers dan media di Indonesia memperihatkan berbagai kaitan langsung antara usaha desiminasi informasi dengan  dinamika politik nasional.  Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial politik dan finansial yang tadak memungkinkan waktu itu.  Periode Orde Lama tidak ditandai dengan bisnis pers dan media yang  suksek dalam arti sirkulasi, namun dalam waktu ini lahir RRI dan TVRI yang mampu memberikan rasa persatuan antara berbagai eleman  di Indonesia. Dalam kurun waktu Orde baru muncul berbagai  bisnis informasi dengan masuknya orang-orang profesional dalam bidang ini serta  terjunnya kelompok politik dalam lapangan yang sama.

1.    Pra kemerdekaan

Pada tahun 1855, Bromartani surat kabar pertama dengan bahasa Jawa terbit. Pada masa ini pers belum merefleksikan keadaan masayarakat yang ada dalam kekuasaan Belanda  dan belum ada keterkaitan dengan usaaha-usaha meraih kemerdekaan.
Pada pra kemerdekaan media informasi  di Indonesia dengan bahasa melayu yang pertama diawali dengan unculnya surat kabar Tjahaya Sijang terbit 1869-1927, yang terbit di  Minahasa, Sulawesi Utara. Dalam edisi No. 3, Maret, 1989 disebutkan :

“….Djanganlah disangkamu  akan kehidupan negeri-negeri yang  lebih besar itu lebih baik daripada  perdijaman dinegeri kecil. Benarla kehidupan dinegeri besar ini ramai, lebih sedap tetapi janganlah disangka kehidupan itu senang seperti kami merasa di negeri kecil, karena dinegeri besi itu lakunya orang hidup disitu seolah-olah menghambat orang seorang memperoleh kesenangan dan perhentian dan tempoh pada pertimbang-menimbang akan perkata fikiran yang tinggi.
Disitupun seolah-olah manusia hidup saja pada mentjari makan minum dan berpakai yang semuanya gunanya pada tubuh saja,….. disitupun hilanglah perfikiran akan agama !.”

Dalam kalimat diatas dapat kita ambil kesimpulah bahwa problem urbanisasi sudah muncul sejak dahulu. Kehidupan materialistis dan glamour pun sudah menjadi suatu tren  pada masyarakat yang disebut sebagai  “negeri besar”.
Pesan moral dalam kalimat diatas terus ada sejak dahulu sampai sekarang.
Media informasi ini yang dikelola oleh Belanda selain untuk menyebarkan agama juga memberitakan tentang sejarah yang makin muram dalam kalangan masyarakat melayu saat itu.
Baru pada awal abad 20   beberaopa orang nasionalis (Abdul Rivai dan Tirtoadisuryo) menyadari kekuatan media untuk  melakukan penggalangan kekuatan guna kemerdekaan. Sehingga lahirlah Sunda Berita (1903) dan Medan Priyayi (1907). Sejak itulah konsep tentang identitas Indonesia mulai tumbuh dan mencapai puncaknya pada 20-10-1928. Sampai periode tersebut   dari 33 surat kabar yang beredar hanya 8 yang menggunakan bahasa melayu selebihnya menggunakan bahasa Belanda dan Cina.
Sejak 1926 di Indonesia juga telah berdiri perusahaan yang memproduksi filam cerita, Java Film Company  dengan Loetung Kesarung sebagai film pertamanya.  Namun tidak serta merta dengan perkambangan ini merefleksikan perubahan pada sosial kemasyarakatan.  Sebab dengan perkembangan tekhnologi inipun  acara/programnya hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu saja. Meskipun paling tidak dengan hal tersebut  manusia indonesia mulai di hadapkan pada era kemajuan teknologi serta peradabannya.
Pada  pra kemerdekaanpun media informsai sangan berperan pada saat mengumandangkan pembacaan teks proklamasi  oleh proklamator (Ir. Soekarno dan Bung Hatta) sekaligus  menandai kemerdekaan bangsa Indonesia serta  berperan pula dalam hal komunikasi  serta pertukaran ide dalam masa perang kemerdekaan.

2.    Masa Pasca kemerdekaan

Harian Daulat Rakjat yang terbit di Jogjakarta termasuk koran yang merupakan koran tua pada awal-awal kemerdekaan Indonesia. Selain itu muncul pula berbagai harian yang terbit di daerah-daerah  (Indonesia Raja di Bandung). Harrian ini berperan dalam mempublikasikan berita berita tentang kemerdekaan dan perjuangannya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan itu. Serta berperan sebagai  penyebar isu-isu atau pemikiran-pemikiran  Founding Father Indonesia dalam mendisain negara Indonesia.
Tahun 1962 mulailah bangsa Indonesia dengan perkembangannya dalam hal teknologi informasi. Pada tahun ini lahir RRI dan disusul dengan lahirnya TVRI. Mulai saat inilah bangsa Indonesia merasa  tersatukan sebagai sebuah bangsa. Apa yang terjadi pada daerah lain akan segera terespon oileh masyarakat dari daerah lainnya.
Namun pada masa-masa ini pers ditandai dengan relasinay dengan poliitik.  Sebut saja Suara karya dan Pelita (Golkar), Harian Angkatan bersenjata dJayakarta dan Berita Yudha (ABRI).  Sehingga pers dan media informasi di Indonesia selain efektif untuk perjuangan dan mempertsahankan kemerdekaan juga  merupakan eleman sosial yang ditunggangi dengan berbagai kepentingan sehingga terjadi pergulatan antara berita yang jujur dan  arogansi pemerintah.
Pada masa Orde Baru muncul media yang berorientasi bisnis dengan masuknaya kelompok profesional dalam bisnis media. Sebut saja PK. Ojong dengan Kompas-nya, kemudian ada Suara Indonesia Baru,  Berita Buana, Pikiran Rakyat, tabloit Monitor, Hai, Gadis, dan Mode.
Informasi yang disajikanpun mulai beragam mulai dari  fashion, gaya hidup selebriti, kehidupan manusia dalam dan  luar negeri, musik, film, olehraga, gosip, dll.
Dengan informasi yang diusungnya maka banyak hal yang menjadi perkembangan masyarakat Indonesia. Jakarta-jakarta dan MATRA majalah gaya hidup yang ditujuakan pada laki-laki  telah mendobrak sikap masyarakat Indonesia pada dunia seksualitas yang tabu. Seks telah menjadi hal yang lumrah dengan diakadannya sialog seputar masalah seksualitas melalui media massa dan oinformasi ini. Sehingga seks mulai menjadi komoditas yang nilainya ditentukan oleh  prinsip pertukaran ekonomi dalam pasar industri. Hal ini juga  di dukung dengan perkembangan dalam dunis perfilman Indonesia. Dengan munculnya film-film yang “panas” seperti Gairah yang Nakal, Guna-guna Istri Muda, Budak birahi, Permainan Tabu, Jari-jari yang lentik, dll.
Sehingga film (dan pemainnya) sebagai media untuk mentransfer informasi (dalam arti yang seluas-luasnya) seringkali didudukan sebagai terdakwa atas merosotnya moral bangsa.

Satu kajian menarik terntang pers dan media informasi pada ordebaru oleh Kuntowijjoyo (1997).  Pada massa orde baru terjadi pergrseran sensibilitas media massa.  Perubahan sosial berupa lenyapnya dikotomi wong cilik dan priyayi dalam pers sejak kemerdekaan  menghadirkan sensibilitas kelas menangah  yang terefleksikan dalam media massa selama orde baru. Pada level ideologi  terjadi pergeseran  dari  orientasi politik kearah orientasi budaya.
Era orde baru juga merupakan era yang menjadi titik tolak perkembangan televisi dengan dibangunnya televisi-televisi swasta. Munculnya RCTI, SCTV, TPI , Indosiar dan Anteve (TPI, RCTI, SCTV dikuasai oleh keluarga cendana sendiri) merupakan bukti nyatanya.  Saat inilah dalam media informasi khususnya televisi  memperlihatkan perkawianan antara  bisnis industri dengan kekuasaan yang sangat politis sekali. Sehingga sering ditafsirkan  sebagai upaya-upaya kekuasaan orde baru untuk  mengendalikan informasi guna melanggengkan kekuasaannya. Sebut saja wajib relai acara kenegaraan presiden  oleh TV swasta  yang kerap muncul dalam Berita-berita dan siaran khusus pemerintah.
Apa yang disiarkan stasiun televisi di Indonesia bukan hanya seni dan hiburan melainkan pola-pola kultural bahkan etika masyarakat lain dibelahan bumi lain pula. Sehingga banyak hal yang harus berubah  akibat dari media ini.
Karakter Doraemon, Sin Chan, Simpson menghegemoni anak-anak Indonesia mulai dari dari gaya hidup mereka. Berbagai gaya hidup muncul dihadapan kita, mulai dari gaya bicara, potongan rambut, sikap cara pergaulan  serta pola pikir mereka.
Dari SRI: Quality Starts Here september 1995 didapat keterangan bahwa 25 % siaran televisi Indonesia berasal dari program luar negeri . Namun demikian bukan berarti kita sudah pada jalan yang benar dengan banyaknya produk lokal kita. Banyak program yang di beri label “lokal” ternyata merupakan 1imitasi dari program asing. Lokal lebih berarti penyandang dana, pemain, tempat, tidak menyentuh level ideologi. Sebut saja  sinetron kita yang menawarkan kehidupan-kehidupan yang glamour  disaat msyarakat Indonesia banyak yang berada di jurang kemiskinan dan penderitaan.
Perkembangan lebih menarik lagi dalam dunia media informasi adalah munculnya  media informasi digital  yang biasa disebut internet mulai tahun 1990-an.
Dengan memanfaatkan teknologi ini media banyak yang melengkapi publiksinya dengan menerbitkan edisi on-line. Sebut saja Tempo, Republika dan Kompas. Dengan media ini pula  bisa dilakukan  interaksi dengan masyarakat dengan  cara  pengiriman e-mail. Tentu saja halini mengakibatkan pembentukan sikap kritisme msyarakat Indonesia.  Bahkan beberapa media membuka ruang untu  diskusi  kritis secara lebih mendalam (jurnal Prisma, Ulumul Qur’an, Kalam, dll).
Meskipun demikian dengan perkembangan ini menyuburkan konsumerisme di kalangan masyarakat Indonesia yang bependuduk 200-an juta jiwa.
Pada masa Reformasi pers dangat dirasakan pengaruhnya bagi warga negara Indonesia.  Pada masa ini pers memainkan peranan penting dan bermain dengan kepentingan tentunya meskipun jasa pers pada masa ini cukup besar. Dengan pers dan media informasi kita bisa melihat arus demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru tanah air kita dengan segala perkembangannya, namun bila tanpa kehati-hatian tentunya pers dan media bisa juga barperan sebagai agen provokator oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab


KESIMPULAN

Media informasi merupakan suatu hal yang sangat berperan dn penting dalam kehidupan masyarakat. Terbuti dengan media informasi komunikais bisa berlangsung dalam rangka  mencapai tujuan bersama. Pada awal kemerdekaan dan perjuangan mempertahan kemerdekaan  media sungguh berperan penting untuk melakukan konsolidasi untuk aksi. Selain itu pada jauh hari sebelum kemerdekaan, sebelum perjuangan bahkan, media telah berperan dengan memberikan gambaran-gambaran kehidupan dari belahan dunia yang lain. Pada konteks Indonesia misalnya dengan memperlihatkan budaya daerah lain  atau kehidupan akibat penjajahan Belanda.
Diakui atau tidak media dapat membentuk watak dan karakter bangsa Indonesia.  Terbukti  ada perbedaan kontras watak bangsa Indonesia antara  masa pra kemerdekaan dan jaun sebelum masa perang kemerdekaan dengan watak bangsa Indonesia saat ini. Watak bangsa Indonesia (meski istilah Indonesia saat itu belum ada) pada masa pra kemerdekaan yang terpecah-pecah cenderung kesuku-sukuan kemudian bergeser pada persatuan bangsa  sehingga lahirlah perang kemerdekaan sampai berhasil. Namun saai ini watak bangsa Indonesiapun mulai bergeser denagn melupakan watak para pendahulu dan founding fathernya.  Masyarakat Indonesia cenderung konsumtif egois dan banyak hal yang membedakannya.
Oleh karena itu kita wajib mewaspadai perkembangan pers dan media saat ini. Belajar ari masa lalu tentunya kita tidak ingin bila pers dan media kembali dipolitisasi oelh kekuasaan. Hal lainnya tentunya kita menjaga agar dengan media madyarakat tidak serta merta menerima apa yang ada didalamnya.
Untuk hal ini tentunya harus  dipersiapkan Undang-Undang Pers dan penyiaran yang berpihak pada rakyat dengan selalu mengunggulkan aspek sosial dibanding dengan liberalisme dan otoritarianisme.


Daftar Pustaka

Cangara, Hafied., Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Grafika, Jakarta, 2002.
Hass, Robert, HAM dan Media,  Yayasan Obor Indonesia, Jakarta , 1998.
Senoadji, Umar, Prof., Pers dan aspek-aspek Hukum, Erlangga, Jakarta, 1977.
Simorangkir, CT., J.,  Hukum dan Kebebasan Pers, PT Binacipta, Jakarta, 1980.
Taufiq, Drs., Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia, Triyindo, Jakarta, 1977.
Share:

2 comments:

  1. makasih pa atas web nya yang membantu saya dalam pembuatan laporan suatu karya tulis....

    ReplyDelete
  2. pengen tanya punya bahan tentang sejarah bisnis dalam bidang pers ga

    ReplyDelete

Terimakasih, komentar akan kami moderasi